Ketiga, kesetaraan sebagai orientasi pendidikan, bukan kesempurnaan.Praktik dan perilaku belajar harus didorong untuk membangun kesetaraan, bukan kesempurnaan. Orientasi pendidikan adalah membangun kerjasama, bukan kompetisi antarsiswa. Belajar bukan sarana untuk mencapai nilai tinggi, melainkan untuk membangkitkan kegairahan siswa dalam belajar. Kegiatan belajar bukan bergantung pada “kunci jawaban”, tetapi bertumpu pada “pengertian”.
Keempat, siswa berpegang pada proses dalam belajar, bukan hasil belajar. Proses agar siswa berani bertanya dan tidak takut salah. Karena dengan cara itu, siswa akan mampu mengeksplorasi potensi diri, di samping dapat memacu kreativitas dalam belajar. Hasil belajar bukan satu-satunya indikator keberhasilan siswa dalam belajar.
Kelima,pendidikan harus dipandang sebagai ikhtiar kolektif. Adanya kesadaran akan makna pendidikan dan upaya bersama menyelesaikan problematika pendidikan. Semua elemen masyarakat harus terlibat dalam proses dan dinamika pendidikan. Karena pendidikan bukan program melainkan gerakan moral bersama untuk memajukan harkat dan martabat bangsa.
Dalam prosesnya, pendidikan sebagai gerakan semesta tidak boleh menjejali siswa dengan beragam materi pelajaran. Pendidikan bukan untuk mengejar nilai semata lalu melupakan proses. Agar siswa tidak “tahu sedikit tentang banyak hal, tetapi tidak tahu banyak tentang satu hal”.
Pendidikan sebagai gerakan semesta bukan sebuah keniscayaan.
Guru harus mengambil peran lebih besar dalam mengendalikan konten dan arah pembelajaran. Agar siswa lebih menekankan pada budaya dan karakter dalam belajar.Guru harus berani dan kreatif dalam mengajar, harus tegas dalam membentuk siswa yang cerdas dan berkarakter. Karena siswa yang baik hanya lahir dari tangan guru yang baik. Oleh karena itu, guru harus keluar dari praktik-praktik mengajar yang tidak relevan. Menjauh dari cara mengajar yang monoton dan tidak menggairahkan siswa. Kualitas guru menjadi penting dalam gerakan semesta pendidikan.Karena senang atau tidanya siswa dalam belajar, hanya ada di tangan guru.
Pendidikan sebagai gerakan semesta menempatkan guru sebagai model bagi siswanya. Guru yang gemar membaca, menulis, dan memiliki sikap yang bergairah dalam mengajar. Bukan guru yang sibuk dengan urusan pangkat, gaji, dan pemberkasan sertifikasi. Guru adalah ujung tombak keberhasilan gerakan semesta pendidikan. Kebijakan pendidikan boleh berubah, kurikulum juga boleh ganti. Tapi guru, tetap memegang kendali untuk menentukan arah pembelajaran.
Dalam konteks ini, pendidikan sebagai gerakan semesta lebih mudah diwujudkan bila guru tidak hanya mengajar, tapi juga mendidik dengan standar kompetensi yang memadai. Guru harus mampu “menghidupkan” suasana belajar. Guru yang tidak merasa tahu segalanya. Tapi guru yang mampu menjadi belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan; mampu mendorong siswa menemukan jati dirinya. #GerakanSemestaPENDIDIKAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H