Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puasanya Surti; Terkikis Prasangka

11 Juni 2016   22:10 Diperbarui: 11 Juni 2016   22:16 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tono sulit berkata-kata. Ia berusaha memahami pikiran istrinya.

“Yah begitulah Bu. Mungkin hidup sekarang sudah begini modelnya. Mau diapain lagi” nasehat Tono bijak.

“Hidup emang sudah begini. Siapa yang bilang begitu Mas. Sungguh, tidak ada yang salah dengan kehidupan, Mas. Yang salah adalahkita membiarkan hati nurani terkikis oleh “kepentingan-kepentingan pribadi”, terkikis oleh prasangka. Kita tidak mampu lagi merasakan kebahagiaan untuk menjadi bagian hidup orang lain. Kita hanya mau bahagia sendiri, lebih suka tertawa sendiri. Sementara orang lain menderita, membiarkan orang lain sedih dan kelaparan. Jika boleh tidak memberi. Tapi jangan pernah kita menanam prasangka buruk” papar Surti.

“Suatu kali, kita akan merasakan. Terjatuh dan menangis. Tapi tak ada seorang pun di sekeliling kita yang membangunkan. Atau sekedar menepuk pundak kita sambil berucap “sabar ya, semua pasti akan berlalu.” ….

Tono mulai tertunduk. Merenungi ucapan istrinya. Memang sekarang, makin banyak orang yang terkikis prasangka. Hidup dalam rasa curiga yang berlebihan. Su’udzon. Prasangka buruk, sungguh hanya menyebabkan tumbuhnya sikap negatif, rasa curiga yang tak berarti. Pikir Tono.

Surti terbangun dari duduknya. Tak habis pikir, prasangka buruk makin mengidap di banyak hati manusia.

“Di bulan puasa ini, harusnya kita lebih peka.Bukan hanyaberpikir, tapi juga untuk merasa. Merasakan seperti yang orang lain rasakan. Kita boleh tidak membatu orang lain. Tapi kita tidak boleh membenamkkan prasangka buruk dalam diri kita. Seorang Presiden sebagus apapun akhlaknya dan sehebat apapun akalnya tidak akan bisa bekerja dengan maksimal bila selalu direcoki oleh prasangka buruk berbagai pihak” begitu petuah Surti

Sungguh, siapapun kita. Berpangkat atau tidak, kaya atau tidak, sama sekali gak boleh dihantui prasangka buruk. Karena prasangka buruk makin membuat kita kehilangan kekuatan untuk bersama-sama. “Tidak ada peradaban baik yang dibangun oleh prasangka buruk” tegas Surti lagi.

Seketika Tono terdiam. Merenungkan kata-kata Surti yang luar biasa. Merasa takjub dan mendapat pencerahan dari istriya. Inilah berkkah bulan puasa bagi Tono. “Tidak ada peradaban baik yang dibangun oleh prasangka buruk” kata-kata yang akan selalu dikenang Tono di bulan puasa ini.

Tak terasa, waktu Isya pun tiba. Surti berjalan ke belakang. Mengambil wudhu. Bersiap sholat tarawih.... Tentu, dalam balutan prasangka baik.  #PuasanyaSurti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun