Mencermati diskursus di media sosial sepekan terakhir, selain hebohnya soal virus Corona, juga soal wacana kepulangan orang-orang ISIS ke tanah air. Hampir semua orang, tak ada yang setuju jika mantan pejuang ISIS itu boleh pulang ke tanah air ini, di mana mereka berasal.Â
Menteri Agama RI Jenderal Fachrul Razi, adalah pejabat yang paling kerap dikritik. Kebetulan, pensiunan TNI bintang empat ini pernah mewacanakan kepulangan pejuang ISIS ke tanah air.Â
Menariknya, di antara para pengeritik tersebut, tentu saja mayoritas warga dan aktivis NU. Ini selain mereka ini memang sangat murka pada pejuang ISIS yang membangkang pada NKRI, ada kemungkinan juga karena ada rasa "jengkel" nya pada Menteri Agama episode kedua Jokowi ini, yang tidak memilih orang NU sebagai Menteri Agama. Buktinya, jika sebelumnya cenderung membela negara, hari ini relative lebih kritis, untuk tidak menyebut galak. Nyatanya bunyinya pun cukup sarkastis, "ganti Menteri Agama".
Namun sesungguhnya, yang tak setuju mantan pejuang ISIS dikembalikan ke tanah air itu tentu saja tak cuma orang NU. Teman saya perempuan, dosen di sebuah PTN, pun serta merta tak setuju. Â Dia boleh jadi ybs mewakili kalangan non-muslim yang tak setuju mantan pejuang ISIS itu balik ke negeri asalnya.
Tokoh kebanggaan NU, Dr. KH. As'ad Said Ali, pun akhirnya buka suara. Sebagai mantan Wakil Kepala BIN, ia sangat kuatir jika orang-orang itu dipulangkan. Namun beliau juga tak membuat rumus baku, karena atas dasar kemanusiaan, maka anak-anak dan perempuan itu perlu diperhatikan. Mantan Wakil Ketua Umum PBNU ini menyerahkan pada negara, dan sebaiknya via pengadilan.
Tiga Kelompok
Bagi saya, orang-orang yang nekad meninggalkan bumi pertiwi ini, karena ikut berjuang di bawah ISIS di Syria dan Iraq itu ada 3 (tiga) golongan. Pertama, kelompok dewasa laki-laki. Bagi saya, orang inilah yang paling berdosa. Merekalah pembuat petaka. Mereka itu pemutus, pergi ikut berjuang bersama ISIS di Suriah.
Jika saya dibolehkan jadi hakim, maka dipersidangan, semua laki-laki dewasa ini saya vonis hukuman mati. Karena merekalah pungkala melapetaka ini. Merekalah yang mengajak isteri, anak dan keluarganya. Bahkan kawan dan tetangga lainnya. Mereka boleh pulang, tetapi langsung di bawa ke sebuah camp, untuk dihukum tembak beramai-ramai.Â
Kedua, perempuan, ibu-ibu, atau emak-emak. Terhadap mereka ini, saya cek dan telusuri satu persatu, dan dalam-dalam. Jika mereka actor, ya dihukum mati. Tetapi jika mereka cuma diajak suami, dirayu, ya diampuni. Dibina dan diberi bimbingan, latihan dan arahan. Hemat saya, ini sesuai dengan norma Pancasila, dan ajaran agama apa saja, wabil khusus Islam
Ketiga, anak-anak. Walau anak-anak, tetap saja bisa dihukum mati. Tentu setelah melalui hasil investigasi mendalam. Saya, walau cuma baca di media, sangat prihatin. Saya sendiri pernah melihat korban anak-anak Manusia Perahu asal Vietnam, akibat perang saudara di sana. Betapa mereka itu tak punya masa depan.Â
Itu sebabnya, khusus anak-anak, saya termasuk yang welcome jika dipulangkan. Â Sayang respon rekan-rekan di medsos berkebihan, dibilang Sok Pahlawan lah. Opininya dipukul rata. Padahal yang saya bela cuma anak-anak saja. Itu juga cuma sebagian, yang memang karena ortu saja. Â