Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gak Usah Tanya Kenapa Terjadi? Tapi Apa yang Bisa Diperbuat?

11 November 2016   00:33 Diperbarui: 11 November 2016   00:44 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan WHY tapi WHAT

Karena WHY atau bertanya KENAPA itu lebih fokus pada masalahnya, bukan pada solusinya. Kalo sudah terjadi, jangan lagi dong dipersoalkan masalahnya.

Tapi persoalkan apa yang harus dilakukan setelah itu terjadi. Karena bertanya WHY atau KENAPA,akhirnya kita cuma cari alasan dan alasan. Dan kita harus tau, sebagian besar “alasan” itu sifatnya bohong alias dibuat-buat, bukan yang sesungguhnya. Nah lama-lama, nyari-nyari kesalahan orang lain, menyalahkan keadaan yang sudah terjadi. Maka harusnya bukan bertanya WHY atau KENAPA, untuk apapun.

Tapi coba kalo kita ubah cara bertanya menjadi WHAT atau APA? Apa yang harus dilakukan biar damai? Apa yang bisa diperbuat biar suka sam aorang lain? Apa yang harus ditempuh biar sukses? Apa cara yang dilakukan biar kaya? Apa yang dikerjakan biar berhasil? Nah, kalo nanya dengan WHAT atau APA, energi kita “tanpa sadar” lebih fokus pada solusi, pada cara untuk bisa mencapai yang kta inginkan. Coba tanya WHAT atau APA, pasti suasana hati dan pikiran kita lebih bergairah, lebih semangat dari sebelumnya.

Bukan WHY tapi WHAT.

Itu baru pertanyaan yang energik, yang lebih positif dan gak tendensius. Tanya WHAT itu menobatkan diri kita sebagai bagian dari SOLUSI. Tapi kalo nanya WHY, seolah kita meratapi diri sebagai bagian dari MASALAH. Itu mah gak move on bro.

Kita gak seharusnya bertanya “KENAPA ini terjadi”. Tapi harusnya kita bertanya “APA yang harus dilakukan agar tidak terjadi”. Gak penting banget bertanya KENAPA atas apa yang sudah terjadi. Lebih penting bertanya APA yang harus dilakukan setelah terjadi.

Bukan WHY tapi WHAT. Gak usah tanya KENAPA, tapi APA yang bisa diperbuat.

Jangan bertanya “KENAPA Allah tidak mengabulkan doa saya”. Tapi bertanyalah “APA yang sudah kita lakukan agar Allah mengabulkan doa saya”. Sudahlah, gak usah kita bertanya KENAPA kalo untuk memperbesar keluh kesah, untuk mencari kesalahan orang lain atau menyalahkan keadaan. Lebih baik kita bertanya APA agar lebih berpikir positif, optimis dan mau bertindak yang lebih besar, yang lebih baik. Luar biasa kalo bisa begitu …ciamikk.

Bukan WHY tapi WHAT. Gak usah tanya kenapa, tapi apa yang kita lakukan

Agar kita semakin tau siapa diri kita sebenarnya. Gak usah terlalu banyak bertanya. Bertindaklah, berbuatlah karena dari situ akan tergambarkan siapa diri kita sebenarnya.

WHAT mengajarkan pada kita untuk berpikir positif dan selalu optimis. Kesannya memang sepele. Tapi itu penting agar kita mau menjalani, menghadapi semua realitas dan konsekuensinya. Agar kita mampu mengambil keputusan yang akan menentukan kesuksesan, kebersamaan. Bukan untuk kehancuran.

Bukan WHY tapi WHAT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun