Mohon tunggu...
Syamsurijal
Syamsurijal Mohon Tunggu... Guru - Penulis lepas

Seorang penulis lepas dan pemikir bebas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyikapi Lovers dan Haters

30 April 2020   11:55 Diperbarui: 30 April 2020   12:12 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua istilah di atas diambil dari bahasa Inggris. Lovers berarti para pencinta, pengagum, dan penyuka. Sementara, hatters bermakna para pembenci. Kedua kata ini sangat populer di kalangan netizen dunia maya dan dunia entertaimen dan keartisan. Dan, kedua istilah ini dipakai oleh followers, aktivis, dan pengamat dunia maya yang relatif ekstrem. Bahkan, sekarang sudah menjalar masuk kepada diskursus-diskursus elit seperti politik, kebudayaan, akademis, sosial dan agama.

Mereka memiliki kecenderungan untuk menilai sesuatu tanpa pertimbangan logika dan akal sehat, bahkan tidak objektif. Mereka terkadang saling mengumpat, mencela, dan menghina satu sama lain dalam memperbincangkan sesuatu. Bagi mereka cinta dan benci tidak harus memiliki alasan, apalagi berlandaskan pada logika dan argumentasi yang tajam. Cinta ya cinta saja, begitupun benci ya benci saja.

Seberapa besar pun manfaatnya hidup kita, bagi pembenci akan tetap tidak berguna untuk merubah persepsi mereka tentang kita. Perbuatan baik dianggap pencitraan dan nasihat-nasihat baik dianggap sok suci. Demikian dengan para pecinta, mereka tidak akan pernah surut untuk mencintai kita walau sebesar apapun fitnah dan umpatan yang kita dapat. Keduanya adalah aliran keras dalam mendudukkan dan memperlakukan objek.

Keadaan dua kutub berseberang secara ekstrim ini sangat relevan dengan perkataan sayyidina Ali (Karamallahu Wajhah), "jangan pernah menjelaskan dirimu pada orang lain. Karena orang yang mencintaimu tidak butuh itu, dan orang yang membencimu tidak akan percaya itu".

Nasihat Ali ini, perlu diperhatikan secara cermat oleh kita semua, bahwa tidak semua orang memiliki penilain yang sama terhadap keadaan kita. Setiap orang pasti memiliki pandangan dan penilaian yang berbeda terhadap kita sesuai pengalaman dan pengetahuan mereka tentang kita. 

Sebagaimana ungkapan yang juga sangat populer di kalangan politisi, "tidak mungkin seseorang dapat menyenangkan semua orang". Ada juga pepatah lain yang selarang dengan ungkapan-ungkapan di atas, "selamanya pembeci akan tetap jadi pembenci, dan pencinta akan tetap menjadi pencinta jika mereka tidak merubah pengalamannya".

Jangan pernah paksakan mereka untuk bersikap terhadap kita. Yang harus kita upayakan adalah terus memperbaiki diri dan menyebarkan kebaikan untuk orang lain, sekecil dan seremeh apapun itu. Mendengarkan keduanya perlu, tapi bila dijadikan ukuran untuk melangkah terlalu naif. 

Ibarat pepatah menyatakan, "dipuji tidak terbang, dibenci tidak terpendam". Pujian dan umpatan, bukan halangan untuk kita mengembangkan pikiran analitik dan progresif, membangun budaya kritis, serta bergerak secara produktif. Keduanya, bisa diambil sebagai cerminan hidup dalam mengarungi rimba kehidupan yang semakin liar. Navigasi kita adalah keyakinan akan penilaian Tuhan, etika, norma, nilai meliputi kita serta asas kaslahatan yang kita hendak perjuangkan untuk orang banyak.

Haters dan lovers dipahami sebagai rumpun kehidupan yang akan terus hidup, laiknya hitam dan putih, baik dan buruk, sedih dan bahagia, susah dan senang, dan lain sebagainya yang merupakan realitas yang berpasangan. Menyederhanakan kondisi realitas seperti ini adalah cara ampuh melumpuhkan pandemi maya. Logika, pola pikir rasional, dan akal sehat  menjadi vaksin terbaik dalam menaggapi kejamnya jari-jemari dan mulut dalam sudut maya.

Jangan pernah berhenti untuk berbuat, berkata benar, dan menyebarkan kebaikan, hanya karena takut dihujat dan kehilangan followers. Kebenaran harus dijunjung tinggi di atas segalanya dan meninggalkan kekeliruan, mafsadat, serta kebusukan adalah jalan yang memang harus ditempuh dalam menegakkan keadilan. Benar katakan benar, salah katakan salah. Semua itu kita lakukan bukan karena popularitas dan elektabilitas, tetapi dilandasi niat tulus demi mengejawantahkan nilai-nilai kehidupan; baik naqli maupun aqli, baik nilai yang berasal dari Tuhan, maupun asas yang meliputi kehidupan manusia secara hakiki.

Lovers dan hatters tidak penting. Semuanya akan berjalan sebagaimana adanya. Mencemaskannya adalah pilihan terburuk yang akan menghantui setiap gerakan kita. Hatters dan lovers adalah ilusi yang harus dihabisi. Sebab, kecemasan itu akan memenjarakan serta membatasi ruang gerak kita sendiri. 

Perbuatan kita bukan sebagai upaya untuk meng-lovers-kan para hater atau meng-konversi mereka. Meminjam kata Eko Prasetyo, pikiran, sikap, dan perbuatan kita tercurahkan sepenuhnya kemaslahatan bersama dan memperjuangkan orang-orang lemah dan kaum tertindas. Demikian juga, Nurcholish Madjid mengatakan bahwa semua yang dilakukan manusia hanya mengacu kepada nilai-nilai transenden.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun