Mohon tunggu...
Syamsurijal
Syamsurijal Mohon Tunggu... Guru - Penulis lepas

Seorang penulis lepas dan pemikir bebas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Relasi (K)ebenaran dan Kekuasaan

26 April 2020   00:47 Diperbarui: 27 April 2020   13:14 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bepindah kepada abad renaisans atau aufklarung yang terjadi di Barat. Pemberontakan intelektual dan spiritual terhadap kebenaran absolut yang dianut Gereja (Vatikan). Marthin Luther melawan ortodoksi Gereja yang telah banyak melakukan tindakan kejahatan atas nama (k)e(b)enaran yang dianggap (K)e(B)enaran absolut.

Dia tidak bisa dibantah dengan alasan apapun. Tokoh Ilmuwan Copernicus dan Galileo Galilei dihukum pancung akibat pemikiran atau penemuannya yang bertolak belakang dengan keyakinan Gereja.Lagi-lagi relasi buruk kekuasaan dan kebenaran memakan korban.

Hal demikian juga dialami oleh para tokoh pemikir muslim abad ke-20; Nasr Hamid Abu Zaid, Abu Fadl Ebou, Fazlur Rahman, diusir di Negaranya karena kebenaran yang mereka bawa berbeda dengan kebenaran yang berafiliasi dengan kekuasaan. Sehingga, posisi mereka terpojokan dan bahkan dijatuhi hukuman gantung akibat dari kebenaran yang mereka bawa.

Buku-buku mereka dibakar dan dilarang untuk dibaca, apalagi dikaji. Relasi kebenaran dan kekuasaan menyebabkan kebenaran tertutup menjadi milik kelompok bahkan individu.

Jika dirujuk dalam Al-Qur'an, kisah Nabi Ibrahim (QS. 21 : 55-69), Nabi Musa (QS. 7: 103-130),  dan Nabi Yusuf (QS. 12: 23-34). Kisah mereka adalah mewakili bagaimana kekuasaan menentukan kebenaran dan melakukan tindakan represif terhadap kebenaran yang lain yang diluar dirinya, bahkan terhadap (K)ebenaran absolut sekalipun.

Dalam konteks Indonesia pun mengalami hal yang sama. Setiap kebenaran yang memilki relasi yang kuat dengan kekuasaan maka kebenaran tersebut akan mendominasi. Kebenaran tersebut memiliki daya tekan yang sangat kuat. Bahkan, kebenaran tersebut memiliki otoritas untuk menilai kebenaran yang lain dengan standar kebenaran yang dia usung.

Kesimpulan saya bahwa relasi kekuasaan dan kebenaran sangat kuat. Mereka saling menunggangi satu sama lain untuk mempertahankan status quo-nya. Dan, tidak heran hubungan atau kolaborasinya kedua menimbulkan sikap arogansi atas keduanya,  sehingga kerapkali melakukan tindakan kekerasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun