Per Minggu (05/04/2020), Amerika Serikat telah mencatatkan angka kasus positif Covid-19 sebanyak 291.322 kasus dan menjadi negara dengan kasus tertinggi dari 205 negara terjangkit (worldometer).
Angka kasus yang setiap hari semakin mengganas, walaupun dalam jumlah kasus kematian bukanlah yang tertinggi. Negara Adidaya itu berada diurutan ke-3 di bawah Spanyol dan Italia.
Judul di atas adalah pesan yang disampaikan oleh Administrator kampus kepada Mehulika Sitepu, seorang Mahasiswi asal Indonesia yang kuliah di New York. Kota dengan kasus positif tertinggi di Amerika Serikat.Â
Seperti ditayangkan melalui video singkat di akun FB VOA Indonesia.Video berdurasi 4 menit 4 detik itu diunggah pada tanggal 03/04/2020, dan telah dibagikan sebanyak 7.050 kali, serta 1,8 juta tayangan.
Pada video tersebut, Mehu memberikan gambaran bagaimana kondisi di Amerika Serikat, khususnya di Kota New York tempatnya kuliah, dan bagaimana menjalani hidupnya di Kota tersebut.Â
Pada awal video yang berjudul, "New York Krisis Corona : Dengar Suara Ambulance Tiap 10 Menit", ia menceritakan bagaimana sempat kesulitan bernafas ketika berada di kamar mandi dan tiba-tiba langsung diserang kecemasan berlebihan. Ia pun buru-buru keluar dari kamar mandi dan membuka jendela apartement lebar-lebar.
"Pokoknya bawaannya menjadi parno setiap ada apa-apa yang terjadi,"ucapnyaÂ
Lebih lanjut ia menceritakan, bahwa dari dalam apartemen tempat tinggalnya, ia selalu mendengar suara sirine dan bahkan tiap 10 menit. Menurutnya, kejadian itu bahkan terjadi hingga tengah malam dan beberapa kali harus terbangun subuh-subuh karena mendengar suara sirine.
"Hal seperti itu membuat saya selalu berpikir bahwa keadaan di luar sudah sangat berbahaya. Dan, kejadian-kejadian itu seperti subconscious atau sudah masuk di alam bawah sadar kita," jelasnya.
Mehu yang meraih beasiswa S-2 Administrasi Publik di Columbia University, salah satu Universitas terbaik di dunia sempat berpikir untuk kembali ke Indonesia. Namun, ia ragu karena di Indonesia sendiri tingkat kematian sangat tinggi 10%, sementara di New York masih 2%.
Hidup seorang diri dan jauh dari keluarga membuatnya takut jika terjadi sesuatu pada dirinya. Hanya dengan sharing dan mengupdate informasi kesehatan sesama mahasiswa dari Indonesia sehingga ia mampu menjalani kehidupan di tengah wabah virus Corona. Bahwa yang merasakan ketakutan bukan cuma dirinya sendiri, tapi dirasakan juga oleh orang lain. Dan itu harus dilawan secara bersama-sama.
Mehu dan warga di Kota New York diharuskan tetap di rumah, kecuali untuk aktivitas seperti membeli obat dan kebutuhan sehari-hari. Keluar rumah untuk berbelanja di supermarket pun terpaksa dilakukan, Â jika tidak ada slot di supermarket online yang melayani pembelian pesan antar.
Ia menggambarkan bagaimana salah satu jalan utama di Kota New York, Broadway Avenue yang tidak pernah sesepi seperti saat itu ketika ia sedang menuju ke supermarket. Dan menurutnya, hanya virus Corona yang mampu membuatnya seperti itu.
Proses perkuliahan yang dijalaninya saat ini hanya berlangsung secara online dengan mengubah mata kuliah menjadi "Lulus" dan "Tidak Lulus", bukan lagi nilai A-F. Walaupun sebenarnya diawal, ia sempat kecewa karena bagaimanapun letter grade menurutnya membuatnya termotivasi.
Sebelum kampusnya tutup dan hanya kuliah online, Admistrator kampus mengingatkan kepada seluruh Mahasiswa dan hal itu senantiasa diingatnya, bahwa kita harus menganggap semua orang termasuk diri sendiri sudah kena virus Corona.Â
"Hal inilah yang membuat kita senantiasa waspada dan menjaga jarak dengan orang lain," tutupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H