Seperti diketahui, ada dua poros besar arus (aktivitas gerakan) mahasiswa dalam menjalankan fungsi civitas akademika di PT. Pertama, model Anglo System, di sini kampus dan civitas akademikanya mengembangkan kelanjutan Universitas Studiosorum. Model ini telah dipengaruhi para insustriawan Inggris dan Amerika, yang merancang kurikulum pendidikannya dengan kebutuhan lingkungan, yakni kebutuhan industri.Â
Mahasiswa dalam konteks ini tak hanya belajar dana, dan lulus sarjana, melainkan juga peduli dengan situasi lingkungan yang terjadi di luar kampus. Mahasiswa dalam hal ini bisa melakukan karya nyata, pengabdian, bahkan unjuk rasa sebagai bentuk kepedulian sosial.Â
Kedua, model Kontinental System, sebagai tindak lanjut dari Universitas Magistorum. Model ini lebih menekankan pada masalah-masalah penelitian saja, pemahaman keilmuan, studi banding, laboratorium, tanpa perlu harus memperdulikan situasi dan perkembangan yang terjadi di lingkungan sekitar kampusnya.
Maka itu, dulu kampus kerap dituding sebagai "the ivory tower", menara gading. Sebagai menara gading, maka kehadiran kampus menjadi mengawang-awang, tanpa pernah ngerti apa yang terjadi di sekitarnya.
Burhan D Magenda, pakar politik dari UI, dalam Jurnal Ilmiah PRISMA, Desember 1977, melalui tulisannya : "Gerakan Mahasiswa dan Hubungannya dengan Sistem Politik", menyatakan, gagasan model Inggris dan Amerika itu tak semudah yang dibayangkan untuk diterapkan di negeri ini. Hal ini katanya, karena dari awal pendirian PT lebih didominasi oleh gagasan dan kepentingan kolonial Belanda.Â
Alasannya, pertama, karena sejak dekade pertama awal abad ke-20 di nusantara ini sudah diperkenalkan tentang sisi politik etis. Kedua, sebagai upaya untuk memperoleh tenaga-tenaga menengah lokal, yang diperlukan untuk perluasan ekonomi kolonial, yang juga sudah diperkenalkan sejak akhir abad ke-19, dengan kurve pertumbuhannya berpuncak pada tahun 1920-an.
Sedang sejarawan UGM, Kuntowijoyo di harian Pelita, 31 Juli 1981, mencatat bahwa kelahiran PT di Indonesia telah melahirkn kesadaran tentang perlunya berjuang lewat satu alat modern, yakni organisasi. Faktor-faktor inilah yang menurut Kuntowijoyo telah mendorong kelahiran Syarikat Islam, dan pergerakan nasional lainnya.
Maka itu PT mau tak mau harus punya dampak positif buat cakrawala berpikir mahasiswa pribumi. Dari sana akan lahir kesadaran baru di kalangan anak muda, dari faktor-faktor yang membuat negeri ini terpuruk, terjajah (kala itu), kini pun masih terjajah oleh budaya asing, keterbelakangan, dan lain sebagainya. Mahasiswa pun harus bangkit, semangat nasionalisme, dan patriotisme.Â
Karenanya, mahasiswa juga tak cukup hanya terhenti sampai menjadi seorang pemikir saja, melainkan juga secara simultan menjadi pejuang yang melekat dalam di dirinya. Bagaimana pun mahasiswa Indonesia itu pemikir, sekaligus sebagai pejuang. Untuk Indonesia yang lebih baik dan maju, terdepan.
Peradaban Bangsa
Kondisi sosial ekonomis, bahkan ideologis perjuangan hari ini tentu berbeda dengan psikologis ideologis, dan sosial ekonomis dengan saat negeri ini berada dalam langkah perjuangan kemerdekaan. Saat negeri ini masih dalam cengkraman kolonial asing, Belanda.Â