Seperti halnya sekolah dan perguruan tinggi, tempat penitipan anak pun diliburkan sebagai upaya pencegahan Covid-19. Per hari ini, 01/04/2020, libur atau penutupan sementara sudah berjalan lebih dari seminggu, bahkan sudah ada pemberitahuan perpanjangan libur hingga batas waktu yang belum ditentukan.Â
Hanya berselang beberapa hari setelah Sekolah, Kampus, dan Tempat Penitipan Anak diliburkan, Instansi Pemerintah pun melakukan pembatasan pegawai yang berkantor. Hal itu tertuang dalam surat edaran dari Walikota yang menghimbau agar ASN bekerja dari rumah dan instansi terkait mengatur pembagian waktu pegawai yang bekerja di kantor secara bergantian.Â
Bekerja dari rumah atau Work From Home, bukanlah hal baru dalam dunia kerja seiring perkembangan teknologi komunikasi. Beberapa kali melihat teman yang bekerja di NGO nampak santai pada siang hari, tapi aktif bekerja pada malam hari melalui Skype atau berkirim email dengan kantor pusat. Adanya perbedaan waktu dengan kantor pusat di luar negeri membuat jam kerjanya harus menyesuaikan.
Namun khusus di instansi pemerintah, penerapan seperti ini merupakan sesuatu yang tidak biasa atau jarang dilakukan. Melihat postingan gambar layar laptop sedang meeting online di medsos beberapa hari terakhir mungkin bisa menjadi indikator sederhana.Â
Masih minimnya kendala ruang dan waktu, saya pikir menjadi faktor mengapa meeting atau koordinasi via online ini belum secara masif diterapkan di instansi pemerintah. Walaupun sebenarnya untuk koordinasi lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau bahkan lintas sektor yang sifatnya penting dan insidental, hal ini merupakan cara yang efektif dan efisien.Â
Terus, apa hubungan "Liburnya Penitipan Anak" dan "Kudeta" pada judul tulisan?
Penutupan sementara tempat penitipan anak merupakan hal yang sangat berkaitan dalam menunjang suksesnya pelaksanaan meeting via online. Ketika anak masih dititip di tempat penitipan, anak tersebut masih dalam usia yang belum mengerti dan memahami situasi. Memberikan pemahaman melalui penjelasan panjang lebar pun, agak sulit mereka terima. Akan berbeda ketika anak telah berumur 6 tahun atau sudah duduk di bangku Sekolah Dasar.
Sedikit cerita dan berbagi pengalaman proses meeting hari ini dengan beberapa teman kantor. Awalnya, proses meeting masih berjalan dengan lancar. Anak-anak masih melihat apa yang orang tuanya lakukan. Tapi, ketika berjalan 10-20 menit, mereka nampak mulai gelisah, melakukan gerakan untuk mencari perhatian, yang membuat konsentrasi menjadi buyar. Tidak nampak situasi akan membaik. Mereka terus mengganggu. Hingga akhirnya situasi pun semakin tidak terkendali dan proses "kudeta" itu pun tidak dapat dihentikan.
Saya kira bagi orang tua yang memiliki anak usia 3-4 tahun, juga merasakan hal serupa ketika meeting online pada saat WFH . Memilih waktu yang tepat seperti ketika mereka tidur pun agak sulit, karena kita harus mempertimbangkan juga kesiapan peserta meeting lainnya. Solusinya, Anda harus jadi "Bos" sehingga bisa menjadi "Host". Waktu pun mungkin bisa dikendalikan. Hehehe
Ini cerita WFH ku, mana ceritamu.