Mohon tunggu...
Syamsurijal
Syamsurijal Mohon Tunggu... Guru - Penulis lepas

Seorang penulis lepas dan pemikir bebas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Naifnya Para Juru Bicara

31 Mei 2020   00:43 Diperbarui: 31 Mei 2020   00:49 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dakwah agama merupakan jalan lurus untuk mengarahkan manusia pada kebajikan dan kemuliaan. Bukan sebaliknya, dijadikan sebagai alat untuk mempropagandakan kebencian, mengadu domba, dan mengaduk amarah umat.

Seringkali, jalan dakwah dikaburkan serta dicampur dengan tujuan-tujuan lain, selain semangat agama itu sendiri. Pengkaburan terhadap makna dan fungsi agama menjadi pemicu perhelatan dan bahkan pertumpahan darah. Banyak kasus yang terjadi dalam rentetan sejarah panjang keberagaman manusia sebagai bukti betapa pengkaburan ini memakan banyak korban.

Agama menganjurkan untuk lemah lembut terhadap sesama manusia, justru dipakai untuk menhajar dan menunjukkan perilaku kasarnya pendakwah. Akhirnya, citra agama menjadi rusak.

Agama menganjurkan untuk melindungi hak orang lain dan berbuat adil, malah justru disetir untuk mengkerdilkan manusia, melanggar hak-haknya, dan bahkan mengancam kehidupan orang lain.

Aneh memang, tapi demikianlah kenyataan yang harus diterima, bahwa masih banyak diantara para juru bicara agama (Tuhan) yang salah menilai dan menafsirkan kata-kata cinta Tuhan untuk manusia (Al-Qur'an dan Al-Hadis). Kerapkali, kesalahpahaman juru bicara ini membawa petaka untuk kebersamaan dan ukhwah insaniyah maupun wathoniyah.

Kebanyakan dari mereka (para juru bicara) merasa memiliki hak otoritatif untuk menyampaikan agama dan pesan Tuhan kepada manusia. Dengan demikian, mereka menganggap dirinya yang paling pantas dan layak untuk mengakses kebenaran secara tunggal dan utuh. Di luar mereka adalah pesan-pesan yang reduktif, palsu, bisikan Iblis yang menyesatkan, penuh kemungkaran dan harus ditiadakan.

Kebenaran agama memang rentan diperebutkan untuk menjustifikasi pemahaman  dan kebenaran semu yang dimiliki manusia. Apalagi, jika agama digelar dihadapan kelompok masyarakat yang minim memahami variasi pemahaman keagamaan.

Mereka akan dengan mudah menerima pandangan yang ditempeli Al-Quran dan Hadis tanpa memeriksa validitasnya; bagaimana makna teks, asbabul nuzul dan wurudnya, relevansi, dan korelasinya dengan kompleksitas masalah yang dihadapi umat hari ini. Dan, tidak jarang juga masyarakat mengalami kebingungan dengan dua sikap yang berbeda dari juru bicara agama tersebut. Bagi saya, ini sangat naif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun