Mohon tunggu...
Syarief Budi Aji[SBA]
Syarief Budi Aji[SBA] Mohon Tunggu... lainnya -

Rakyad sejati yang golput dan ingin mewujudkan tatanan Negara adil dan makmur berdasarkan firman Tuhan. Tidak punya aji mumpung dan ikut-ikutan. Dan berkeyakinan; Bahwa manusia pilihan Tuhan berbeda dengan manusia pilihan rakyat yang cuma ikut-ikutan memilih. \r\nSumber mulya,Talisayan, Berau, KALTIM.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Para intelektual bangsa, jngan cuma punya ilmu ikut-ikutan.

13 Januari 2012   03:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:57 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ilmu ikut-ikutan atau dalam bahasa jawa di sebut; Anut grubyug, ora ngerti rembug, ini telah lahir ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu barangkali. Tetapi sampai sekarang masih tetap marak dan laris di pasaran masyarakat.Baik pasaran media, politik, dan budaya,. Contoh: Pada zaman Nabi Ibrahim mengahancurkan Berhala Namrud, walaupun Ibrahim berkata sejujur nya bahwa berhala itu tidak pantas di sebut Tuhan, tetapi sebagiaan besar penduduk tetap sepakat untk membakar Ibrahim. Karena patuh pada perintah Namrud. Walaupun sebagian besar dari mereka saat itu Cuma ikut-ikutan. Tidak mengerti masalah keTUhanan. Ketika zaman Musa juga seperti itu. Ketika Musa mengatakan bahwa diri nya mendapat kan tugas dari Tuhan untuk menggembalakan umat Israel, semua orang juga ramai-ramai mencemo,oh karena masih punya tradisi patuh dan ikut-ikutan pada perintah Fir’aun. Zaman Isa juga seperti itu, zaman Nabi Muhamad juga serupa dan sampai sekarang ternyata ilmu ikut-ikutan ini masih terus menggejala di seluruh bumi. Di bidang media umapamanya, kalau ada berita yang lagi trend di pasaran, ramai-ramai semua bikin berita yang sama. Sandal jepit, semua bikin berita sandal, . . .rok mini, semua bikin berita rok mini. Joko wi, DI, MMD semua tentang beliau bertiga. Ikut-ikutan heboh.

Di bidang politik; Dulu saat bapak Proklamator kita mengumandangkan gema kemerdekaan dan demokrasi, semua rakyat menyambut dengan gegap-gempita. Sambil mengepalkan tangan loncat-loncat dan berteriak gembira. Walaupun sebagian besar rakyat tidak tahu apa itu demokrasi. Hal ini pernah saya tanyakan kepada orang tua saya. Pokok nya ikut-ikutan aja deh, kata Beliau saat itu. Sekarang; Ketika PARPOL menyuarakan gerakan pembaharuan dan bagi-bagi kaos, rame-rame rakyat mendukung nya. walaupun saya yakin sebagian besar darimereka juga tidak tahu tujuan pembaharuan seperti apa yang di maksud PARPOL tersebut.

Ilmu ikut-ikutan memang hukum nya boleh atau Mubah. Tapi bisa berubah menjadi makruh atau kharam, sunnah atau wajib tergantung dariapa dan bagaimana yang di ikutinya. Ini tantangan bagi orang-orang yang mempunyai daya inteligensi quotion {IQ} kelas sedikit agak tinggi. Mesti nya tradisi ikut-ikutan yang sekarang bisa meresahkan masyarakat seperti ikut-ikutan korupsi, ikut-ikutan demontrasi, ikut-ikutan politik gombal , money politik, { politik uang} atau ikut-ikutan menggrogoti kekayaan Negara, ideal nya harus di hentikan.Maka dari itu ideal nya atau sebaik nya anak-anak muda kita yang punya wawasan dan punya daya intelekual, harus bisa menjadi cermin bagi masyarakat yang menyoroti dan mengikutinya. Supaya rakyat bisa mengikuti kebenaran yang di coontoh kan oleh para intelektual yang agamis. Jangan Cuma bisa demo tapi tidak bisa memberi solusi, atau menyalakan kompor tapi tidak bisa bikin opor. Ibarat menyalakan api tanpa menanak nasi. Yang seperti ini hanya membuat suasana menjadi heboh tanpa buah. Ini fakta. Ingat tahun 1998 lalu. Setelah kejatuhan kakek Sueharto, ternyata gaung reformasi yang di cetus kan saat itu tidak mempunyai dampak apa-apa bagi ekonomi rakyat. Karena saat itu sebagian besar dari demonstran mungkin hanya ikut-ikutan. Belum mempunyai planing yang jelas. Berfikir dua kali, baru berbuat, mungkin lebih bijak dari pada yang penting berbuat tapi tidak tahu akibat. Yang seperti itu hanya pantas di lakukan orang-orang berdaya fikir kelas teri. Sekali lagi saya berharap semoga para intelektual kita mempunyai kebijakan yang agamis.

Salam : Syarief budi aji Sumber mulya KALTIM

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun