Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Kamu Mudah Menilai Orang Lain?

16 Juli 2016   10:26 Diperbarui: 4 April 2017   18:10 2097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selagi masih hidup dan ada di bumi, pasti saja ada orang menilai diri kita. Namanya juga hidup di dunia yang sementara, manusia dilepas bebas untuk berbuat dan bersikap sesuka hatinya. Bebas untuk menilai orang lain. Salam merdeka!

Benar adanya, setiap orang diberi kebebasan untuk menilai orang lain. Dasarnya pun berbeda-beda. Tanpa perlu dikaji, apakah benar atau tidak? Bahkan sering, kita menilai orang lain cuna karena "dengar" dari orang lain, kata cerita orang lain. Maklum, rakyat republik gosip.

Menilai orang lain, ngurusin orang lain. Menilai orang dari cara berbicara, menilai dari cara berjalan, menilai dari cara berpakaian, menilai dari cara berpikir, menilai dari cara memperlakukan orang lain, bahkan dari cara kita makan. Semuanya bisa dinilai sama orang lain. Dan itu semua bebas-bebas saja.... ciamikk banget hidup kayak gitu.

[caption caption="Mengapa mudah menilai orang lain?"][/caption]Intinya, apapun yang kita lakukan pasti akan dinilai oleh orang lain. Orang lain selalu menuntut kita sempurna di mata mereka. Anehnya mereka, si orang lain itu, sampai lupa untuk menilai dirinya sendiri. Sibuk ngurusin orang lain, hingga lupa dirinya sendiri. Capekk deh. 

Orang lain, mungkin kita juga, sampai lupa bahwa kita hanyalah manusia. Tak luput dari salah dan dosa. Selebihnya, kita hanya bisa ikhtiar dan terus menperbaiki diri. Agar jadi lebih baik, dan lebih baik lagi. Setelah itu, biarkan Allah yang bekerja untuk kita, bukan orang lain.


Lalu mengapa kita sering terlalu cepat menilai orang lain, terlalu mudah menghakimi orang lain?Kita yang bilang, kita yang nilai:

Saat kita hanya mampu membeli tas seharga 500 ribu rupiah. Tapi saat kawan kita membeli tas seharga 5 juta rupiah, kita bilang kawan kita berlebihan. Padahal ia belanja tak pakai uang kita. Dan ternyata ia sudah berhemat untuk tidak membeli tas seharga 40 juta rupiah yang harusnya sanggup ia beli.

Saat kita hanya mampu menjadi ibu rumah tangga. Tapi saat kawan kita memilih bekerja sebagai karyawan, kita bilang ia menggadaikan masa depan anaknya. Dan ternyata ia bangun lebih pagi dari kita, belajar lebih banyak dari kita, berbicara lebih lembut pada anaknya, dan berdoa lebih khusyuk memohon pada Allah untuk menjaga anak-anaknya.
Saat kita hanya mampu mengatur uang belanja 3 juta rupiah sebulan. Tapi saat kawan kita bercerita pengeluaran belanja bulanannya sampai 10 juta rupiah, kita bilang ia boros. Padahal ia tak pernah berhutang pada kita. Pinjam uang pun tidak. Ternyata mereka sedekah lebih banyak dari uang belanjanya. Ternyata mereka tak pernah lupa membayar zakat. 

Manusia emang suka gitu. Terlalu cepat menilai dan menghakimi orang lain.

Belum tahu banyak mudah memvonis orang lain. Gampang banget menilai orang. Bahkan saking liarnya, doyan berburuk sangka. Pikirannya negatif terus. Gemar mencari salah orang lain lalu menceritakan ke orang lain lagi. Terus semua itu terjadi, siapa yang rugi? Kita, bukan pedagang yang rugi.Sungguh, kita itu apalah. Kita itu bukan siapa-siapa, bukan pula apa-apa. Sungguh, kita tak pernah tahu apa yang sebenarnya orang lain hadapi, apa orang lain lakukan. Semua tentang orang lain, di luar pengetahuan kita. Hanya Allah yang tahu. 

Hidup itu sederhana. Bahagia sederhana. Caranya juga sederhana. URUS SAJA URUSAN KITA SENDIRI. TANPA PERLU MENGURUS URUSAN ORANG LAIN.
Jangan mengukur sepatu orang lain dengan ukuran kaki kita. Jangan pernah mengukur kehidupan orang lain dengan ukuran hidup kita. Sama sekali gak ciamikk.

Orang sekarang memang suka gitu. Saking pinternya, saking kayanya. Atau saking hebatnya. Jadi, terlalu mudah menilai orang lain. Begitu mudahnya kita percaya pada perkataan orang lain tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Maka, berhati-hatilah dalam hidup. Jangan terburu-buru menilai orang lain. Karena, kegundahan atau kesedihan tidak selalu datang dari keadaan yang buruk. Tapi justru datang dari pikiran yang buruk. Salam ciamikk #BelajarDariOrangGoblok

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun