Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terlalu Cepat Menyimpulkan; Gak Tahu Mana Sebab Mana Akibat

18 Januari 2015   08:10 Diperbarui: 21 Oktober 2016   05:57 2254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bete gak sih. Zaman gini, masih ada orang yang modal kebenaran kecil mengaku sebagai pemilik kebenaran mutlak.

Orang-orang yang terlalu cepat menyimpulkan. Terlalu mudah memvonis sesuatu. Itulah orang-orang ceroboh. Gak tahu mana sebab, mana akibat. 

Gak semua yang kita pikir itu benar. Apalagi menduga yang diperbuat orang lain itu salah. Lalu, kita mau bilang pikiran kita benar? Dan semua orang yang berseberangan dengan dia salah. Itu ilmu dari mana kawan. Kasih tahu dong, biar saya juga bisa berguru sama ente.

 

Ceroboh, kalo terlalu cepat menyimpulkan.

Lalu kamu bilang sesuatu yang jelek itu musibah. Sesuatu yang baik itu anugerah. Belum tentu kok. Karena kita gak pernah tahu apa yang akan kita dapatkan selanjutnya. Kita gak tahu apa yang akan terjadi sesudahnya. Mengapa terlalu cepat menyimpulkan? Terlalu cepat memvonis!

Kamu yang pembenci, kenapa orang lain yang dihujat. Kamu yang pendendam, kenapa orang lain yang dicaci maki. Kamu yang pembela mati-matian, kenapa orang lain disuruh ngikutin kamu. Bete gak sih berteman sama orang kayak gitu.  

Lagi kuliah pengen cepat selesai, lalu bekerja. Setelah bekerja malah tersiksa. Pengen begini, pengen begitu tapi gak ada yang bisa dihasilkan. Lalu bilang "belom jodoh". Lha, gak ada yang dikerjain, tentu gak ada hasilnya kawan. Akhirnya, obat paling mujarab cuma bisa bilang, "gak apa gak berhasil, yang penting sudah berusaha". Tapi dalam hatinya menyesal, nyesel banget. Emang, udah sebesar apa sih usaha kamu? Serem banget gak sih, kamu. Ceroboh, terlalu cepat menyimpulkan, ditambah gak bersyukur lagi.

Ceroboh, banyak orang sekarang terlalu cepat menyimpulkan. Modalnya cuma amarah, emosi dan pikiran negatif. Gak ada yang lain. 

Maaf nih. Kayak yang lagi jomblo.... Iya jomblo, yang katanya sendirian. Kadang juga terlalu cepat menyimpulkan.

Baru papasan sebentar. Dan gak sengaja mata saling bertatapan. Hati langsung berbunga-bunga aja. Dalam hati, langsung bilang kayaknya cocok tuh cewek ama gue. Kayanya gue lagi jatuh cinta nih. Hahaha, cepet banget lo mblo bikin kesimpulan.

Padahal gak kenal, ketemu orang di jalan, dikasih senyum. Langsung ke-geer-an. Lalu, bilang ke temennya, “kayaknya gue jatuh cinta ama cowok itu”. Dasar jomblo .... hehehe, suka terlalu cepat menyimpulkan.

 

Bagaimana mungkin kita bisa menyimpulkan sebuah buku dengan hanya membaca satu halaman saja. Sungguh, kita terlalu cepat menyimpulkan. Tentang apapun, tentang apa aja yang terjadi pada diri kita.

 

Ya, kita emang suka kecepetan. Apa aja disimpulin duluan. Apa aja divonis duluan. Mungkin gak cuma si jomblo sih. Orang banyak juga suka gak sabaran. Akhirnya, bikin kesimpulan sendiri. Mungkin itu udah sifat manusia kali ya. Kata orang udah dari sono-nya. Gak tahu sono yang mana ? Sono-nya elo keless.

Orang tua juga suka terlalu cepat menyimpulkan. Memvonis anaknya begini, begitu. Pernah denger ucapan begini gak? “Udah, gak usah banyak alasan. Kamu pasti main ke tempat itu lagi ya”. "Pasti kamu belum belajar ya, dasar anak susah diatur". Begitulah, orang tua yang suka "nyalahin" anaknya. Terlalu cepat menyimpulkan.

 

Gubernur yang menggusur warga di bantaran kali, biar lebih tertib hidupnya ehh malah dibilang tidak berpihak pada rakyat. Presiden yang menaikkan harga BBM, ehh malah dibilang gak becus mimpin negara. Pilihannya beda, cara pandangnya beda ehh malah dibilang pendangkalan akidah. Terus, apa lagi besok-besok yang mau kamu simpulkan? Ceroboh banget sih kamu. Memang gak ada yang salah sih. Tapi kenapa terlalu cepat menyimpulkan? Kamu tahu gak, itu semua cuma "gejala awal", belum bisa disimpulkan. Kalo kata orang pinter, baru  hipotesis. Udah ahh, gak usah terlalu cepat menyimpulkan. Apalagi menebarkan berita yang gak benar. Itu fitnah tahu .....

 

Kita itu, memang suka terlalu cepat menyimpulkan.

Sungguh, di balik lembar musibah bisa jadi tersimpan berkah yang tiada tara. Dan sebaliknya, di balik anugerah yang melekat juga ada cobaan yang besar. Semuanya butuh proses panjang, gak bisa terlalu cepat disimpulkan. Namanya juga HIDUP, gak bisa dinilai secepat kilat, gak bisa keburu-buru divonis jelek atau baik. Karena HIDUP bagaikan lembaran-lembaran buku yang telah ditulis Tuhan. Kalo kamu beragama, harusnya percaya dong semua itu skenario Tuhan.

Saat terjadi bencana, ratusan orang meregang nyawa. Lalu kita bilang, “Ya Tuhan, mengapa Engkau menurunkan cobaan ini?”.  Padahal, masih ada ratusan juta manusia yang tetap hidup di sampingnya. Terlalu cepat menyimpulkan, kita sering seperti itu. Hingga gak bisa lagi bedain mana sebab, mana akibat? Kita makin kehilangan akal sehat, bahkan moral karena terlalu cepat menyimpulkan. Sungguh ceroboh, kalo terlalu cepat menyimpulkan. terlalu cepat memvonis segala sesuatu.

 

Ya begitu deh, manusia memang sering terlalu cepat menyimpulkan.

Apapun. Dan soal apa aja. Gak ditegur dikit, udah bilang sombong atau lagi marah. Dapat kerjaan yang belum pernah, udah bilang mana sanggup, gak bisalah. Tetangga beli sesuatu, mikirnya macam-macam. Sombong-lah, kebanyakan duit-lah. Emang kalo tetangganya beli apa-apa mau lewat mana, kan jalan ke rumahnya cuma itu doang. Lagian kamu mikirin amat sih yang kayak gituan.... Pikirin dong diri kamu sendiri!

 

 

Saking lemahnya kita sebagai manusia. Kita jadi terlalu cepat menyimpulkan. Belum jelas, belum tahu banyak, belum dikaji, udah disimpulin. Gak bisa bedain mana sebab mana akibat, kita buru-buru nyalahin orang. Memvonis jelek, memvonis gak becus, dan vonis lain-lainnya. Sungguh, apa yang ada di pikiran kita itu belum tentu benar? Kalo begini caranya, makin pucing makin gak ada yang beres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun