Mohon tunggu...
Syamsul Bakri
Syamsul Bakri Mohon Tunggu... -

Syamsul Bakri is a lecturer in IAIN Surakarta, directur of Lakpesdam-NU Klaten, and founder of Pesantren Darul Afkar Institute Tegalrejo Ceper Klaten

Selanjutnya

Tutup

Politik

NU dan Muhammadiyah : Anak-anak Islam Nusantara

22 Juli 2015   13:21 Diperbarui: 22 Juli 2015   13:25 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

AKhir-akhir ini wacana Islam Nusnatara memperoleh popularitasnya, padahal wacana Islam Nusntara merupakan wacana kebudayaan dan peradaban yang sudah lama. Banyak yang menjadikannya sebagai identitas kelompo0k, banyak juga yang menolak.

Islam nusantara (baca: varian kebudayaan Islam Melayu) sesungguhnya hal yg natural, produk sejarah akulturasi Islam di tanah Melayu/ nusantara. Ini setara dg varian kebudayaan Islam arab, persia, turki n afrika hitam. Tetapi ktk IN dipopulerkn oleh org yg tdk mengerti sej dan kebudayaan, dan kemudian ditolak oleh org bermata gelap, mk jadilah wacana tdk produktif. IN adlh produk historisitas, anak dr sejrh Islam: lahir, berkembang dan menjadi tua. Sendi2nya msh kuat (misal halal bi halal, pecis melayu, sarung dll) walaupun sebagian akar2nya sdh rusak oleh arus modernisasi (westernisasi) dan fundamentalisasi (arabisasi). Sy pengajar Islam dan kebudayaan Jawa, serta Dakwah Islam Nusantara, melihat IN sbg trdsi alami n kultural shg tdk perlu dibesar2kn dg istilah Jama'ah IN (itu provokatif n mengundang reaksi org2 bermata gelap). Biarlah kebudayaan mengalir sesuai rumusnya. Utk apa membesar2kan jika sendi2nya pd roboh, yg lbh penting adl mempertahankn sendi2 moral n spiritnya. Sy tdk mau lebay, jg tdk mau masuk golongan katrok, semua hrs obyektif, saintifik, natural, dan substantif. Istilah Melayu utk menyebut varian keb. islam sebenarnya lbh tepat, ttp krn keb. Islam melayu jg mencakup malaysia, singapura, brunei, thailand selatan, dan suku Moro philipina, maka digunakan istilah nusantara utk khashais, agar lbh indonesiawi.

NU dan Muhamamdiyah (juga ormas lainnya) adalah anak-anak Islam Nusantara, sedangkan Islam Nusantara adalah anak dari Islam "Universal" Rahmatan Lil 'Alamin. Islam Nusantara sendiri bersaudara dengan Islam Arab (hasil perkawinan Islam dengan kebudayaan Arab). Islam Turki (hasil perkawinan dengan penduduk dari gurun Altay bagian Barat), Persia (hasil perkawinan Islam dengan tradisi persia), dan Afrika Hitam.

NU dan Muhammadiyah adalah kakak beradik yg masing sdg berumah tangga, keduanya adl anak-anak Islam Nusantara, di samping anak-anak islam Nusantara yang lain, yakni ormas-ormas Islam yang dilahirkan dan memiliki akar historis dengan dakwah Islam di Nusantara.

Apa yang harus dipahami adalah bahwa Islam Nusantara adalah akumulasi dari tradisi, mazhab pemikiran, sejarah, etnografi, arsitektur dan sendi-sendi peradaban lain, bukan sebuah aliran keagamaan. Maka saya tidak setuju jika ada istilah Jama'ah Islam Nusantara (JIN), karena hal ini justru memeprsempit makna Islam Nusantara yang terbentang luas di daratan Melayu tersebut. Saya juga tidak setuyju jika Islam Nusantara kemudian ditolak, karena hal ini menunjukkan ketidaktahuan si penolaknya. Diskursus soal Islam Nusantara sudah sedemikian jauh, terutama didukung oleh media sosial, di mana setiap orang akan memberikan opini tentang Islam Nusantara.

Sayangnya, banyak orang yang tidak mengerti, ikut-2 an secara fanatik untuk memunculkan gagasan Islam Nusantara. Begitu juga, ketika Islam Nusantara dipopulerkan oleh orang yang tidak mengerti sejarah perqadaban Islam, maka memunculkan sikap penolakan terhadap Islam Nusantara., Mereka yang menolak kebanyakan juga tidak mengerti apa itu Islam Nusantara. Ada juga yang mempersempit makna Islam Nusantara menjadi kejawen.

Wacana tentang Islam Nusantara menggelinding seperti bola liar. Hal ini karena sedikitnya pemahaman tentang Islam Nusantara, padahal yantg sedang berdebat adalah anak-anak Islam Nusantara. Islam Nusantara dapat dilihat wajahnya di komunitas NU, yang tetap tinggal di pedesaan sambil menjaga cagar budaya dan peninggalan sejarah. Juga mereka yang di opesantren menjaga keberlangsungan dalam pembacaab kitab kuning. Islam Nusantara juga ditemui di komunitas Muhammadiyah, terutama di sekolah-sekolah, yang mengajarkan iptek dengan tetap berpegang pada tradisi Islam dan penjagaan NKRI

Pesantren para kyai NU contohnya, sudah banyak memberiukan pengajaran ulumuddin kepada para santri nusantara (termasuk santri-santri Muhammadiyah), begitu juga sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Muhamamdiyah, sdh mencetak banyak akademisi dan kader bangsa (termasuk kader-kader NU). Keduanya menjadi pilar NKRI, mengembangkan sikap moderat, dan memiliki prinsip-prinsip Islam yang Indonesiawi. Tentu juga termasuk ormas-ormas lain dalam kuantitas yang lebih kecil. Inilah wajah Islam Nusantara, yakni wajah Islam khas Nusantara, yang ikut andil membumikan Islam sebagai rahmat seru sekalian alam.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun