Mohon tunggu...
Syanne
Syanne Mohon Tunggu... Guru - An educator, a wife, a mother to two

An ordinary woman who has interests in many aspects of life

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

MRT di Jakarta, Bukan Sekadar Moda Transportasi Baru

24 Maret 2019   15:24 Diperbarui: 24 Maret 2019   15:47 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ijinkan saya mengawali tulisan ini dengan mengucapkan selamat kepada Warga Jakarta, karena mulai hari ini mereka dapat menikmati moda transportasi baru di Jakarta, yaitu MRT. Saya ikut bangga menyaksikan peresmian MRT, yang dilakukan oleh bapak Presiden Joko Widodo pada pagi hari tadi. Sayang sekali, kebanggaan saya tidak berlangsung lama seiring dengan masuknya berbagai pesan viral tentang kelakuan sebagian Warga Jakarta ketika mereka mencoba menaiki moda transportasi baru ini.

Ada warga yang duduk berkelompok dan makan nasi bungkus. Ada pula warga yang tidak mengantri di jalur antrian tetapi sudah berebutan berdiri di depan pintu masuk MRT. Ada ibu-ibu yang bergelantungan di atas kursi (demi apa pula, Bu?). Pertanyaan saya, perilaku ini merupakan perilaku sesaat yang mencerminkan euforia Masyarakat Jakarta dalam menyambut MRT, atau memang sudah merupakan budaya dari masyarakat di Jakarta?

Menurut saya, perilaku makan di berbagai tempat, tidak bisa antri, tidak bisa menjaga fasilitas umum adalah perilaku yang (maaf..) sudah menjadi bagian dari budaya kita. Apabila kita berkunjung ke bandara internasional Soekarno - Hatta atau Juanda, kita masih dapat menemui sekelompok orang yang duduk lesehan sambil menyantap nasi bungkus. Bahkan seringkali, masih bisa didapati sebagian dari mereka tidur selonjor di lobi bandara. 

Untuk masalah tidak dapat antri, entah mengapa, saya mendapati sebagian anggota Masyarakat Indonesia (bukan hanya di Jakarta) menunjukkan karakteristik tidak mau kalah dan takut ketinggalan. Saya akan mengambil contoh fenomena yang sering terjadi (lagi-lagi!) di bandara. Saat terdengar panggilan kepada para penumpang pesawat X tujuan X untuk segera memasuki pesawat melalui pintu A, lihatlah apa yang akan terjadi!

Semua orang berbondong-bondong berusaha menjadi yang pertama dalam barisan walaupun pihak bandara sudah mengumumkan antrian hanya dibuka untuk penumpang dengan nomor kursi tertentu. Contoh yang lain adalah di jalan raya, ketika terjadi kemacetan, kendaraan beroda dua akan berusaha untuk menyalip di sela-sela mobil, sementara pengemudi mobil akan membunyikan klakson berkali-kali seakan-akan bunyi klakson tersebut dapat memacu mobil depannya untuk terbang mengatasi kemacetan dan mengurangi antrian mobil (pliss deh..!). 

Salah satu kelemahan lain dari masyarakat kita adalah ketidakmampuan untuk menjaga fasilitas umum. Di Surabaya, banyak warga yang masih membuang sampah dengan sembarangan. Kami masih sering dibuat bingung dengan ditemukannya banyak popok bekas pakai, yang dibuang ke Sungai Brantas.

Lihat juga fasilitas-fasilitas WC umum, yang biasanya bau pesing dan jorok. Sebenarnya, peresmian MRT ini merupakan momen yang tepat bagi pemerintah pusat jakarta untuk mengubah budaya masyarakat Jakarta menjadi masyarakat yang memiliki budaya mengantri, budaya tepat waktu, budaya menghargai fasilitas umum, dan budaya mendahulukan orang lain.

Sedikit intermezzo, saya pernah mencicipi pendidikan di National University of Singapore selama 1 semester sebagai siswa pertukaran yang dikirimkan oleh UGM. Saat itu, saya mengambil satu matakuliah yang diajar oleh seorang dosen senior di NUS. Dosen ini juga merupakan salah satu kenalan dari alm. Bapak Lee Kuan Yew, mantan Perdana Menteri Singapura.

Dosen saya itu menceritakan suatu kejadian di awal berdirinya Singapura, di mana Bapak Lee Kuan Yew sempat sumpek melihat perilaku dari kebanyakan Masyarakat Singapura saat itu, yang kebanyakan berasal dari Negara Tiongkok. Digambarkan bahwa para pendatang dari Tiongkok terbiasa untuk duduk, makan, membuang sampah, dan meludah sembarangan. Alm. Bapak Lee Kuan Yew akhirnya menjalankan sistem denda yang agak otoriter, tetapi sistem tersebut berhasil. Lihatlah Negara Singapura saat ini, yang masih dikenal karena kebersihannya. 

Mungkin Pemerintah Jakarta dapat mulai menerapkan aturan yang tegas untuk dapat mengubah perilaku sembarangan dari sebagian Masyarakat Jakarta tersebut. Perubahan suatu perilaku yang sudah melekat memang tidak mudah, namun dapat dilakukan. Harapan saya, beberapa bulan mendatang, stasiun-stasiun dan kereta-kereta MRT di Jakarta masih tetap bersih dan terawat.

Harapan saya, Masyarakat Jakarta dapat mencontohkan kepada kami yang tinggal di daerah-daerah tentang indahnya menjaga kebersihan fasilitas umum dan membiasakan budaya mengantri, atau mendahulukan orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun