Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kesemestaan Pendidikan Terletak pada "Values" Bukan "Knowledge"

24 Mei 2016   00:00 Diperbarui: 25 Mei 2016   08:26 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
M LATIEF/KOMPAS.com. Ilustrasi siswa sekolah dasar

Apa kabar pendidikan kita hari ini?

Semoga baik-baik saja semuanya. Pendidiknya baik, anak didiknya baik. Begitulah harapan kita bersama. Demi terwujudnya kesemestaan pendidikan; pendidikan milik dan tanggung jawab bersama.    

Kita patut bersyukur, bahkan bangga. Karena di negeri ini, pendidikan maju pesat. Makin banyak orang pintar. Makin banyak orang yang gemar belajar, makin banyak orang yang sekolah tinggi-tinggi. 

Sekolah dan perguruan tinggi telah berhasil mencetak orang-orang pintar, orang-orang berpendidikan. Kita semua menyaksikan majunya peradaban bangsa, tentu berkat pendidikan. Itulah buah keberhasilan pendidikan.

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi
Tapi sayang, makin banyak orang pintar makin kompleks masalah bangsa. Mulai dari egoisme politik, perilaku koruptif hingga kejahatan seksual marak terjadi. Adakah semua itu terjadi karena pendidikan?

Saya yakin seyakinnya, bukan masalah bangsa ini terus terjadi bukan karena orang-orang pintar tidak mampu menyelesaikan masalah. Bukan pula karena kurang pengetahuan untuk memperbaiki negeri. Mungkin mereka hanya “kurang tahu” arti pendidikan. 

Kurang memahami kesemestaan pendidikan. Karena ketika sekolah dulu, kita lebih mementingkan knowledge dari pada values. Lebih banyak belajar tentang pengetahuan daripada nilai-nilai dan etika.

Maka akibatnya, banyak orang pintar di negeri ini namun dimensi nilai dan etika menjadi terabaikan. Pendidikan sebagai alat untuk membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai-nilai dan karakter bangsa menjadi terpinggirkan.

Entah, mereka sebaiknya disebut kaum terpelajar atau terdidik ?

Mari kita tengok ke luar rumah, lihat di jalanan? Apa yang terjadi ?

Banyak pengendara yang ugal-ugalan, saling salip-menyalip. Seolah-olah, jalanan milik sendiri. Rambu lalu-lintas dilanggar. Semrawut dan tidak tertib. Semua orang ingin cepat dan buru-buru. Seakan tidak peduli akibat yang bisa terjadi. Kecelakaan atau nyawa melayang tidak lagi jadi masalah. Nilai-nilai pendidikan sudah tidak ada lagi di jalanan, bahkan di tempat-tempat umum.

Lalu, apakah mereka bukan orang-orang yang terdidik?

Bisa jadi, ketika di sekolah dulu, mereka sering diajarkan untuk bekerja dengan cepat. Karena waktu adalah segalanya. Mereka memang sangat disiplin agar tiba di tempat tujuan tepat waktu. Tapi mereka lupa, cara untuk menghargai waktu adalah dengan kesabaran. Mungkin dulu di sekolah, mereka lebih banyak diajarkan kedisiplinan tapi lupa menanamkan kesabaran.

Kita sering lupa tentang arti pendidikan yang sebenarnya. Kita lupa hakikat kesemestaan pendidikan.Karena pendidikan yang semesta harusnya terletak pada values bukan knowledge.

Kesemestaan pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak.

Karena pendidikan itu bukan pengganti kecerdasan. Pendidikan tidak identik dengan kepintaran. Tapi pendidikan adalah nilai-nilai dan kepekaan. Pendidikan yang berbasis pada pembangunan karakter anak didik, bertumpu pada nilai-nilai moral yang dapat menjadikan kita lebih baik dari waktu kemarin. 

Sama sekali keliru, jika pendidikan dipandang sebagai alat untuk menggapai kehormatan. Hingga akhirnya, banyak orang pintar hanya mempertontonkan egoisme. Lalu, memandang dunia seperti miliknya sendiri. Apapun itu, segala sesuatu tidak masalah dikorbankan asal keinginan pribadi bisa tercapai.

Sungguh buat saya, lebih baik kita memiliki seribu kepekaan walau tanpa pendidikan. Daripada berpendidikan tetapi tidak peka sama sekali.

Sekarang ini, banyak anak muda yang berpendidikan pergi makan ke mana-mana, nongkrong pakai laptop di mana-mana? Tapi, cuma urusan sampah saja dibuang sembarangan. Di gunung, di jalur pendakian, berapa banyak sisa sampah yang harus dibersihkan sepeninggal anak-anak muda yang kemping, sambill melatih “bertahan hidup” di alam? 

Berapa banyak orang-orang pintar yang membersihkan muka dengan tissue? Tapi sesudah itu, tissue bekas pakai seenaknya dibuang ke lantai, ke tanah. Kita patut bertanya, apakah mereka bukan orang-orang yang terdidik?

Mohon maaf. Saya memang bukan orang pintar. Namun saya berusaha mengenal, menerima, dan memikirkan banyak sekali pertanyaan. Dan kini terus mencari jawabannya … itulah kesemestaan pendidikan.

Kita memang boleh bangga, pendidikan di negeri ini maju pesat; menjadi simbol kemajuan dan martabat bangsa. Semua kita pasti setuju. Kini, pendidikan sangat mudah diakses masyarakat. Aspek pedagogi dan andragogi dalam pendidikan berlangsung seiring sejalan. Guru sangat tahu tanggung jawab atas apa yang diajarkan. Anak didik pun tumbuh menjadi pribadi yang mandiri. Semua itu sudah dicapai dalam proses pendidikan.

Namun seiring kemajuan pendidikan, ada yang hilang dari nilai-nilai dan karakter bangsa.

Pendidikan tidak lagi dianggap sebagai tanggung jawab bersama. Tapi pendidikan dianggap tugas guru dan aparatur dunia pendidikan.

Jadi, di mana kesemestaan pendidikan itu berada?

Sungguh, pendidikan semesta itu terletak pada values, bukan knowledge. Pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai bukan pengetahuan.

Kesemestaan pendidikan bertumpu pada values, nilai-nilai.

Pendidikan yang mampu membangkitkkan nilai-nilai kesadaran dalam memahami realitas hidup. Sehingga mampu menemukan cara bertindak dan bersikap terhadap realitas. Kesadaran dalam diri, kesadaran terhadap sesama, kesadaran terhadap masa silam, dan kesadaran terhadap masa depan. 

Tanpa kesadaran dalam pendidikan, suatu saat nanti, orang Indonesia akan berada pada titik kesendiriannya, menikmati keterpisahannya, dan akhirnya bangga akan kelemahannya.

Semesta pendidikan harus menjadikan kita mengerti keadaan hari ini untuk keadaan esok yang lebih baik. Sadar dan mau berubah untuk menjadi lebih baik. Semesta pendidikan juga menjadikan toleransi sebagai capaian tertinggi dari pendidikan.

Karena semakin orang berpendidikan maka semakin paham arti nilai-nilai kehidupan. Semakin paham perbedaan, maka semakin mengerti arti kebersamaan. Pendidikan semesta terjadi, ketika kita tidak lagi gemar mencari-cari kesalahan orang lain. Tapi kita membantu mereka untuk menemukan cara memperbaiki kesalahan.

Kita sepakat, pendidikan itu memang kompleks. Tapi bukan berarti pendidikan tidak bisa dikoreksi. Karena di negeri ini sudah penuh sesak oleh orang-orang pintar. Mereka yang katanya orang-orang terbaik dengan kualitas pendidikan yang memadai. Namun kini, kita kehilangan nilai-nilai.

Maka pendidikan semesta, sangat membutuhkan karakter yang kokoh. Pendidikan yang value oriented, bukan knowledge oriented. Karena bukan gelar atau pangkat yang menjadikan kita terdidik. Melainkan implementasi dari ilmu dan nilai-nilai pendidikan itu sendiri.

Kesemestaan pendidikan harus berkontribusi terhadap perbaikan realitas kehidupan. Sehinggasemakin banyak ilmu seseorang maka akan semakin besar sumbangsihnya kepada orang lain. Seperti kata Marthin Luther King, “Life's most persistent and urgent question is "what are you doing for others"?”

Kesemestaan pendidikan adalah pekerjaan rumah dunia pendidikan saat ini. Untuk mengibarkan konsep pendidikan yang bertumpu pada “belajarlah dari masa lalu jika ingin mendefinisikan masa depan”. #PendidikanSemesta #BulanPendidikanKebudayaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun