“Ya, dulu waktu saya kecil “ngaji” itu belajar baca Al Qur’an. Lalu ada juga “ngaji” seperti yang ada di TV sekarang. Ngikutin ceramah agama yang banyak pesertanya. Dan ada juga “ngaji” buat pengkaderan agar dogma suatu kelompok makin kuat mengalir dalam diri kadernya” terang Tono.
“Wah Mas, aku gak tahu. Ribet banget mikirin “ngaji” kayak gitu” tukas Surti, 'Bagiku sederhana aja Mas. Ngaji itu untuk semua orang. Dan bisa untuk belajar agama. Agar lebih tahu mana yang benar mana yang tidak benar" lanjutnya.
Atau bisa juga untuk mengkaji diri. Orang hidup kan juga harus mikir. Harus introspeksi diri atas apa yang telah diperbuatnya. Jadi ada teman gak ada teman, kita bisa “ngaji” kok Mas...” jawab Surti.
“Ohhhh gitu ya Bu, benar juga kamu” puji Tono.
“Ya Mas, ngaji yang penting substansinya. Belajar. Memperkaya ilmu dan pengetahuan. Baik soal agama atau soal kehidupan lainnya. Karena ilmu tidak akan datang jika tidak dicari. Ngaji itu artinya kita siap untuk terus belajar. Manusia tidak boleh puas dengan apa yang sudah diraihnya. Zaman berubah, maka kita juga harus menyesuaikan. Di situlah pentingnya kita mengaji” tambah Surti lagi.
“Jadi, menurut kamu, subtansi ngaji itu apa?” tanya Tono ingin tahu.
“Duh Mas, serius banget. Sederhana saja, ngaji itu menambah ilmu untuk diri sendiri. Agar bisa diberikan juga kepada orang lain. Tentu dengan cara yang benar, bukan cara provokatif. Gak usah mengaji untuk menyalahkan orang lain. Apalagi menghujat. Karena belum tentu benar. Mengaji itu agar kita lebih diridhoi Allah SWT dalam setiap sisi kehidupan. Itu saja” terang Surti bersemangat.
Surti berpikir ini momentum dirinya untuk mengekspresikan pendapatnya tentang mengaji. Agar tidak salah arah. Agar tidak ada tendensi jelek tentang kegiatan mengaji.
“Satu hal yang patut kita renungkan sekarang, Mas. Mengaji itu penting agar kita mau mengkaji diri. Apakah kita sudah jadi insan yang baik atau belum. Karena itu, harus ada ruang dalam diri kita untuk “mengaji”, apapun bentuknya. Ngaji jangan di langgar... tapi dikerjakan. Sesuai niat kita saja...” tutur Surti.
Mendengar jawaban istrinya, Tono terkesima. Ia terdiam, membisu. Harus ada ruang dalam diri setiap insan untuk mengaji, mengkaji diri dan belajar tentang agama. Tono kembali berpikir keras, ingin memahami dengan jernih tentang mengaji. Fenomena mengaji yang makin semarak seperti sekarang.
"Sungguh, mengaji itu perlu. Agar kita sebagai manusia tidak seperti orang yang sakit. Karena banyak orang sakit yang tidak mau berobat. Ia merasa sakiitnya akan sembuh sendiri. Lama kelamaan sakitnya juga akan hilang. Teramat tidak benar sikap itu” pikir Tono.
Begitulah mengaji seharusnya. Setelah sekian lama kita terpisah dari-Nya, mabuk dalam kehidupan duniawi. Maka mengaji bisa menjadi sarana manusia untuk "berobat" agar sembuh dari penyakit dunia. Dengan mengaji, maka kita akan tahu peyebab penyakit hati yang ada dalam diri. Agar tidak stres, tidak galau dalam hidup" papar Tono.