Mohon tunggu...
Syanne
Syanne Mohon Tunggu... Guru - An educator, a wife, a mother to two

An ordinary woman who has interests in many aspects of life

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

"Cyber Bullying", Sebuah Teriakan Minta Tolong?

4 Januari 2017   14:20 Diperbarui: 4 Januari 2017   15:30 1250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa bulan terakhir ini, saya mengikuti drama Korea yang berjudul "Moonlight Drawn by the Clouds,' yang diperankan dengan sangat apik oleh dua bintang Korea yang sedang naik daun, Park Bogum dan Kim Yoojung. Setelah drama berakhir, saya masih sempat mengikuti berita seputar dua bintang tersebut semata-mata karena saya masih terkesima dengan ikatan yang mereka bangun selama drama. Ada hal yang sangat menarik ketika saya mengikuti berita kedua bintang ini, yaitu ketika Kim Yoojung mulai di-bully oleh netizen dari Korea karena dianggap telah berperilaku tidak sopan ketika sedang mempromosikan film terbarunya. 

Kejadian yang dianggap "tidak sopan" tersebut hanya berlangsung selama 3 detik, di mana sang aktris mengubah posisi kakinya karena sudah berdiri selama 2 jam di atas panggung dan mengecek kukunya sesaat. Netizen semakin menggila dengan terus memberikan dan menanggapi komentar-komentar negatif soal kejadian tersebut. Cyber bullying atas diri Kim Yoojung menyebabkan sang aktris harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami shock, yang disebabkan oleh stres.

twitter.com/kimyoojung
twitter.com/kimyoojung
Yang mau saya soroti di sini bukan dampak bullying atas diri korban, karena sudah banyak penelitian dan tulisan yang membahas soal tersebut. Yang ingin saya ajak para pembaca untuk melihat adalah karakteristik pelaku cyber bullying.

Cyber bullying tentunya berbeda dengan tindakan bullying yang dilakukan secara tatap muka antara pelaku dan korban. Sebuah laman psychiatric times (2008) mengatakan bahwa jumlah orang yang berpotensi melakukan cyber bullying lebih besar daripada jumlah orang yang berpotensi melakukan bullying secara tatap muka. Mengapa? Karena cyber bullying dapat dilakukan secara anonim dan tidak langsung. Banyak orang merasa lebih bebas untuk menyatakan pendapat atau menyerang pihak lain ketika mereka berpikir bahwa mereka sedang dalam posisi anonim. Para pelaku lupa bahwa saat ini keberadaan mereka dapat dilacak dari alamat IP yang mereka gunakan.

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada edisi bulan Juli dari Archives of General Psychiatry (2010) mencatat bahwa ternyata tidak hanya korban, tetapi juga pelaku dari cyber bullying mengalami masalah mental dan fisik. Penelitian ini menemukan bahwa pelaku cyber bullying sering kali adalah orang-orang yang mengalami masalah emosional dan perilaku. Mereka memiliki kecenderungan untuk sulit bergaul dengan orang lain di dunia nyata. Mungkin inilah sebabnya, para pelaku cyber bullying sering tanpa sadar membuka anonimitasnya sendiri demi untuk mendapatkan legitimasi, atau penerimaan dari sesama pelaku. Satu hal yang menyedihkan, pelaku cyber bullying ini kemungkinan pernah mengalami bullying langsung secara tatap muka. Mereka melampiaskan amarah terpendam ke dalam bentuk cyber bullying. 

Beberapa penelitian lain, seperti yang dilansir oleh laman netnanny.com, juga mencatat bahwa kebanyakan dari para pelaku cyber bullying yang masih dalam usia anak-anak atau remaja kemungkinan besar memiliki orangtua, yang tidak terlalu berperan di dalam kehidupan mereka. Hasil penelitian ini membuat saya teringat akan interaksi saya dengan beberapa anak menjelang remaja dan remaja. Mereka seringkali datang ke sekolah dalam kondisi mengantuk. Mereka bercerita kepada saya bahwa mereka baru bisa tidur pukul dua pagi karena sibuk chatting dengan teman atau main game online. Mereka mengatakan bahwa orangtua mereka tidak pernah tahu dengan kondisi ini. Adalah suatu hal yang menyedihkan ketika para orangtua menjadi terlalu sibuk dengan kehidupan mereka dan lupa untuk menyentuh kehidupan anak-anaknya.

Akhir kata, dengan semakin terbukanya akses terhadap berbagai teknologi modern, ternyata semakin membuka kesempatan bagi sebagian kita untuk menyalurkan masalah mental kita dalam bentuk cyber bullying. Sebelum Anda tergoda untuk mengetikkan sesuatu yang kejam terhadap diri seseorang, introspeksi! Masalah bukan terletak pada korban, tetapi pada diri Anda.

Salam sejahtera :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun