Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puasanya Surti: Melihat ke Depan

5 Juni 2016   10:36 Diperbarui: 5 Juni 2016   10:42 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puasa sebentar lagi. Surti gembira sekali. Sumringah. Momentum tahunan yang penuh berkah, penuh rahmat.

"Siapa yang gak senang datangnya bulan puasa?" pikir Surti.
Pasti senang. Setelah 11 bulan memperturutkan hawa nafsu. Kini di bulan puasa, kita diminta untuk mengerem semuanya. Berserah diri sambil merasakan lapar dan haus. Puasa, lahir juga batin.

[caption caption="Puasa itu melihat ke depan"][/caption]

Surti hanya berharap dalam hati. Semoga ketika hari berpuasa tiba. Semangat menjalankan puasa sama gairahnya dengan perilaku di saat berpuasa. Menjaga puasa agar tetap baik. Karena puasa hakikatnya kebaikan.

Puasa itu, batin Surti, bulan ibadah bulannya introspeksi diri. Muhasabah diri atas apa yang sudah dikerjakan, yang baik dan yang tidak baik untuk disadari. Semua kita harus sadar, agar bersiap ke mana kita menuju?

Surti terus bergumam dalam hati.
Ketika puasa tiba, ketika sedang berpuasa. Harusnya mereka mampu bertahan hidup dalam kebaikan. Bercerita tentang hal-hal yang baik. Cerita tentang hari-hari ke depan yang lebih optimis. Bukan cerita yang jelek-jelek di saat berpuasa.

Puasa bukan bulan berkisah tentang rasa lapar banget. Bukan panasnya matahari yang luar biasa. Bukan pula tentang gak sahur. Puasa sih puasa. Tapi buat apa bertutur tentang lemesnya fisik, ngantuk. Itu semua cerita yang gak berarti dibanding tadarus, zikir atau lainnya yang bisa melipatgandakan pahala puasa.

Surti hanya bisa membatin. Di setiap kali puasa tiba, masih ada saja orang-orang yang rajin nyeritain yang jelek-jelek. Menggunjingkan orang lain, bahkan menjelekkan gubernurnya sendiri. Memaki-maki keadaan di jalan yang macet. Atau marah-marah yang gak jelas juntrungan. Puasa tapi gemar bertutur dan bertingkah yang gak sepantasnya.

Sungguh, puasa harusnya mengajarkan kita tentang kebaikan. Jika kemarin kita sudah baik maka harus lebih baik lagi. Tapi kalo kemarin belum baik. Maka puasa harus jadi momentum untuk menjadi baik.

Surti hanya ingin puasanya kali ini, lebih banyak melihat ke depan. Tanpa mau menoleh ke belakang lalu menyesalinya. Karena Surti sadar, semua sudah dipilihnya. Hal yang lalu sudah terjadi, lalu mau apa lagi? pikir Surti.

Sungguh, hidup itu sudah berat. Cukup kerjakan dan ceritakan yang baik-baik saja. Kisah tentang hari-hari ke depan yang penuh tantangan namun harus dihadapi dengan optimis. Puasa gak boleh baper, puasa harus lebih melihat ke depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun