Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak Muda, Kamu Butuh Sumpah atau Masalah?

3 Mei 2015   21:26 Diperbarui: 28 Oktober 2015   12:47 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak muda, kamu butuh sumpah atau masalah? Sumpah pemuda atau masalah pemuda?

Hanya kamu yang tahu, anak muda. Tentang apa yang terjadi di negeri kita. Tentang apa yang ada dan terjadi di dekat kita.

SUMPAH, kamu anak muda diperlukan ketika kamu punya tekad kuat untuk bergerak, membuat yang ada di dekat kamu menjadi lebih baik dari sebelumnya.

MASALAH, kamu anak muda pasti ada dan butuh diselesaikan dengan bijak. Bukan dikeluh-kesahkan atau didramatisir seolah dunia mau kiamat.

 

Anak muda, kamu butuh sumpah atau masalah?

 

Andai engkau tahu, anak muda. Di dekat kita. Atau bahkan kamu, sering kali mendramatisir masalah, mendramatisir keadaan. Hal-hal kecil sering dianggap besar. Dan lalu dipermasalahkan. Apa saja, inginnya dipermasalahkan. Akhirnya, waktu kita terbuang percuma. Atau jadi cepat lelah. Gak produktif, gak positif ….

 

 

[caption id="attachment_414711" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: Pribadi - Andai Engkau Tahu ..."]

1430663144705567013
1430663144705567013
[/caption]

Kasus sudah puluhan tahun lalu dipersoalkan lagi. Semua orang jadi ikut heboh. Urusan “dedengkot” partai berbeda paham, didramatisir sampe partainya pecah. Rupiah anjlok itu mengikuti mekanisme pasar, tapi kamu lebih senang "cari orang" yang bisa dijadikan kambing hitam. Ya, itu semua terjadi karena kita suka mendramatisir masalah.

 

Masalah didramatisir. Atau didramatisasi. Apalah namanya, anak muda. Intinya, kita lebih senang memperkarakan hal-hal yang sepele. Dikit-dikit pencemaran nama baik, dikit-dikit mengganggu ketenangan orang. Sampe urusan utang piutang dipolisikan. Nenek-nenek ambil kayu, bukan dibilangin malah diadili. Duhh, anak muda. Andai engkau tahu … Betapa seringnya kita mendramatisir masalah. Dibikin tegang, dibikin rumit sendiri. Seakan amat gawat. Nyatanya, setelah dijalani biasa-biasa aja kok.

 

 

 

Anak muda, katanya setiap orang punya masalah. Tapi itu bukan berarti, apa saja bisa dipermasalahkan kan?

 

Lalu, mengapa semuanya didramatisir? Bayangkan, kalo kita lagi ngobrol bertiga. Tahu-tahu bau kentut, terus main salah-salahan. Tapi tetap gak ada yang ngaku. Akhirya musuhan. Lha kok, kentut aja dimasalahin. Apalagi sampe dibawa ke pengadilan. Atas delik, perbuatan tidak menyenangkan …..

 

 

 

Andai engkau tahu, anak muda. Kalo ada masalah, kita semua pasti ingin menyelesaikannya. Betul gak? Tapi tidak perlu juga didramatisir. Masalah itu, mau ringan atau berat, yang penting menyelesaikannya bukan memikirkan masalahnya. Itu kata nenek moyang kita zaman dulu lho …

 

 

 

Jadi, gak usah deh mendramatisir masalah. Terus, kenapa kita merasa punya masalah paling berat sedunia? Padahal, ada orang lain yang mungkin punya masalah atau beban hidup lebih berat dari diri kita. Ya, mau gimana lagi? Karena sering mendramatisir masalah, akhirnya, kita atau negeri ini jadi tambah stress. Tambah ruwet kayak es dawet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun