Tenanglah dik
sejak dari jutaan tahun lalu
tak pernah ada perubahan dengan dinding waktu
ia tetap berputar dan menyangga kesetimbangan alam
sesekali memang ada pergeseran, namun itu tak lamaÂ
Biarkanlah dik
pena itu terus menorehkan untaian dan jalinan
menciptakan kalam-kalam indah tentang perasaan
dan mendorong vibrasimu berada di puncak tinggi ketulusan
dan betapa keikhlasan itu menjadi energi yang tak bertepiÂ
Tetaplah dik
untuk terus menumpukkan diksi di pelataran puisi
kau tahu bahwa semua goresan maknanya aku resapi Â
dan tahukan kau capaian tertinggi tatar kemanusiaan di hadapan Tuhan?
dia bernama kesadaran yang ditopang kuat oleh keikhlasan
Maafkan daku ya dik
bukan maksudku mengajarkan sesuatu yang engkau sudah tahu
namun betapa bergejolaknya bara api yang ditularkan anak-anak rindu
ledakan demi ledakannya tak pernah bisa kutahan
maka aku muntahkan dalam urai juntai warna warni tulisanÂ
Terima kasih ya dik
aku tak akan bertanya lagi kepadamu
tentang totalitas dari sebuah kesadaran tentang mencintai
sudah lebih dari cukup gelaran warna warni dari rangkai diksimu
dan ijinkan aku menjadi pencerita di puncak malam, di hening sunyi
Â
Cimahi, 14 Juni 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H