Mohon tunggu...
Syanne
Syanne Mohon Tunggu... Guru - An educator, a wife, a mother to two

An ordinary woman who has interests in many aspects of life

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Duh, Anakku Autis-kah?

8 Januari 2014   20:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar seminggu yang lalu, seorang rekan orang tua bercerita kepada saya tentang anak remajanya yang didiagnosa sebagai penderita sindrom asperger. Rekan tersebut tidak terlalu terkejut dengan hasil diagnosa tersebut, hanya beliau menyesal mengapa tidak mengenali gejala asperger pada anaknya sejak dini hingga bisa ditatalaksana secepat mungkin.

Bagi pembaca yang belum terlalu paham dengan istilah asperger, sindrom ini termasuk gangguan spektrum autisme. Yang menarik dari sindrom asperger ini adalah penderita sindrom tersebut relatif tidak mengalami gangguan perkembangan bahasa dan kognitif, sebagaimana yang sering dialami oleh para penyandang gangguan spektrum autisme lainnya. Namun, penderita sindrom ini memiliki kesulitan yang signifikan dalam interaksi sosial dan memahami komunikasi nonverbal.

Sebenarnya pada usia berapa gejala autisme pada seorang anak dapat mulai dideteksi? Menurut hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh para peneliti dari Fakultas Kedokteran dari Emory University, USA, autisme dapat dideteksi sejak usia bayi di atas 2 bulan dengan menggunakan teknologi eye-tracking.  Penelitian ini melakukan studi kasus atas beberapa bayi laki-laki yang dianggap memiliki kecenderungan untuk menderita autisme (karena memiliki saudara kandung yang juga menderita autisme) sejak mereka usia 2 bulan hingga 24 bulan. Pada usia 2 bulan, tiap bayi dalam studi tersebut memiliki tingkat kontak mata dengan orang dewasa kurang lebih sama. Tetapi, setelah usia 2 bulan, para bayi yang menderita autisme mulai memiliki tingkat kontak mata yang semakin berkurang dibandingkan dengan bayi-bayi lain yang terlibat dalam studi. Beberapa peneliti lain menyatakan keberatan mereka akan hasil penelitian ini dengan menyatakan bahwa gangguan spektrum autisme adalah kondisi yang kompleks, yang tidak hanya bisa diukur dari tingkat kontak mata.

Menurut National Health Service (NHS), sistem layanan kesehatan dari Inggris, kebanyakan orang tua baru bisa mendapati gejala-gejala gangguan spektrum autisme ketika anak-anak mereka berusia sekitar 2 tahun. Namun, sebuah kuisioner yang dikembangkan oleh Robins, Fein, &  Barton (1999) yang diberikan nama M-CHAT (Modified Checklist for Autism in Toddlers) memungkin para orangtua untuk mengecek kondisi anaknya sejak usia 16 bulan. Untuk akses ke M-CHAT online bisa klik di #mce_temp_url#. Harap diingat bahwa M-CHAT ini bukan alat diagnosa autisme, tetapi hanya merupakan kuisioner yang bisa dijadikan indikator apakah orangtua perlu menindaklanjuti kondisi anaknya atau tidak.

Dengan semakin banyaknya penderita autisme di dunia ini (menurut data UNESCO tahun 2011, rata-rata 6 dari 1,000 orang di dunia menderita autisme), ada baiknya para orangtua di Indonesia juga waspada terhadap indikasi gangguan spektrum autisme yang mungkin ditunjukkan oleh anak.  Semakin dini seorang penderita autisme ditangani, semakin besar kesempatan penderita untuk dapat cepat berbaur dengan masyarakat dan hidup mandiri.

Salam sejahtera  :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun