Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Buat Mr. Calon Presiden, Kamu Paham Gak?

10 Mei 2014   19:50 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:39 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mr. Calon Presiden, kemarin sahabat saya terpecah karena mendukung satu di antara kamu.

Mr. Calon Presiden, hari ini tetangga saya tiba-tiba membenarkan persepsinya sendiri tanpa mau peduli lagi pada pendapat orang lain.

Mr. Calon Presiden, esok rakyat kita yang di kampung atau di kota, seketika jadi “orang bingung” dalam memilih. Dan itu karena kamu.

Mr. Calon Presiden, setelah kamu terpilih nanti, tolong kembalikan perbedaan moral yang sempat meruncing dan pembenaran persepsi rakyat bangsa ini. Agar tidak lagi bicara tentang AKU atau KAMU. Tapi tentang KITA.

Mr. Calon Presiden, kamu paham apa nggak? Ini suara hati seorang rakyat jelata, salah satu anak bangsamu ...

Mr. Calon Presiden...

Rekapitulasi hasil Pileg baru saja usai. Tak jauh beda dengan quick count selama ini. Genderang siapa “calon presiden” dari 3 partai papan atas telah ditabuhkan. Mereka ajarkan pada kami bagaimana berkoalisi tanpa izin. Hingga bikin “keributan internal”. Ada lagi yag segera “kawin” tanpa menuntut apapun. Belum lagi yang wara-wiri, nyari pasangan, nyari kecocokan pengen “kawin” atau tidak. Lagi-lagi, kami diajarkan betapa “silaturhami” penting asal ada motifnya. Puisi, Kuda, Helikopter, Nasi Kebuli pun ikut jadi “bumbu” di seputar kamu, Mr. Calon Presiden. Entah, apa yang sedang kita pertontonkan atau kami sedang menonton apa?

Mr. Calon Presiden...

Hari ini, esok dan hingga 75 hari ke depan, kami dan rakyat akan terus mengikuti “euforia” sepak terjang kamu, Mr. Calon Presiden. Suka atau tidak, pro kontra Mr. Calon Presiden makin marak. Black campaign, mengungkap “aib” para Mr. Calon Presiden udah jadi makanan sehari-hari kami. Omongan berbobot atau omong kosong jadi beda tipis. Terkadang bercampur emosi. Ada yang berdasar fakta, ada yang sebagian sisi saja. Ada yang benar, ada yang salah. Bahkan sedikit kasar. Yang hebat lagi, kami semua begitu “bertindak” secara individu seperti yang paling benar sendiri. Persepsi orang lain salah, yang benar Cuma AKU. Itulah kenyataan yang terjadi hari ini, Mr. Calon Presiden. Mungkin ke depan, kita semua akan makin vulgar. Mungkin makin malu-maluin. Ahh, sudahlah Mr. Calon Presiden, ini suara hati seorang rakyat jelata, salah satu anak bangsamu ...

Mr. Calon Presiden...

Saya tulis ini karena tertarik dengan fenomenamu, Mr. Calon Presiden. Sekalipun bangsa ini tengah belajar demokrasi, apakah ini cara yang pas dalam belajar? Ayo kita mikir bareng Mr. Calon Presiden. Terus terang Mr. Calon Presiden, kamu dan pengikutmu itu justru sedang mengajarkan cara berpolitik yang tidak elegan. Saling menjelekkan. Saling fitnah. Saling mencari borok dan aib. Mengapa bukan “berperang” tentang kemana bangsa ini kamu akan bawa? Mau diapain rakyat kita? Atau sekarang kita kayak apa dan mau dijadiin apa? Sementara korupsi tetap jalan terus. Belum lagi, sebagian anak-anak bangsa yang yang mengalami kekerasan seksual, paedofilia ada dimana-mana Mr. Calon Presiden. Ahh, sudahlah Mr. Calon Presiden, ini suara hati seorang rakyat jelata, salah satu anak bangsamu ...

Mr. Calon Presiden...

Berhentilah sejenak. Kita sama-sama introspeksi diri. Kita masih bisa kok berdemokrasi tanpa perlu menjelekkan yang lain. Berdemokrasi tanpa fitnah. Fair Play saja. Demokrasi yang tidak menyesatkan pikiran, jiwa, dan raga. Kita memang tidak sedang menuju disintegrasi bangsa secara fisik Mr. Calon Presiden. Tapi kita sedang dalam perjalanan menuju disintegrasi keharmonian. Meruncingnya budaya untuk berbeda dengan emosi. Menajamnya budaya “membenarkan pendapat diri sendiri”. Budaya egois, budaya keAKUan. Nantinya jadi budaya “Anti Sosial” karena bersteru itu menjadi lumrah. Ahh, sudahlah Mr. Calon Presiden, ini suara hati seorang rakyat jelata, salah satu anak bangsamu ...

Mr. Calon Presiden...

Saya sedikit gundah. Tapi saya juga ngeri. Sedikit takut. Takut peradaban bangsa kita hancur. Kasihan anak cucu kita nanti Mr. Calon Presiden. Apa yang kita belas hari ini seolah untuk hari ini saja? Padahal bangsa ini akan tetap ada di saat kita MATI, saat kita TIADA lagi.

Mengapa semua itu bisa terjadi Mr. Calon Presiden ?

Karena kita sedang suka pada 1) Menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah, 2) Membenarkan kebiasaan daripada membiasakan kebenaran, dan 3) Membuat-buat alasan atau berbuat karena ada alasan.

Kita sekarang lebih senang berdebat secara negatif di depan publik lalu melakukan usaha defensif, terlepas dari salah atau benar. Kita bilang persepsi kita yang paling benar tanpa mau berlapang dada bila ternyata salah.

Mr. Calon Presiden...

Kamu juga manusia kan ? Nah, manusia itu gak pernah puas, ingin selalu lebih dan berlebihan. Mungkin, kamu ingin berkuasa untuk melindungi diri dan kelompokmu Mr. Calon Presiden. Saya khawatir nanti kamu merasa menjadi orang yang berjasa sehingga selalu ingin dihargai dan diberi imbalan yang pantas menurut kamu, bukan menurut aturan.

Hati-hati Mr. Calon Presiden, saya khawatir saat berkuasa nanti kamu jadi orang yang gak kepengen MATI. Mati urusan Tuhan, Mr. Calon Presiden.

Mr. Calon Presiden...

Saya cuma mau memberi masukan saja:

-Hidup cuma sekali dan sebentar, jadi lakukanlah yang terbaik buat umat dan rakyat, bukan untuk diri sendiri.

-Tuhan selalu melek dan tahu apa yang kita kerjakan, jadi bersiaplah menerima pembalasannya.

-Manusia pasti bikin salah, jadi minta maaflah kepada mereka

-Semua tergantung niat, jadi kalau baik jangan takut disalahkan tapi dengar juga saran orang lain.

-Hati-hati dalam tindakan dan pujian, karena di saat lain akan bisa menjadi bumerang.

-Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya di hadapan Tuhan

Mr. Calon Presiden...

Itu saja pesan saya buatmu. Jadikanlah bangsa ini lebih baik karena kamu punya niat yang baik. Memang hari ini, kita bergerak dari perbedaan. Beda antara AKU dan KAMU. Tapi esok, tolong kamu kembalikan bangsa ini menjadai KITA. Kalau kamu tidak dapat penghargaan di dunia ini, yakinlah akan ada “penghargaan yang luar biasa” di akhirat
nanti.

Terima kasih Mr. Calon Presiden...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun