4. Program wajib lainnya yang harus dipenuhi pemberi kerja/pelaku usaha adalah program PESANGON sesuai dengan UU No. 13/2003 tentang KETENAGAKERJAAN. Program pesangon merupakan kewajiban pemberi kerja kepada pekerja sebagai imbalan pasca kerja sesuai ketentuan yang berlaku. Pendanaan program pesangon dapat dilakukan melalui DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) melalui Program Pensiun untuk Kompensasi Pesangon (PPUKP) yang bersifat pooled fund atas nama pemberi kerja dan dibayarkan secara lumpsum. Masalahnya saat ini, masih banyak pemberi kerja yang belum “mencadangkan” dana pesangon untuk pekerja apabila suatu saat dibutuhkan. Jadi, harus mulai dicadangkan sekarang.
5. Untuk mengoptimalkan kesejahteraan pekerja juga tersedia program sukarela, seperti program pensiun yang diselenggarakan DPLK atau DPPK yang bersifat iuran pasti dan atau manfaat pasti sesuai amanat UU No. 11/1992 tentang Dana Pensiun.
Jadi, sebenarnya program wajib seperti JP, JHT, dan Pesangon menjadi sebuah keharusan. Pemberi kerja dan pekerja perlu bersinergi untuk mewujudkan “program baik” untuk memastikan kesinambungan kesejahteraan pekerja di hari tua atau masa pensiun. Di samping program JP dan JHT yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan, program PESANGON yang dikelola oleh DPLK pun menjadi bagian penting untuk memastikan ketersediaan dana pesangon pemberi kerja, khususnya pada saat diperlukan. Karena manfaat pensiun dari DPLK dapat dikompensasikan terhadap Imbalan Pasca Kerja sesuai UU No. 13/2003 maka program DPLK yang telah dimiliki tetap dapat dijalankan dan tidak terpengaruh dengan adanya program JP. Program DPLK baik yang alllocated fund (reguler) maupun yang pooled fund (kompensasi pesangon) dapat berjalan seperti biasa. Pemberi kerja/perusahaan yang sudah memiliki program DPLK justru menjadi lebih bonafid, lebih peduli terhadap kesejahteraan pekerja.
Patut diketahui pula, seluruh program wajib maupun sukarela untuk kesejahteraan pekerja patut diberdayakan untuk mencapai tingkat replacement income atau Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP) yang dianggap wajar dan memadai yaitu sebesar 70%-80% dari gaji terakhir. Karena setiap pekerja, untuk bisa mempertahankan gaya hidupnya butuh sekitar 70-80% dari gaji terakhir. Bagaimana caranya? Tentu dengan menjadi peserta pada program-program di atas, di samping rajin menabung dan investasi.
Jadi, skema kesejahteraan pekerja di Indonesia dapat digambarkan kira-kira seperti di bawah ini:
Apakah sudah selesai? Belum. Masih banyak “pekerjaan rumah” yang perlu dituntaskan. Kita masih butuh harmonisiasi masalah kesejahteraan pekerja di Indonesia. Memang JP sudah diberlakukan, tapi sosialisasinya belum. Di sisi lain, beberapa pekerjaan rumah ke depan yang patut menjadi perhatian seluruh pihak antara lain: 1) saatnya kita mengkamanyekan pentingnya #SadarPENSIUN, masa pensiun lebih penting daripada masa bekerja, 2) aturan main sudah cukup, tinggal fokus meningkatkan jumlah peserta JP, JHT, dan Pesangon, 3) Usia Pensiun Normal (UPN) pekerja di Indonesia yang saat ini di kisaran 55 tahun perlu ditinjau kembali, seperti di beberapa negara maju sudah bergerak di kisaran 65 tahun, dan 4) perlu adanya mekanisme pengawasan dan transparansi tata kelola program JP dan JHT karena menyangkut “uang puluhan juta pekerja”.
Aturan main tentang Jaminan Pensiun (JP) sudah ditetapkan, regulasi terkait kesejahteraan pekerja sudah lebih dari cukup, kini penting bagi kita untuk memahaminya dengan baik lagi benar. Biar gak bingung lagi, gak pusing lagi. Salam #SadarPENSIUN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H