di seduhan kopi sebelum tengah malam
ada rincian pesan yang memicu satu faham
tentang janji yang sudah tanggung terjulur
tentang anak-anak rindu yang terus berbaurÂ
ada pertanda dari serunai pembawa pesan
menjatuhkan lembar demi lembar halaman
ada luapan dari sebuah penantian panjang
ada ledakan yang tak sanggup ditahanÂ
di sudut sana angin menerbangkan aroma kopi
membawanya dalam relung sisipan gelombang
aih, ternyata tubuh ini beraroma wangi kopi
namun kini setengahnya tak tahu kemana ia pergiÂ
mengaduk anak-anak rindu
pada secangkit kopi yang sudah disiapkan
sejumlah rencana matang harus ditentukan
melalui kecupan di bidang indah dadamu
kuhimpun matra-matra kalam
pada lembaran daun kemangi
anak-anak rinduku bangkit kembali
pada deras yang digoda citra berbayangÂ
tak terasa sudah sebanyak itu tetasan rindu
beranak pinak dalam cangkang rahimmu
aku lupa sari pati apa yang telah kau reguk
di penantian ini ada selongsong jiwa terpuruk
perempuan senjaku
di rahimmu ada anak-anak rinduku
mereka telah menetas satu persatu Â
memenuhi seluruh rongga di tubuhmuÂ
ternyata kini waktu sudah bersekutu
melahirkan manisnya anak-anak rindu
bawalah serta padaku, duhai puan
beserta manja sikapmu, faham kan?
Cimahi, 09 Juni 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H