Mohon tunggu...
Syamsuri Yanto
Syamsuri Yanto Mohon Tunggu... -

Mahasantri Ma'had al Jamiah dan Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Ampel Surabaya. Penulis dan Spiritual Motivator

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konflik antara Pengusaha dan Buruh menurut Karl Marx

3 Mei 2014   00:56 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:56 10463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karl Marx adalah salah satu tokoh yang pemikirannya mewarnai dengan sangat jelas dalam perkembangan ilmu sosial khususnya dalam teori konflik. Berkaitan dengan konflik, Marx mengajukan pemikiran yang mendasar tentang kelas sosial dan perjuangannya. Mengenai kelas sosial, Marx tidak mendefinisikan secara panjang lebar, namun ia hanya menunjukkan realita masyarakat pada abad ke- 19 di Eropa, di mana ia tinggal. Menurutnya, bahwa masyarakat pada waktu itu terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin (kelas proletar). Ia menambahkan bahwa kedua kelas sosial ini berada dalam suatu hierarki dalam stratifikasi sosial. Kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama terdapat kesadaran dalam diri proletar, yaitu rasa menyerah diri, menerima apa adanya dan lain sebagainya.

Menurut Marx, konflik disebabkan oleh faktor Ekonomi. Oleh karena itu, teori Marx ini juga dikenal dengan determinisrne ekonomi. Yang dimaksud dengan faktor ekonomi disini adalah penguasaan terhadap alat produksi oleh kaum borjuis.

Walaupun borjuis berjumlah sedikit, mereka memonopoli kekuasaan sekaligus menguasai hasil-hasilnya. Sedangkan proletar sebaliknya, mereka yang jumlahnya lebih besar tidak mempunyai kekuasaan, mereka hanya diarahkan, dikendalikan dan diperas oleh borjuis dengan cara sewenang-wenang, atau dengan kekerasan yang bertentangan dengan hak asasi manusia.

Proletar bekerja guna memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, mereka menerima upah dari kaum borjuis. Sedang kelas borjuis bekerja dengan mencari untung atau laba sebanyak-banyaknya. Proletar sering menjadi target eksploitasi borjuis. Mereka sering diperas tenaganya dan diberikan upah yang rendah guna kepentingan meraup laba sebesar-besarnya. Sebab proletar tak bisa menciptakan lapangan kerja sendiri sehingga menumpang pada borjuis untuk dapat bertahan hidup. Mereka pun menerima apa adanya, asalkan dapat bekerja, memperoleh upah dan dapat bertahan hidup dengan keluarga.

Menurut Marx,dalam perjuangannya, proletar kehilangan kebebasannya. Merekapun memprotes kaum borjuis dengan melakukan demonstrasi. Proletar telah menyadari bahwa kaum borjuis telah mengeksploitasi mereka. Mereka pun mengadakan revolusi besar-besaran sebagai reaksi terhadap kejahatan borjuis. Marx mengharapkan, bahwa pasca revolusi akan tercipta perubahan dari kapitalisme menjadi sosialisme yang mendukung rakyat atau kaum proletar.

Pemikiran Marx tersebut tak hanya menjelaskan konflik dalam masyarakat. Namun juga mewariskan pembagian struktur sosial yang disepakati hingga era modern saat ini, yakni borjuis dan proletar. Hanya saja dalam era modern, istilahnya dirubah menjadi pengusaha (borjuis) dan buruh (proletar).

Pada hal ini, penulis tidak setuju dengan teori Marx. Marx hanya ingin menghapus stratifikasi sosial bidang ekonomi dalam masyarakat, yaitu tidak adanya golongan pengusaha dan golongan buruh. Padahal antara keduanya itu terdapat simbiosis mutualisme, yaitu hubungan saling membutuhkan. Pengusaha membutuhkan buruh untuk memproduksi barang, buruh pun membutuhkan pengusaha untuk mendapatkan gaji dalam menghidupi keluarganya. Marx hanya menginginkan tidak adanya golongan pengusaha dan buruh dalam masyarakat. Semua masyarakat harus sama tanpa adanya kelas sosial, agar tidak terjadi konflik antar keduanya. Marx hanya menginginkan masyarakat menjadi sosialisme-komunisme, bukan kapitatalisme-liberalisme. Seandainya Marx saat ini bangkit dari kuburnya, ia akan merevisi teorinya, disebabkan malu kepada dunia lantaran tidak dapat dibuktikan hanya sebatas imajinasi belaka.

Pada saat ini, pengusaha sepatutnya memberikan upah kepada buruh sesuai standar serta kualitas dan kuantitas pekerjaannya. Sebab buruh mempunyai tanggung jawab dalam rumah tangganya, untuk kebutuhan sehari-hari, membiayai anak sekolah dan biaya tak terduga yang lain. Begitu juga dengan buruh, jangan terlalu banyak menuntut dengan upah yang tinggi. Upah kalian itu harus disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas pekerjaannya. Sebab pengusaha tidak ingin rugi dalam aktivitas produksinya. Jadilah pengusaha yang memahami kondisi buruhnya, serta jadilah buruhyang memahami kondisi pengusaha. Salam harmonis, tebarkan kedamaian, semangat, semangat, semangat. Hentikan pertengkaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun