Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Surat untuk Pendidik, Anak Didik dan Kaum Terdidik (Hardiknas)

1 Mei 2016   21:50 Diperbarui: 1 Mei 2016   21:55 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepada yang terhormat; Pendidik, Anak Didik, dan Kaum Terdidik.

Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei

Pasti kita semua senang bermukin di negara yang pendidikannya maju pesat. Alhasil, banyak orang pintar di negeri ini. Sekolah dan perguruan tinggi telah berhasil mencetak orang-orang pintar, orang-orang berpendidikan. Sekali lagi, Selamat! Inilah buah keberhasilan pendidikan.

Surat untuk Pendidik, Anak Didik, dan Kaum Terdidik

Jujur, saya sering mendengar dan melihat makin banyak orang-orang pintar di negeri ini. Hanya sayang, makin banyak orang pintar kok malah makin semrawut di negeri ini. Masalah bangsa bukan makin sedikit malah tambah banyak.

Saya sih yakin, bukan karena orang-orang pintar tidak ahli menyelesaikan masalah. Bukan pula karena kurang pengetahuan untuk memperbaiki negeri. Mungkin mereka hanya “kurang tahu” arti pendidikan. Mungkin waktu sekolah dulu, mereka hanya mementingkan penguasaan knowledge daripada value. Lebih banyak belajar pengetahuan daripada nilai-nilai dan etika.

Maka wajar, akibatnya banyak orang pintar di negeri ini seakan gak punya nilai dan moral yang berkarakter. Saya jadi makin bingung, mereka sebaiknya disebut kaum terpelajar atau terdidik ya?

Kepada yang terhormat; Pendidik, Anak Didik, dan Kaum Terdidik.

Coba deh ke luar rumah, lihat di jalanan? Kalo diperhatikan, banyak pengendara yang ugal-ugalan. Saling salip-menyalip. Seolah-olah, jalanan milik nenek moyangnya. Rambu lalu-lintas dilanggar. Gak ada yang mau antre lagi. Semua pengen cepat, buru-buru. Dan semua gak peduli akibat yang bisa terjadi. Keceakaan atau nyawa melayang seakan gak masalah. Lalu, apakah mereka bukan orang yang terdidik?

Bisa jadi, mereka waktu di sekolah dulu sering diajarkan untuk bekerja dengan cepat. Karena waktu adalah segalanya. Mereka memang sangat disiplin agar tiba di tempat tujuan tepat waktu. Tapi mereka lupa, cara untuk menghargai waktu adalah dengan kesabaran. Mungkin dulu di sekolah, mereka lebih banyak diajarkan kedisplinan tapi lupa menanamkan kesabaran. 

Terus jika terjadi kecelakaan, salah siapa? Nyawa loh taruhannya. Salah orang lain atau salah si orang pintar. Sungguh, semua itu harusnya bisa dicegah kalo mau bersabar dan gak usah buru-buru.

Kepada yang terhormat; Pendidik, Anak Didik, dan Kaum Terdidik.

Buat saya, pendidikan itu bukan pengganti kecerdasan. Pendidikan gak identik dengan kepintaran. Tapi pendidikan itu adalah kepekaan. Karena itu, pendidikan harusnya berbasis pada karakter, pada moral yang bisa menjadikan kita lebih baik dari waktu kemarin. Sama sekali keliru, jika pendidikan dipandang sebagai alat untuk menggapai kehormatan. Hingga akhirnya, banyak orang pintar hanya mempertontonkan keegoisan diri. Lalu, memandang dunia seperti miliknya sendiri. Apapun itu, segala sesuatu gak masalah dikorbankan asal keinginan dirinya terpenuhi.

Sungguh buat saya,lebih baik kita memiliki seribu kepekaan walau tanpa pendidikan. Daripada berpendidikan tetapi tidak peka sama sekali.

Sekarang ini, banyak anak muda yang pergi makan ke mana-mana, nongkrong pakai laptop di mana-mana? Tapi cuma sampah doang saja buangnya sembarangan. Coba deh pergi ke gunung, di jalur pendakian, banyak anak-anak muda yang kemping, melatih “bertahan hidup” di alam. Tapi sayang, gunung malah makin kotor sepulang mereka. Berapa banyak orang-orang pintar yang membersihkan muka dengan tissue? Tapi sesudah itu, tissue bekas pakai seenaknya di buang ke lantai, ke tanah.  Coba tanya lagi, apakah mereka bukan orang yang terdidik?

Mohon maaf. Saya memang bukan orang pintar. Namun saya telah mengenal, menerima, dan memikirkan banyak sekali pertanyaan. Dan kini terus mencari jawabannya …

Kepada yang terhormat; Pendidik, Anak Didik, dan Kaum Terdidik.

Kita memang boleh bangga, pendidikan di negeri ini maju pesat. Itu simbol kemajuan dan martabat bangsa. Semua kita pasti setuju. Kini, pendidikan sangat mudah diakses masyarakat. Aspek pedagogi dan andragogi dalam pendidikan, berlangsung seiring sejalan. Keren banget pokoknya. Pedagogi, menumpukan guru bertanggung jawab atas apa yang diajarkan. Andragogi, menargetkan anak didik mampu mandiri. Soal teori pendidikan gak perlu dibahas lagi, cucok alias keren. Itu semua kan buah pikiran orang-orang pintar.

Tapi, kenapa praktik korupsi tetap merebak di negeri ini?

Sampe-sampe negeri ini dinobatkan sebagai salah satu negeri terkorup di dunia. Padahal, kita semua tahu bahwa korupsi itu tindakan kejahatan dan berakibat buruk. Mau di pemerintahan, di politisi, di daerah-daerah, di lembaga hukum sekalipun. Korupsi seakan sulit diberantas. Lalu, apakah mereka bukan orang-orang berpendidikan?

Kepada yang terhormat; Pendidik, Anak Didik, dan Kaum Terdidik.

Saya juga ingin bertanya. Apakah orang-orang pintar memang suka mencari-cari kesalahan orang lain? Dulu waktu sekolah, mereka itu ikut mata pelajaran apa ya? Agama-kah atau PPkn? Kok sekarang, malah makin banyak kegaduhan di kalangan orang-orang pintar. Mereka saling menghujat, menjelek-jelekkan. Apa yang salah dengan pendidikan mereka? Jika mereka pemimpin, orang-orang kelas atas atau orang pintar, bukankah seharusnya mereka menjadi teladan di negeri ini? Untuk apa pula mereka terlibat adu argumen dan  omong kosong yang dipertontonkan kepada rakyat. Ingin memecah-belah. Atau mencari dukungan? Saya yakin, mereka tentu tidak bodoh, tidak pula tidak berpendidikan.

Mungkin mereka lupa kali ya.

Bahwa hasil tertinggi dari pendidikan itu adalah toleransi. Karena semakin orang paham perbedaan, maka dia makin paham makna kebersamaan.

Sungguh, lebih baik kita gak usah dan jangan pernah mencari-cari kesalahan orang. Justru kita seharusnya bantu mereka untuk menemukan cara untuk memperbaiki kesalahan.

Kepada yang terhormat; Pendidik, Anak Didik, dan Kaum Terdidik.

Saya menyadari pendidikan itu kompleks. Gak mudah tapi bukanberarti gak boleh dikoreksi. Negeri ini sudah penuh sesak oleh orang-orang pintar. Penuh oleh mereka yang katanya orang-orang terbaik dengan kualitas pendidikan yang memadai.

 

Tapi sayang, masih banyak di antara mereka yang "gagal" memaknai nilai-nilai sakral dalam pendidikan. Maka pendidikan kita, sangat butuh karakter yang kokoh. Pendidikan yang berbasis karakter. Value oriented, bukan knowledge oriented. Karena bukan gelar atau pangkat yang menjadikan kita terdidik. Melainkan implementasi dari ilmu dan nilai-nilai dari pendidikan itu sendiri.

Karena pendidikan, sungguh-sungguh harus berkontribusi pada realitas kehidupan.

Semakin banyak ilmu seseorang maka akan semakin besar sumbangsihnya kepada orang lain. Seperti kata Marthin Luther King, “Life's most persistent and urgent question is "what are you doing for others"?”

Maka pekerjaan rumah dunia pendidikan sekarang adalah “belajarlah dari masa lalu jika ingin mendefinisikan masa depan”. Selamat Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei.

#BelajarDariOrangGoblok

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun