Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puasanya Surti; Mudik Lewat Sini Saja

19 Juli 2014   07:03 Diperbarui: 25 Juni 2016   12:14 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jadi secara moral, esensi mudik bagi kita apa Mas?” rasa penasaran Surti masih belum berakhir.

“Sangat esensial. Mudik itu sangat sakral. Dan punya esensi moral bagi pelakunya. Niat baiknya, mereka mereposisi kembali hakikat HIDUP-nya untuk berpegang pada 4 filsafat hidup manusia. Pertama, LEBARAN sebagai tanda “selesainya” kewajiban kita dalam berpuasa, tarawih, dan zakat. kedua, LUBERAN sebagai tanda “melimpahnya” rezeki kita untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan, air yang melimpah pasti tumpah ke bawah. Ketiga, LEBURAN sebagai tanda “melebur kesalahan dengan cara saling bermaafan. Dan keempat, LABURAN sebagai tanda “memutihkan” diri untuk senantiasa menjaga kebersihan diri lahir dan batin" jelas Tono.

Mendengar penjelasan suaminya, Surti menganggukkan kepala. Tanda setuju dan betapa pentingnya mudik. Bagi Surti, setiap tempat mudik adalah tempat kembalinya manusia, kembali ke pangkuan-Nya. Mudik menjadikan manusia "sadar diri". Sadar ketika kita lahir, tak bawa apa-apa, tak ada kuasa apapun. Maka mudik, simbol bahwa manusia bukan apa-apa, bukan siapa-siapa. Begitu batin Surti mengakhiri obrolan.

"Sungguh, mudik itu bukan hilir mudik. Tapi pengakuan jiwa untuk berubah dan menjadi lebih baik. Maka mudik tak perlu membawa kesombongan, keangkuhan. Tapi mengembalikan diri ke tempat asalnya. Mudik lewat jiwa saja, bukan hanya lahir semata" dalam hati Surti.  

Surti pun terdiam haru. Sambil sedikit menetes air matanya ... #PuasanyaSurti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun