Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Katanya Orang Pintar

4 Februari 2017   23:19 Diperbarui: 7 Agustus 2017   21:29 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang pintar kalo udah ngomong emang juara, nomor wahid.

Orang pintar, zaman begini berceceran dimana-mana. Saking banyaknya, mereka merasa benar ngomentarin apa saja walau bukan bidangnya. Saking pintarnya, segala rupa dipikirin dan dihitung untung ruginya. Kalo si ini jadi pemimpin begini, kalo si itu jadi pemimpin begitu. Buat orang pintar, semua dan apapun harus ada untungnya. Gak boleh rugi. Karena logika dianggap segalanya, begitulah batin si orang pintar.

Coba tengok kiri, atau kanan. Mau yang lagi online atau offline. Pasti banyak orang pintar. Atau setidaknya merasa pintar. Mereka saling berdebat, saling menghujat. Dari pagi sampe malem, cuma begituan doang. Yang dimasalahi itu-itu aja, gak jauh-jauh. Udah gitu, tambahin dikit deh argumen ilmiah. Biar orang-orang yang dianggapnya gak pintar mau menerima pendapat dia. Mungkin buat orang pintar,  logika hampir dianggap tuhan.

Tentang orang pintar,katanya orang pintar.

Saking hebatnya orang pintar. Selalu merasa benar, lebih benar dan paling benar. Orang lain, di luar dirinya, selalu salah. Sama orang yang gak sepaham, orang pintar selalu bilang “Sudahlah. Kita sama-sama benar kok. Hanya sudut pandang kita yang berbeda”. Kesannya bijak banget. Pantes, orang-orang yang gak pintar suka melongo sambil geleng kepala kalo ngelihat orang pintar udah ngomong. Jago banget, gak ada duanya alias juara.

Tentang orang pintar lagi,katanya orang pintar.

Apa katanya selalu benar semua. Gak boleh ada yang salah. Biar pengetahuan dia terbatas, persepsinya salah tetap saja ngotot bilang benar. Suka ngeyel. Orang pintar biar logikanya salah, tetap saja ngaku benar. Ngeyel melulu. Kalau dikoreksi, dia tetap akan mempertahankan pendapatnya yang salah. Tetap ngeyel dan mengatakan orang yang berbeda pendapat dengannya adalah orang-orang yang salah. Orang yang gak pintar dibikin bingung. Kok bisa ya, melihat satu hal tanpa mau mengaitkan dengan hal lain yang mungkin atau bisa berpengaruh.

Mungkin, kitab yang dibaca orang pintar ajarannya cuma satu. “Orang pintar gak bakal salah logikanya”. Hebat kan….

Orang pintar sering lupa. Bahwa logika yang salah terlalu mudah diubah jadi keyakinan.

Jadi, siapa sebenarnya orang pintar itu?

Wahh, maaf gue gak tahu kalo soal itu. Mungkin bukan di sini, mungkin nun jauh disana. Atau mungkin, mereka itu yang “tahu sedikit tapi banyak komentar”. Semuanya serba mungkin aja…

Makanya jangan jadi orang gak pintar. Karena giliran apa yang di-omong orang pintar salah, yang disalahin tetap orang gak pintar. Orang kalo pintar, biar salah tetap aja merasa benar. Katanya sih gitu …

Orang pintar juga yang ngajarin kita lho. Bahwa kebenaran mutlak itu milik Allah. Tapi di saat yang sama, logika orang pintar pun pasti benar…. Kok bisa ya?

Orang pintar itu ngomong logis tapi basis-nya emosi. Ya begitulah. Bisa dibilang, dasar argumentasinya itu sentiment atawa emosi. Tapi kalo dibilang begitu, pasti mereka gak terima. Nanti kita malah dianggap “menuduh” atas dasar yang gal valid…. Iya juga ya, maaf deh kalo gitu.

Kadang, ngeri-ngeri sedap juga sih.

Dulu kita diajarkan, bahwa dasar kebenaran itu adalah data dan bukti empiris. Tapi kalo sekarang, kebenaran itu dasarnya penilaian subjektif yang emosional.

Di satu sisi, anggota DPR gak mungkin terima suap E-KTP. Atawa seorang hakim MK boleh salah menerima suap. Di sisi lain, seorang guru agama gak boleh salah atas sebab apapun.

Entahlah, sekarang ini makin banyak orang pintar. Bukan makin benar malah makin banyak salahnya.

Banyak orang kalo dinasihati untuk bertindak, malah buru-buru jawab “berdoa itu lebih penting”.

Banyak orang kalo dinasihati untuk berdoa, malah buru-buru jawab “percuma berdoa kalo gak ada tindakan”.

Emang, agak pusing sih ngikutin cara berpikir orang pintar. Suka gak jelas....

Bisa jadi tulisan ini juga di mata orang pintar juga salah. Dan gak ilmiah. Tulisan buat ngingetin diri sendiri aja masih salah. Serem gak sih. Iya udah, tolong dimaafin aja deh ya… maklum.

Entah, "merasa" pintar atau emang pintar di zaman begini udah beda tipis.

Sungguh, ada banyak hal bisa dan mungkin terjadi. Tapi gak semua hal yang terjadi juga dapat dimengerti. Tapi satu yang pasti. Apapun yang terjadi, Allah pasti punya alasan sendiri.Udah jalannya,udah dari sononya.

Jadi, gak usah kencangkan suara. Lebih baik tingkatkan argumen. Lalu bersikaplah realistis … itu lebih baik. Salam ciamikk

#OrangPintar #KatanyaPintar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun