Saya sendiri ragu melihat klaim tersebut. Siapa saja yang mereka maksud sebagai kelompok pengagum Soeharto itu ? Seberapa banyak orangnya ? Â Bukankah selama ini ikon-ikon yang terkait Soeharto selama ini rame-rame dijauhi banyak orang di negeri ini.
Sebutlah Partai Berkarya, partai yang didirikan anak Soeharto (Tommy), mengklaim diri sebagai penerus Soeharto, dan bergabungnya Titiek, dari semula aktiv  di Golkar. Pertanyaannya, ada berapa orang yang mau gabung dengan partai ini? Jika pengagumnya banyak, tentu rakyat di negeri ini akan rame-rame ikut, dan tak susah untuk mencari pengikut dan pengurusnya.
Di sisi lain, Partai Golkar pun hari ini, partai perpanjangan alat politik Soeharto katut rugi. Kenapa ? Â karena kerap dikaitkan dengan Soeharto.
Jika memang ada mobil truck yang mau masang sticker Soeharto, itu paling cuma satu atau dua buah mobil. Patut pula dipertanyakan tentang niat hatinya, dan keikhlasannya ?
So, di mana komunitas pengagum Soeharto yang disebut semakin banyak itu ? Ini sepertinya sebuah klaim yang terbalik logika berpikirnya.
Kedua, mengenai harga barang yang disebutnya murah meriah, dibanding harga sekarang ... !!!
Betul. Tahun 1978 saat awal kuliah, aku beli motor Yamaha bebek, harganya cuma Rp 330-an ribu. Motor baru ini. Bandingkan hari ini (2018), harganya Rp 20 hingga Rp 30 juta lebih.
Meski harganya berbeda, tetapi nilai rupiahnya juga dahsyat. Untuk bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu saja, kala itu, butuh waktu lama untuk ngumpulkannya, bisa ber tahun-tahun lamanya.
Jarang-jarang ada orang kala itu yang bisa beli motor baru, hampir selalu second. Jelek sekali, dan sering mogok di jalan. Bensin saja kala itu cuma Rp 45 / liter. Sarapan pagi cukup Rp 20, sudah enak itu.
Terkait urusan kuliah atau sekolah, meski biayanya murah, sedikit sekali rakyat kita yang bisa sampai kuliah ke PT. Kenapa? karena rakyat kita memang masih miskin-miskin. Hanya segelintir anak Indonesia yang bisa sekolah. Apalagi sampai kuliah di Universitas ...
Jika disebut hari ini SPP mahal, nyatanya sekolah penuh. Anak orang kampung di pedalaman sono sudah sekolah semua. Bahkan sudah banyak yang kuliah. Masuk PTN antri, padahal biayanya mahal, wisuda malah di hotel.