Oleh : M Syarbani Haira
BERITA headline Harian Banjarmasin Post Sabtu, 28 April lalu, menempatkan foto Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bergandeng tangan dengan mesranya.Â
Sehari sebelumnya, melalui layar kaca, semua orang dari seluruh penjuru dunia, begitu terpukau oleh penampilan Kim Jong Un yang gagah berani berjalan kaki, sendirian (sekitar 200 meter), sehingga memasuki babak baru dalam sejarah hubungan kedua negara, di mana untuk yang pertama kalinya pimpinan Korea Utara menginjakkan kaki di kawasan demarkasi Korea Selatan, pasca Perang Korea tahun 1950 -- 1953.
Kantor Berita AFP melaporkan suasana psikologis dalam diri Kim Jong Un saat proses pertemuan pemimpin kedua negara itu bertemu. "Saya berjalan sekitar 200 meter, dibanjiri dengan emosi" ucap Kim. Meski begitu Kim merasa mudah melakukannya. Ia nampak menyesal, kenapa baru sekarang dilakukan. Harusnya menurut Kim, kejadian seperti ini sudah dilakukan sejak 11 tahun yang lalu.
Ya, seperti diketahui, pasca Perang Korea antara tahun 1950 -- 1953 itu, total ada 3 kali pertemuan antara pemimpin kedua negara tersebut. Pertama tahun 2000, kedua tahun 2007, dan yang kemarin (28 April) adalah yang ketiga. Tahun 2007, ayah Kim, Kim Jong Il, sempat melakukan pertemuan di Pyongyang. Sayangnya, pasca pertemuan itu hubungan kedua negara semakin memburuk, khususnya setelah pemerintahan konservatif  Korea Selatan mengumumkan akan memacu program nuklirnya, dan rudal balistiknya, yang kemudian dibalas oleh Korea Utara dengan sikap yang sama.
Sejak itu hubungan kedua negara terus memburuk. Korea Utara belakangan semakin menutup diri, dan kadang memperlihatkan sikap garangnya, persis seperti era sebelumnya. Sejumlah pemimpin dunia pun banyak yang kuatir melihat sikap keras Korea Utara tersebut, baik ketika Korea Utara dipimpin Kim senior, mau pun Kim yunior. Sementara Tiongkok, dan Rusia (penerus Uni Soviet) selalu mendorong Korea Utara untuk terus berulah, agar "musuh" bebuyutan mereka, Amerika Serikat, tak merasa sebagai penguasa dunia, seperti yang selalu diperlihatkannya.
Kejadian kemarin, oleh sejumlah pemimpin dunia, dianggap merupakan moment paling bersejarah, khususnya dalam hal penataan perdamaian dunia. Meski di dalam negeri, Korea Utara dan Korea Selatan, disambut beragam, tetapi optimisme pemimpin dunia muncul dari mana-mana.
Presiden Trump dari AS, yang selama ini galak terhadap Korea Utara, kali ini pun serta merta berbalik, memuja-muji "antek" Republik Rakyat Tiongkok dan "binaan" Rusia itu. Semua negara kawasan, seperti Jepang, Thailand, Filipina, dan tentu saja Indonesia merasa bahagia atas keadaan terakhir ini. Optimisme perdamaian dunia dianggap akan membawa hasil yang semakin membaik.
Perang Berkepanjangan
Kasus Korea adalah ironi sebuah bangsa. Betapa tidak, pada awalnya antara kedua negara tersebut asal-usul dan latar belakangnya sama, ada hubungan keluarga, dan sama-sama menghuni wilayah tersebut, secara aman dan damai. Bangsa Korea atau orang Korea itu adalah suku bangsa yang besar, yang mendiami wilayah Asia Timur. Orang Korea dipercaya sebagai keturunan suku bangsa Altaik, yang memiliki hubungan dengan Bangsa Jepang, Mongol, China, Tungusik dan Turkik. Sebagian dari mereka itu juga berasal dari suku-suku yang ada di kawasan Asia Tengah. Â
Ciri-ciri dari bangsa Korea adalah, berpostur tubuh yang tinggi, hidung yang mancung, tulang pipi yang tinggi, dan adanya bintik yang mongol, yakni tanda kebiruan pada bagian bawah tubuh, yang katanya itu merupakan sisa-sisa zaman kanak-kanak. Mereka menggunakan Bahasa Korea, yang memakai abjad Hangul. Diperkirakan, saat ini ada sekitar 70-an juta di dunia ini yang menggunakan Bahasa Korea.