Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Puisi Memeluk Langit Malam (Aksi Bela Kata HUT Komunitas Ranggon Sastra)

24 Maret 2017   07:18 Diperbarui: 24 Maret 2017   16:00 1525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anggora, biarkan saja puisi melecut di tubuhmu

Membalut rindu hingga ke bahumu, menyetubuhi rindu semalam

Memekik kata  tuk sinari langkahmu

Teruslah berjalan, teruslah melangkah

Karena aku tahu, kamu pun tahu.

Bahwa kita ada sampai memeluk langit malam


Ketika puisi memeluk langit malam

Suasana itu, kental menyelimuti acara AKSI BELA KATA dalam rangka peringatan HUT Ke-8 Komunitas Ranggon Sastra (KRS) Universitas Indraprasta PGRI Jakarta. Pada Rabu, 22 Maret 2017 Pukul 15.00 s.d. 21.00 WIB di Pelataran Kampus A Unindra Tanjung Barat. Bertajuk “Aku dan Kamu tapi Jarang Sekali Kita”, KRS menggelar hajatan puisi; mulai dari Pembacaan Puisi, Musikalisasi Puisi, dan Teaterikal Puisi. Suguhan penuh makna dari para anggota KRS dan civitas akademika Unindra, terlebih lagi mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Unindra.

Ketika puisi memeluk langit malam.

Karena sudah tidak banyak lagi. Orang-orang di luar sana yang sudi “memeluk langit” apalagi di malam hari. Hari ini mungkin sampai esok, mereka lebih senang “menggapai langit”, meraih langit bahkan hendak menguasai langit. Dari subuh hingga siang bolong, melewati sore hingga menyusuri malam; segala waktu terpakai untuk “menaklukkan langit”. Langit tak lagi menjadi anugerah Tuhan, langit tak lagi menjadi teman. Karena KITA sudah jarang “memeluk langit”. Egois, terlalu dipenuhi rasa AKU dan KAMU.

Entah sampai kapan, aku dan kamu tak mau lagi bercumbu dengan langit; sambil memeluknya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun