Sungguh malang nasib ku hari ini. Sebagai seorang setengah waras, pasti sangat mengeluh. Bila jam 6 pagi sudah berangkat pergi ngantri bensin di pom kecamatan yang jauh nya sekitar 20 km dari rumah. Dengan jalan yang berlubang-lubang dan terseok-seok. Setelah ngantri sampai siang ternyata tidak kebagian setetes pun bensin. Duh. . .duh. . .duh sangat sial. Sengatan terik matahari seolah membakar kepala yang setengah botak tidak di rasakan. Ternyata pulang membawa kecewa penuh, setengah menghujat. Seperti nya kita ini hidup di zaman kodok belum enak. Bahkan ada yang ngedumel bagusan ikut integrasi dengan Brunei saja. Biar urusan bensin tidak ngecekik hati seperti ini. Masa antri bensin berjam-jam tidak kebagian. Karena buka Cuma setengah hari itupun kadang buka-kadang nggak. Sementara beli di eceran antara sepuluh sampai lima belas ribu per botol tidak penuh. Sungguh aturan kadal buduk yang menyengsarakan manusia setengah hidup. Padahal sama-sama satu wilayah Negara. Kenapa segalanya berbeda . . .? di jawa kata moyang ku bensin paling tinggi enam ribu saja, kenapa disini bisa sepuluh ribu paling rendah. . .? di mana pemerintah. . .? apa Cuma sibuk ngitung uang setengah halal. Atau ngejar janda setengah telanjang. . .? aku nggak tahu. Yang jelas bensin membuat orang miskin bin mlarat setenga streees. . . . . . .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H