Mohon tunggu...
Syamsul Bahri
Syamsul Bahri Mohon Tunggu... Administrasi - coretan seadanya berawal dari minum kopi.

Menulis untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tingkatkan Kepatuhan, Negeri Ini Pun Tak Perlu "Lockdown"

28 Maret 2020   00:34 Diperbarui: 28 Maret 2020   08:45 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi virus corona. (CNN)

Penyebaran Covid-19 di Indonesia, semakin hari semakin meningkat. Baik berupa jumlah kasus terjangkit, maupun yang meninggal. Tertinggi terjadi di Ibukota negara, DKI Jakarta, dibandingkan beberapa Provinsi di Indonesia yang sudah dinyatakan terjangkit.

Data ini dapat dengan mudah diakses pada berbagai situs resmi yang telah tersedia. Lengkap dengan peta sebarannya.

Secara global pun datanya dapat dengan mudah diakses. Dimana saat ini sudah hampir 200 negara yang terjangkit. Baik negara maju, maupun negara berkembang. Baik negara kaya, maupun negara miskin. Virus ini tak mengenal tentang itu. Hal yang sama juga pada jabatan, profesi, serta kekayaan. Juga tak dikenalnya.

Terbaru bagaimana beberapa pejabat di Inggris, termasuk PM Boris Johnson juga dinyatakan positif virus tersebut. Setelah sebelumnya juga terjadi pada beberapa pejabat di Indonesia, seperti Menteri Perhubungan, Walikota Bogor, dan Bupati Karawang.

Hanyalah mereka yang senantiasa meningkatkan kewaspadaan akan menjadi pembeda dalam kasus ini. Sesuatu yang muncul karena belajar dari pengalaman yang ada, sehingga senantiasa dijaga dan ditingkatkan. Pembelajaran dari kasus pertama di Wuhan, menyebar ke beberapa negara lainnya hingga masuk di Indonesia.

Bagaimana bentuk kewaspadaan tersebut? Laksanakan himbauan Pemerintah melalui Gugus Tugas Pengendalian Penyebaran Covid-19, Kementerian Kesehatan, instansi lainnya, serta penegasan berupa maklumat dari Kepolisian Republik Indonesia. 

Himbauan yang paling sering kita baca dan dengar adalah mulai dari jaga jarak atau kurangi aktivitas di luar rumah, rajin cuci tangan sebelum menyentuh mulut, hidung, atau mata, menggunakan masker, dsb. Hal-hal yang tak pernah bosan disampaikan.

Bangsa ini sangat besar, baik dalam hal jumlah penduduk dan ragam karakternya. Hal selain faktor ekonomi, yang mungkin menjadi pertimbangan Presiden sehingga tidak menerapkan Lockdown dari kasus pertama ditemukan di Depok, atau bahkan sebelum kasus tersebut. 

Tak mudah mengambil langkah itu. Beberapa negara, bahkan jumlahnya masih jauh lebih banyak daripada yang menerapkan (kebijakan Lockdown).

Apakah Presiden, tidak memikirkan nyawa rakyatnya yang terancam? Maka jawaban sederhananya adalah, Presiden dan orang-orang didekatnya tidak lepas tanggung jawab dan memilih melarikan diri ke planet tak berpenghuni yang aman dari virus.

Bahkan seorang presiden pun sudah menjalani pemeriksaan untuk memastikan dirinya tidak terjangkit. Hal yang dilakukan setelah Menteri Perhubungan dinyatakan positif Covid-19. Jadi, seorang presiden pun terancam dari virus ini.

Apakah presiden hanya memikirkan ekonomi dan ekonomi terus? Ini bukan tentang ekonomi secara pribadi (memperkaya diri sendiri), ini ekonomi bangsa, tentang 270 juta warga Indonesia.

Seorang presiden tidak akan menderita jika ia menerapkan Lockdown, secara pribadi, tapi akan menderita dari segi tanggung jawabnya sebagai seorang Presiden yang memikirkan nasib dan apa yang akan terjadi pada warganya. Panic buying, daya beli menurun, harga meningkat, yang berakhir pada inflasi yang tak terkendali.

Saya berpikir, Pemerintah senantiasa mencari solusi yang terbaik. Solusi untuk Bangsa, bukan untuk kelompok tertentu terlebih kepentingan pribadi dan keluarga. Memikirkan yang terbaik dari segi ekonomi dan keselamatan rakyatnya.

Kebijakan sekarang pun akan efektif seandainya kita semua sadar dan menerapkannya. Patuh dan tidak menganggap remeh. Ini bukan untuk diri sendiri, tapi menyangkut saudara, orang tua, serta kakek, nenek yang rentan dengan virus ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun