Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Bukan Sosok Semesta

29 Mei 2016   18:35 Diperbarui: 29 Mei 2016   20:15 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang sering salah sangka. Memvonis pendidikan adalah tanggung jawab guru, tanggung jawab sekolah. Maraknya kejahatan seksual yang melibatkan siswa usia sekolah, tawuran pelajar, kekerasan di sekolah, hingga siswa yang rajin nongkrong di mal-mal dianggap kegagalan guru dan sekolah dalam mendidik siswa. Tidak sedikit orang yang menghujat dunia pendidikan, lalu memvonis dunia pendidikan gagal. Orang banyak makin skeptis, guru makin dikebiri.

Banyak orang sering lupa. Pendidikan itu bukan proses “penyerahan siswa” dari orang tua kepada guru. Pendidikan bukan pula penyerahan tanggung jawab rumah kepada sekolah. Bukan sama sekali dan patut disadari semua pihak. Semahal atau segratis apapun sekolah bukan berarti tanda bebasnya orang tua atau lingkungan terhadap pendidikan anak. Siapa bilang uang adalah segalanya dalam pendidikan? Patut diingat, uang tidak boleh mengaburkan nilai-nilai luhur pendidikan.

Sungguh, kita perlu mengubah cara pandang tentang pendidikan, mengubah sikap tentang pendidikan. Karena cara pandang dan sikap adalah dua hal kecil yang memastikan arti penting pendidikan dalam hidup setiap orang.

Guru bukan sosok semesta dalam pendidikan. Guru bukan segalanya dalam belajar.

Karena pendidikan kebutuhan semua orang. Karena pendidikan dapat dinikmati semua orang.

Jadi, siapa yang bertanggung jawab terhadap pendidikan?

Bukan guru, bukan hanya sekolah. Tapi semua pihak, termasuk orang tua sangat bertanggung jawab terhadap pendidikan. Apapun prosesnya, apapun hasilnya. Maka, pendidikan sebagai gerakan semesta.

Guru bukan sosok semesta. Pendidikan milik kita bersama. Belajar kebutuhan kita semua.

Maka siapapun kita harus bertanggung jawab terhadap pendidikan. Harus bersedia dan ikut serta dalam mendorong pendidikan sebagai gerakan semesta. Karena itu, pendidikan tidak dapat dilihat dari aspek program dan pembelajaran semata. Tapi pendidikan menuntut kepedulian semua pihak; keterlibatan seluruh elemen bangsa.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 ditegaskan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. SedangkanBelajar merupakan proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.

Dari pengertian di atas, tidak sama sekali menyiratkan pendidikan dan belajar menjadi tanggung jawab guru, tidak pula tanggung jawab sekolah. Tapi pendidikan dan belajar adalah tanggung jawab kita semua. Tanggung jawab negara, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat.

Sekali lagi, guru bukanlah sosok semesta dalam pendidikan.

Pendidikan bukan hanya kecerdasan, bukan pula terbatas pada pengetahuan. Pendidikan harus dilihat sebagai gerakan semesta dalam membangun dan menumbuhkan karakter dan nilai-nilai yang kuat dalam diri siswa. Semesta dalam pendidikan menyangkut pemahaman nilai-nilai dan karakter siswa yang berkontribusi terhadap kebaikan dalam hidup. Kepedulian, kepribadian, keterampilan, ketulusan, keberterimaan, kecerdasan, kesetaraan, kebijaksanaan dan sebagainya juga menjadi aspek penting yang harus dicapai dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan semua pihak, pendidikan adalah gerakan semesta.  

Tidak banyak yang dituntut dari dunia pendidikan kepada kita, kepada masyarakat dan kepada semua elemen bangsa kecuali “keterlibatan, kepedulian, dan rasa memiliki” terhadap pendidikan itu sendiri.

Pendidikan pastinya akan menjadi dan membaikkan bila semua pihak mau berkontribusi dan bersinergi untuk memajukan dunia pendidikan. Semua pihak harus bekerja keras dan membuka lebar – lebar partisipasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pendidikan. Masalah pendidikan, masalah siswa adalah masalah kita semua. Urusan siapapun yang wajib peduli dan terlibat dalam pendidikan.

Ketahuilah, guru bukan sosok semesta dalam pendidikan.

Pendidikan bukan hanya beban guru, bukan pula tanggung jawab sekolah semata. Pendidikan bukan hanya aspek andragogi dan pedagogi. Bukan pula soal kurikulum saja. Pendidikan tidak diukur dari mentereng atau tidaknya gedung sekolah. Bukan pula dari sudah sertifikasi atau belum gurunya. Pendidikan bukan terletak pada lembaganya atau soal kedinasan. Pendidikan adalah soal cara pandang dan sikap kita, tentang proses yang bertumpu pada “nilai-nilai” (values) bukan hanya “pengetahuan” (knowledge).

Bukan pada guru, bukan pada sekolah, titik keberhasilan pendidikan.

Berhasil atau tidaknya pendidikan harus dipandang sebagai ikhtiar kolektif. Dimulai dari kesadaran akan makna pendidikan dan upaya bersama menyelesaikan problematika pendidikan. Semua elemen masyarakat harus terlibat dalam proses dan dinamika pendidikan. Karena pendidikan bukan program melainkan gerakan moral bersama untuk memajukan harkat dan martabat bangsa. Semesta pendidikan ada pada kita semua.

Semesta pendidikan terjadi ketika semua pihak terlibat untuk terus memperbaiki dunia pendidikan. Semesta pendidikan tidak boleh lagi menjejali siswa dengan beragam materi pelajaran tanpa menanamkan sikap dan nilai-nilai kehidupan. Pendidikan bukan untuk mengejar nilai pelajaran tanpa mamu memahami proses. Pendidikan harus menjadikan siswa mampu berhadapan dengan realitas kehidupan.

Maka semesta pendidikan seharusnya dimulai dari soal yang sederhana, “menjadikan pendidikan dan belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan”. Guru harus menyenangkan, sekolah harus menyenangkan, lingkungan harus menyenangkan dan semua pihak harus dan mau menyenangkan demi kemajuan pendidikan.

Pendidikan yang menyenangkan akan membuat karakter, hati, dan pikiran lebih siswa senang.  Karena pendidikan yang berhasil bukan dilahirkan dari tangan seorang guru, bukan pula seorang ibu. Tapi dari lingkungan siswa yang menyenangkan.

Jadi, guru bukan sosok semesta dalam pendidikan. Tapi guru harus mampu “menghidupkan” suasana belajar; menjadikan belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan. Di situlah awal mula semesta pendidikan akan menuai hasil yang memuaskan. #GerakanSemestaPENDIDIKAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun