Mohon tunggu...
Syamsurijal
Syamsurijal Mohon Tunggu... Guru - Penulis lepas

Seorang penulis lepas dan pemikir bebas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia dan Sejarah Pertentangan

21 April 2020   02:42 Diperbarui: 21 April 2020   02:56 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejak awal kehadirannya, manusia sangat kontroversial. Dalam referensi suci tiga agama; Yahudi, Kristen,  dan Islam manusia menemui banyak pergolakan, perdebatan, bahkan penolakan.

Dalam Islam, dengan sangat jelas diceritakan bahwa Adam diragukan fungsi kehadirannya. Malaikat mengajukan gugatan, dengan asumsi bahwa manusia hadir akan melakukan pertumpahan darah di muka bumi.

Tetapi, Allah dengan jawaban yang elegan mematahkan asumsi Malaikat dengan mengatakan, bahwa Allah lebih mengetahui secara detail keadaan ciptaan-Nya dibanding Malaikat.

Allah memanggil semua mahluk dan membuktikan kedahsyatan Adam (Manusia). Allah memulai dengan mengajukan pertanyaan kepada Malaikat agar menjelaskan tentang segala sesuatu atau nama-nama benda. Dan, Malaikat mengatakan tidak mengetahui-Nya kecuali tentang pengetahuan yang Allah berikan kepada mereka.

Sementara Adam menjelaskan segalanya dengan sangat rinci semua nama-nama benda yang ditunjukkan padanya. Potensi dahsyat yang bernama "pengetahuan" itu dikagumi oleh semua pihak dan mengakui kekeliruan asumsinya terhadap Adam.

Dengan pengetahuan itu menjadikan Adam terhormat dan mulia dihadapan mahluk Allah yang lain. Socrates mengatakan bahwa pengetahuan adalah puncak dari segala yang ada, tanpa pengetahuan mahluk tidak akan memiliki timbangan dalam mengukur kebenaran.

Lanjutnya, pengetahuan adalah panglima bagi kehidupan; baik dan buruk tidak akan pernah terdeteksi tanpa adanya pengetahuan yang membedakannya. Moralitas manusia juga akan rendah ketika tidak memiliki pengetahuan sebagai navigasi atau petunjuk  yang baik bagi kehidupannya.

Murtada Mutahhari, menyebutkan bahwa pengetahuanlah yang membuat Malaikat tunduk dan sujud menghormati Adam. Sementara Iblis, tertutup pengetahuannya tentang Adam, serta tertutup penglihatannya dari cahaya pengetahuan yang dimiliki Adam. Semua itu, disebabkan oleh kesombongan dan keangkuhan dirinya.

Selamanya, kesombongan menjadi tabir penghalang bagi siapapun yang memilikinya terhadap kebenaran, walaupun kebenaran itu ada di depan matanya. Bambang Tri menyebutkan, bahwa kesombongan adalah "anti materi" yang akan menghancurkan sisi "materi" dari siapapun yang memilikinya, makanya manusia yang memilikinya akan mengalami kejatuhan bahkan kehancuran.

Iblis menolak menghormati Adam, karena Adam hanyalah mahluk yang diciptakan dari tanah, sementara Iblis diciptakan dari api; dalam keterasingannya terhadap pengetahuan dia menganggap bahwa api lebih mulia daripada tanah. Dari sini, terukur bahwa kapasitas Iblis tidak memadai dan minim pengetahuannya tentang bumi yang konon pernah ditempatinya.

Quraish Shihab, berkomentar tentang kejadian ini dengan menyebut Iblis sebagai kelompok atau entitas yang keliru memahami unsur tanah; tanah memiliki sifat yang menumbuhkan, menghidupkan, melindungi, dan segala sifat yang berpretensi baik.

Sementara Api termasuk dalam kategori barang yang memusnahkan segala segala sesuatu apabila bersentuhan dengannya. Walaupun, tidak dapat diingkari bahwa kedua unsur alam ini memiliki manfaatnya masing-masing.

Memang disadari bahwa kejatuhan Iblis bukan terletak pada unsur penyusunnya, tetapi karena sikapnya yang membangkang terhadap ketetapan dan ketentuan Allah sebagai pencipta. Iri hati, dengki, dan dendam menjadikannya jatuh terperosot jauh di bawah lembah kehinaan; emosi tidak terkontrol, kesadarannya membabi buta,  bahkan menjadikan dirinya sebagai simbol kejahatan yang akan terus mengahantui kehidupan manusia dengan dosa.

Iblis selanjutnya mendekrasikan diri; menjadi musuh terbesar manusia dan akan terus mempengaruhi manusia serta membawa misi mendorong manusia dalam jurang kegelapan dan kehancuran.

Sementara manusia diberikan modal dasar dalam memperjuangkan nasibnya dengan potensi pengetahuan serta instrumen  untuk mengaktualkan pengetahuan potensial yang dimilikinya; indera, akal, dan intuisi. Dan, Allah menyebutkan bahwa manusia yang mudah terperosot adalah manusia yang lemah pengetahuan dan imannya.

Mulyadhi Kartanegara,  menyebut bahwa  manusia menjadi medan pertempuran antara dua kutub yang berseberangan, makanya manusia disebut mahluk moral. Manusia disebut bermoralitas tinggi apabila dia terus mempertahankan eksistensi kemanusiaannya dengan mengaktualkan pengetahuannya tentang kebaikan.

Demikian sebaliknya, manusia akan disebut bermoralitas rendah apabila manusia tersebut mengalami kejatuhan moral dan mengikuti hawa nafsu serta dorongan kejahatan Iblis. Tugas manusia adalah menuju satu tujuan dasar yaitu kemuliaan untuk mencapai derajat keutamaan sebagai manusia yang bermoralitas tinggi.

Iblis adalah simbol kedzaliman, kediktatoran, kedurhakaan, serta kerusakan struktur kehidupan. Logika berpikirnya mengacu pada fisik, keturunan, dan bahkan unsur senioritas. Watak dasarnya adalah meremehkan, merndahkan, serta menutup diri dari kelebihan orang lain. 

Sementara manusia sebagai mahluk baru datang menentang semua keganjilan dan kecacatan asumsi sesat tersebut dalam kehidupan. Manusia menampung semua unsur di dalam tubuhnya; air, api, udara, dan tanah.

Artinya, manusia datang membawa prinsip egalitarian, pluralitas, serta mengakui keberadaan siapapun dan mengakomodir semua potensi setiap orang secara proporsional. Dengan pengetahuannya, manusia menjadi unsur netral (ummatan wasathon)  dalam mengimbangi potensi segala mahluk Tuhan.

sejarah pertentangan ini tidak akan pernah berakhir dalam sejarah kehidupan manusia. Para Nabi setelah Adam juga mengalami kedahsyatan pertentangan dua entitas ini, bahkan ada di antara para Nabi yang bahkan mengalami kematian karena kerasnya pertentangan.

Demikian dengan kita hari juga sedang menghadapi tantangan yang sama, yaitu dominasi kekuasaan, ego-politik,  subordinasi jender, dan monopoli ekonomi, serta penindasan terhadap kelompok-kelompok kecil.

Kehadiran seorang aktor atau tokoh (menurut teori strukturasi Giddens), hero (Carlyle), dan superman (Nietzhe) sangat penting untuk memperjuangkan hak dan kewajiban, serta nasib kelompok kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun