Mohon tunggu...
M Syarbani Haira
M Syarbani Haira Mohon Tunggu... Jurnalis - Berkarya untuk Bangsa

Pekerja sosial, pernah nyantri di UGM, peneliti demografi dan lingkungan, ngabdi di Universitas NU Kal-Sel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Optimalisasi Peran Umat Memerangi Penyakit Akut

21 Mei 2019   05:23 Diperbarui: 21 Mei 2019   05:31 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan Munawar  Abdurohhim, yang tersebar via sejumlah media sosial, berjudul : "Aku Gak Pernah Ngerti Antum" cukup menyayat perasaan. Bagaimana tidak ? Dari tulisan pendek dan ringkas itu, kita seperti kehilangan logika, mana yang hak dan mana pula yang bathil.

Lihat saja cuplikan alenia per alenia tulisan tersebut ... Katanya (tulisan disesuaikan) : "aku muslim seperti antum, imam di sebuah masjid kecil, salat berusaha berjamaah. Nyaman dan damai. Bagaimana aku harus mengiyakan antum yang berteriak, 

"Rezim sekarang anti Islam, doyan kriminalisasi ulama!" sementara kiayi dan guru-guruku bebas mengajar, bahkan rizki yang aku makan dari negara sebagai guru kitab Jurumiah yang dimodif sesuai kurikulum sekarang?" 

"Aku guru ngaji, suka menulis, buku yang dibeli hak ciptanya oleh Pusat Kurikulum dengan harga lumayan tinggi judulnya Mengenal Dasar Ekonomi Syariah. Bagaimana aku mengiyakan antum yang berteriak, "Kurikulum di kita kurikulum thagut dan berporos ke Peking!"Ditambahkannya, "aku suka bengong ketika kalian berteriak, "Indonesia sedang darurat komunis. Rezim kita banyak disusupi orang PKI, Indonesia mau dijual ke China!" 

"Bagaimana aku mengiyakan teriakan antum dan dipaksa aku merasakan kegentingan ketika aku tak merasakan ketakutan apapun di kampungku yang damai. Jika pun komunis ada, keberadaan mereka itu laksana seekor nyamuk. Cenel. Kenapa kalian sikapinya sebegitu riweuh dan dibikin seolah genting mencekam? Tak perlu antum siapkan meriam untuk melenyapkan seekor nyamuk?"
"Aku pernah ke China, bahkan memberi pengajian di sebuah taman di Nanjing untuk mahasiswa Indonesia. Murid-muridku banyak yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah sana, termasuk istriku. Kata siapa mereka dikekang menjalankan ibadah? Kenapa kalian hanya berteriak jelang pilpres tentang jutaan tenaga asing asal China yang padahal puluhan ribu dibanding ratusan ribu mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa pemerintah China? Mereka belajar sains dan bisnis. Bukan belajar komunis."

"Saudaraku, sesakali keluarlah dari liqa dan halaqahmu. Aku kasihan antum menikmati Islam sebagai agama yang kaku, keras dan panas. Menatap diri sebagai yang paling benar dan menatap saudara tak sepaham denganmu sebagai orang sesat dan ahli bid'ah. Sesekali duduklah bersamaku, menikmati mekarnya bunga Wijayakusuma di pelataran masjid. Antum akan merasakan luwesnya Islam di kampungku, di sekitar kita. Dan kamu akan mengerti, kenapa aku tak pernah bisa mengiyakan teriakanmu dan provokasimu".

"Saudaraku, Pilpres telah usai. Rakyat telah memilih pemimpinnya. Provokasimu ternyata tak berhasil. Pilpres itu berebut kuasa. Politik! Kenapa harus dilumuri oleh identitas agama, sih? Kecurangan terstruktur, sistematis, masif. 5 tahun lalu kata-kata itu memekakkan telinga. Cukup, jangan dipekiki takbir untuk menyampaikan tudingan kecurangan."

Saya sama sekali tak kenal siapa Munawir Abdurohhim ini. Tetapi tulisan pendeknya ini, yang mencerminkan kegelisahannya sebagai bagian ummat Islam, yang juga sekaligus cermin kegelisahan ummat Islam Indonesia dewasa ini, adalah sebuah persoalan besar. Apa jadinya negeri ini, negeri terbesar ummat Islam di seluruh dunia, jika cara berpikir ummatnya sudah terkontaminasi pola pikir seperti ini (semoga saja tidak semuanya, aamiin ....!!!)

Pola pikir yang terbalik itu, dan nampaknya sengaja di bolak balik terasa sekali dalam kehidupan ummat Islam sehari-hari dewasa ini. Selain isu-isu yang dibeberkan oleh Munawar tersebut di atas, ada banyak isu dan gosip yang dibolak balik. Misalnya, walau sama sekali tak ada keinginan pemerintah untuk membubarkan Kementerian Agama, gosipnya rezim sekarang ini akan membubarkan kementerian tersebut.   

Isu lainnya, azan akan dilarang, kriminalisasi ulama, LGBT akan dilegalkan, Syi'ah akan diformalkan, dakwah Islam akan dipersulit atau minimal akan dibatasi, pendidikan agama akan dikurangi, agama di luar Islam akan diistimewakan, serta komunisme dan RRC yang akan menguasai negeri ini. Selain itu, tentu masih banyak dan beragam isu negative lainnya yang berseleweran tentang negeri ini, hari ini dan masa depan. Misalnya soal kongkalingkong antara Petugas Pemilu, seperti KPU, Bawaslu dan DKPP dengan pemerintah soal Pileg dan Pilpres. 

Uniknya, ketika ditanya lebih dalam kasusnya, mereka tak bisa buktikan. Kasus isu kriminalisasi ulama dan pembatasan dakwah, di mana itu terjadi ? Mereka tak bisa jelaskan. Ini karena kenyataan di lapangan kondisinya terbalik. 

Lihat saja kegiatan dakwah, tak ada yang sebebas di Indonesia. Di lihat dari sisi waktu, kapan saja dakwah bisa dilakukan. Juga tempat, di mana saja boleh dilakukan. Bahkan model Indonesia sangat berlebihan. Tak ada di dunia ini kegiatan dakwah sampai menutup jalan raya, di negeri ini justru bisa terjadi. Itu malah dibantu polisi --sesuatu hal yang mustahil bisa dilakukan di Arab Saudi. 

Adakah kriminalisadi ulama? Tak ada bukti. Di negeri berpenduduk sekitar 88 % muslim ini, siapa pun boleh berdakwah. Mau yang ahli agama (benaran), atau yang (cuma) ahli-ahlian. Negeri ini tak menganut sertifikasi ulama, siapa pun boleh ceramah. Mau yang Syiah, Sunni, Wahabi, NU, Muhammadiyah, Persis, LDII (dsb), tak masalah. 

Asal diundang dan diminta, ceramahlah ia. Apakah ia pakar lulusan pesantren, atau mantan pengusaha bangkrut, tak problem. Ataukah lulusan Timur Tengah, atau mantan artis pengguna narkoba, boleh2 saja. Apakah ybs da'i lokal, atau mualaf transnasional. Tak masalah ... !!!

Lalu di mana letak masalahnya ? Sehingga muncul gosip dan isu seperti dilansir Munawar Abdurohhim di atas. Ini mengingatkan ceramah Menteri Agama mendiang Letjen Alamsyah Perwiranegara di Kampus IAIN Yogya tahun 1980. Tokoh asal Lampung ini kala itu mensinyalir adanya krisis yang melanda ummat. Pertama, krisis nilai. Kedua, kepemimpinan, dan ketiga, krisis ukhuwah. 

Meski hal ini diungkapkan hampir 40 tahun yang silam, teori ini masih relevan. Krisis nilai terasa sekali. Orang bohong dan menyebarkan berita fitnah tak ada rasa sungkan. Sesuatu yang salah, karena sudah biasa seperti makanan harian, yang seolah jadi betul. Krisis kepemimpinan juga terasa. Seorang Kepala Negara, atau Ketua MUI, sama sekali tak ada harganya. Tentu ini bisa diperdebatkan panjang lebar. 

Krisis ukhuwah, pun terasa sekali. Saat ini sesama warga negara, atau sesama ummat beragama, mereka cuma perang fisik yang belum. Mungkin nunggu waktu saja lagi, perang fisik akan terjadi benaran melanda ummat Islam di nusantara ini (mudah-mudahan saja Allah SWT menurunkan hidayah-Nya, sehingga masih bisa memberikan kesempatan pada negeri ini untuk berbenah, sehingga tidak pecah. Aamiin ...!!!)

Expectasi kita, tentu, agar omelan Munawar di bulan mulia ini, yang sudah tersebar di banyak media sosial, bisa menjadi titik balik bagi semua penghuni di negeri ini, untuk kembali menyadari tugas dan fungsinya sebagai khalifatul-ardhi. Sehingga kehadiran kita ummat Islam terbesar di dunia ini, apakah ia ilmuan, ulama, mahasiswa, aktivis, atau generasi muda Islan, justru menjadi uswah buat ummat-ummat lainnya di belahan bumi ini. Saatnya semuanya harus kita optimalkan secepatnya, membasmi dan memerangi, agar krisis ummat tidak menjadi penyakit kronis yang akut. Aamiin ... !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun