Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Takut Kehilangan

10 September 2016   17:10 Diperbarui: 10 September 2016   17:31 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehilangan nyawa, beberapa hari lagi. Begitu yang akan dilami banyak kambing dan sapi. Apakah mereka takut kehilangan? Beberapa hari lagi, banyak kambing dan sapi akan kehilangan nyawa? Mereka gak ada yang takut …. Karena mereka hewan.

Bagaimana dengan manusia?

Agak susah dijawab. Sebagian manusia tiddak takut kehilangan apapun. Sebagian yang lain mungkin takut. Takut gak punya uang, takut ditinggal pacar, takut kehilagan pekerjaan, takut takut dan takut …..Mereka takut apa yang sudah dimiliki tiba-tiba hilang tak berbekas. Takut kehilangan, lalu sedih dan menangis.

Kok bisa mereka takut kehilangan? Bukankah mereka dulunya juga tidak memiliki apa-apa. Dulunya mereka toh gak punya apa-apa, bahkan bukan siapa-siapa.

Mungkin karena sekarang. Mereka sudah pandai mencari, sudah terlalu lama memiliki. Hingga lupa, bahwa hakikatnya mereka gak punya apa-apa. Sekali lagi, takut kehilangan ….

Takut kehilangan. Apa aja takut hilang, takut kehilangan.
Rumah, mobil, pekerjaan, pacar, teman, pasangan hidup, gadget atau apa aja. Takut karena ingin terus memilikinya, ingin selalu menggenggamnya. Wajar dan manusiawi sekali.

Kasihan kambing dan sapi, sebentar lagi kehilangan nyawanya. Sementara manusia, banyak yang takut kehilangan. Apa saja….

Jangankan materi, jangankan barang. Nyawa yang menempel pada tubuh manusia pun, sungguh mudah untuk hilang secara tiba-tiba. Kemarin sehat esok belum tentu masih ada. Belum lam baru ketemu, besok belum tentu ketemu lagi … Sungguh, terlalu mudah untuk hilang atau dihilangkan.

Konon, ada seorang Bapak tua hendak menaiki bus. Saat ia menginjakkan kakinya ke tangga bus, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Pintu bus lalu tertutup, dan meluncur saja. Si Bapak tua gak bisa mengambilnya, gak bisa memungut sepatunya yang “hilang”. Sepatu yang tercopot sesaat sebelum menaiki bus.

Apa yang dilakukan si Bapak tua?

Si Bapak tua malah melepas sepatu sebelah lagi yang dipakainya. Ia melemparkannya ke luar jendela bus. Lalu, ia duduk dengan perasaan tenang.

Banyak orang di dalam bus terheran. Mengapa si Bapak tua bukan turun? Malah melemparkan sepatu sebelahnya. Seorang anak muda yang duduk di sebelah Bapak tua bertanya, ”mengapa Bapak melemparkan sepatu yang sebelah juga?”.

Sambil tersenyum, si Bapak tua menjawab ringan, “Iya, agar siapapun yang menemukan sepatu saya bisa memanfaatkannya, itu sepatu baru dan bagus. Jangan sampai sepatu saya kehilangan pasangannya.

Mengapa begitu penting sepatu itu tidak kehilangan pasangannya? Tanya si anak muda.

Iya Nak, karena sepatu itu memang pasangan terbaik di dunia. Karena sepasang sepatu itu:
• Sekalipun bentuk pasangannya tak persis sama tapi tetap serasi.
• Sekalipun geraknya berbeda saat berjalan tapi tujuannya tetap sama.
• Sekalipun satu kiri satu kana tapi tak pernah menuntut berganti posisi; saling melengkapi, yang satu melangkah, yang sebelah mengikuti.
• Sekalippun posisi berbeda tapi tetap setara; tak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi
• Maka, bila yang satu hilang yang lain tak memiliki arti.

Si anak muda terbengong saja. Sambil mikir, ada rasa penasaran.
"Tapi Bapak kok tidak kelihatan susah kehilangan sesuatu? Apalagi kehilangan sepatu baru dan bagus?”

Si Bapak tua tersenyum lagi. “Ahh, anak muda. HARTA kan cuma TITIPAN. NYAWA juga cuma PINJAMAN. TUHAN bisa mengambilnya sewaktu-waktu, kapanpun dan dimanapun.”

Mendengar jawaban si Bapak tua, si anak muda hanya terdiam. Sejenak terkesima. Gak ada lagi kata yang bisa diucapkan.

Seperti kambing dan sapi di musim qurban. Terlalu mudah kehilangan nyawanya.

Karena, kehilangan apapun memang gak bisa pilih-pilih. Apa saja, disapa saja, dan kapan saja. Manusia, bisa mudah kehilangan bila waktunya tiba …

Gak usah takut kehilangan. Apapun yang dimiliki akan hilang. Selagi masih di dunia.

Nikmati saja apapun hingga waktunya tiba. Sambil tetap menjaga hati dan kebaikan. Agar gak lagi takut kehilangan ….

Karena HIDUP, terlalu sia-sia untuk digunakan menua dalam ketakutan mungkin juga kekhawatiran. #GakUsahTakutKehilangan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun