Kini 74 tahun sudah negeri ini merdeka, bebas dari penjajahan. Banyak perubahan yang sudah terjadi, dan banyak hasil yang bisa dinikmati. Namun perjuangan tak boleh terhenti. Perjuangan harus selalu digelorakan. Anak muda, mahasiswa khususnya, yang kini tergabung dalam komunitas melinial, tak boleh menjadi apatis. Mereka harus tetap bergerak, maju ke depan.
Demo mahasiswa, atau unjuk rasa, harus tetap dilakukan. Tentu jika itu memang sangat diperlukan. Kondisi demo hari ini berbeda jauh dengan demo tempoe doeloe. Jika dulu pelakunya tulus, semata untuk kemajuan. Sedang demo hari ini resisten dimasuki kelompok lain, yang tujuannya beda. Umumnya mereka ingin merusak sistem yang sudah disepakati, sudah lama dibangun.
Maka itu, gerakan perjuangan mahasiswa, lebih baik diarahkan ke model lain. Taruhlah dalam rangka memajukan bangsa. Untuk memajukan umat. Misal ikut mengatasi tantangan masa depan umat, yang tentunya juga menjadi tantangan bangsa ini.Â
Hal ini pernah dibahas 43 ulama dan intelektual muslim dari 36 negara di Bogor bulan Mei 2018 lalu. Â Melalui Forum "High Level Consultation of World Muslim Scholar on Wasatiyyah"Â muncul keprihatinan bersama terkait beragam masalah di kalangan umat, menyusul tingginya tantangan global umat, berupa intoleransi, eksremisme, Islam phobia, terorisme, hingga masalah kemanusiaan, seperti pengungsi dan bencana yang dibuat oleh manusia itu sendiri (tempo.com - 02 mei 2018).
Ketua Komunitas Muslim Italia, Yahya Sergio Pallavicini, merespon forum ini sangat urgent. Karena melalui forum ini para ulama dan ilmuan muslim bisa mengkaji akar permasalahan yang kini terjadi. Bagaimana pun menurutnya, beragama itu tak sulit, hanya manusianya yang membuat kompleks.
Pandangan Pallacivini ini sejalan dengan pendapat Ketua Dewan Pusat Dialog Islam Sarajevo, Mustafa Ceric. Menurutnya, umat Islam sedang menghadapi tantangan terorisme, Islamphobia, dsb.
Menurutnya, Islam phobia bukan menyerang Islam karena adanya garis sejarah. Umat Islam di dunia ini tak punya "dosa". Umat Islam tak terlibat dalam Perang Dunia I, Perang Dunia II. Pembuatan Bom Atom tak diprakarsai umat Islam. Karena itu tak ada alasan umat takut, bersikap defensif. Apalagi umat Islam sangat menghargai perbedaan.Â
Untuk itulah umat perlu membangun peradaban, yang dinamis, maju, dan berkesinambungan. Inilah yang juga dipaparkan Din Syamsuddin, Utusan Khusus Presiden RI untuk Bidang Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban dalam forum tersebut.Â
Mantan Ketua PP Muhammadiyah ini telah memperlihatkan peradaban yang berbeda dengan mainstrem kebanyakan tokoh muslim lainnya, setidaknya saat gerakan Alumni 212 dikumandangkan.Â
Ia memilih tak ikut. Alasannya, yang diperlukan hari ini adalah membangun dan mengembangkan infrastruktur kebudayaan Islam, serta aksi-aksi nyata untuk meningkatkan mutu kehadiran umat dalam berbagai bidang Maka itu menurut Din Syamsuddin, "perlu langkah strategis yang lebih menekankan praktek keislaman dari pada menampilkan mob polisme keagamaaan" (tempo.co -- 30 Nop 2017).
Gerakan nyata para mahasiswa, yang tergabung dalam komunitas melinial Indonesia hari ini, jauh lebih urgent ketimbang berdemo dengan berpanas-panas. Mengganggu jalan raya, dan sebagainya. Nyatanya, kematian yang menimpa. Aspirasi lebih dihargai jika disampaikan langsung. Buktinya, saat Buya Syafi'i Ma'arif dkk menghadap presiden, mengusulkan Perpu KPK, presiden berubah pikiran. Usulan itu sedang dipertimbangkan. Kita tunggu saja hasilnya, walau ada pro kontra.