Mohon tunggu...
Syamsul Arifin
Syamsul Arifin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan Wakil Dekan II Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram

Dosen UIN Mataram

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Pendidikan Lailatul Qadar dan Lailatul Qadar Pendidikan

15 Mei 2021   10:37 Diperbarui: 15 Mei 2021   10:43 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Lailatul Qadr dalam keyakinan umat Islam dimaknai sebagai malam paling istimewa dalam perjalanan hidup manusia sebagai makhluk spritual. Dalam sistem keimanan Islam, ia merupakan salah satu doktrin kunci (the main doctrine) dalam ritualitas Puasa Ramadlan, sehingga seolah-olah totalitas ibadah seseorang di bulan suci tersebut menjadi tidak bermakna tanpa "bersua" dengannya. Alquran --sumber otoritatif utama Islam -- secara normatif menegaskan bahwa malam Qadr lebih baik dari seribu bulan (Q.S. Al-Qadr; 3).

Sejumlah Hadits Mutawatir -- Hadits dengan tingkat validitas tertinggi -- turut memperkaya penjelasan tentang hal yang sama yang bermuara pada satu pengertian bahwa tidak ada yang paling berharga dalam kehidupan seorang Muslim selain penyerahan diri secara total pada Sang Ilahi di malam indah dalam "penglihatan" penuh para malaikat, termasuk Jibril.

Bagi Muslim yang memiliki pemahaman yang benar dan utuh serta mengimani dengan sepenuh hati, doktrin tersebut diposisikan sebagai fase penting dalam menggapai makna hidup yang tertinggi. Untuk kepentingan itu, seluruh energi Ramadannya diarahkan pada maksimalisasi pencapaian fase itu. Dalam obsesinya, tidak ada detik yang dilalui dalam hidupnya kering dari nilai ritual dan sosial. Terbersit perasaan berdosa bilamana dirinya tak mampu meningkatkan kualitas diri dan lebih baik dari sebelumnya serta merasa cemas dan khawatir terhadap dosa dimaksud menjadi penghalang untuk menikmati malam suci.

Dari sekian banyak umat Islam yang berpuasa di bulan Mubarak ini, berapa jumlah Muslim yang memiliki pemahaman dan keimanan serta respon yang memadai terhadap doktrin Lailatul Qadr? Dan dari jumlah tersebut, berapa Muslim yang betul-betul berhasil melewatinya dengan sujud pada Dzat Yang Maha Kuasa? Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab secara kuantitatif. Namun, secara inderawi dapat terbaca secara general dari semangat qiyam al-lai (ibadah malam hari) mereka. Bila berkaca pada Ramadan sebelumnya, tidak banyak masjid yang dipenuhi oleh Muslim yang i'tikaf. Andai Ramadlan tahun ini kondusif seperti Ramadlan tahun sebelumnya, fenomena yang sama akan terulang kembali. Mengapa hal ini terjadi?

 

Pendidikan  Lailatul Qadr   

Dalam perspektif pendidikan, rendahnya -- jika boleh disebut demikian -- pemahaman, keyakinan, dan respon sebagian umat Islam terhadap doktri Lailatul Qadr sebagai akibat belum maksimalkan pendidikan tentang doktrin tersebut. Sebagai doktrin kunci/inti (main doctrine)  bagi semua ibadah selama puasa Ramadlan dan posisinya yang sangat istimewa dalam ajaran Islam sehingga harus disebut sebagai surat tersendiri dalam Al-Quran, ia tidak mendapat perhatian yang seharusnya dalam sistem Pendidikan Islam.

Tidak sebanding dengan posisinya dalam sistem keimanan dan ritualitas Islam yang begitu agung, doktrin Lailatur Qadr  --  sebagaimana tersaksikan selama ini -- hanya menjadi satu objek kajian "selayang pandang" para Pendakwah dalam durasi yang sangat terbatas, bahkan cenderung tidak fokus. Namun, tidak dipunkiri ada sejumlah pembicara yang mencoba fokus, meskipun di antara mereka ada yang terjebak dalam narasi-narasi tradisional yang justru mendapatkan respon yang kurang positif dari pendengarnya. Harus diakui bahwa tidak banyak pemikir Muslim yang mencoba mengkaji secara mendalam, apalagi terintegrasi dengan sains modren sehingga diperoleh memahaman yang lebih aktual dan menyegarkan secara intelektual. 

Sebagai dampak pendidikan Lailatul Qadr di atas, tidak banyak ditemukan penguatan tradisi qiyam al-lail -- sebagai proses yang harus ditempuh untuk dapat bermunajat di malam Qadr -- dalam pendidikan keluarga, termasuk untuk anak-anak sebagaimana habituasi shalat wajib dan atau shalat tarawih. Ironinya, mereka tidak memandang sebagai hal yang naif atau hina jika bangun malam hanya untuk sahur atau buang air tanpa ada kemauan untuk shalat Tahajut atau Hajat misalnya.

Pendidikan Ideal Lailatul Qadr      

Mestinya, Lailatul Qadr ditempatkan sebagai materi pendidikan unggulan yang dikaji secara konprehensif dan utuh, mencakup berbagai perspektif. Wujud doktrin tersebut yang bersifat normatif, metafor dan didahului dengan redaksi yang dialogis -- sebagaimana tertulis dalam surat al-Qadr -- mengisyaratkan bahwa Lailatur Qadr dapat dipahami dengan benar bilamana dikaji secara akademik yang serius, sistematis, berkelanjutan, menyeluruh, dan mendalam  serta memenuhi prinsip-prinsip pendidikan dalam proses pengkajiannya. 

Sangat tidak memadai jika ia hanya dipahami dalam pespektif teologis, apalagi teologi historis berbau israiliyah (berbau cerita tak berdasar). Di samping itu, kajiannya tidak berhenti hanya menggunakan pendekatan bayani, yang bertumpu pada teks agama  (al-Quran dan Hadits), tetapi cukup menarik bila masuk pada ranah pemahaman, pengamalan dan pengalaman yang kemudian dibedah dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan menyentuh banyak aspek kehidupan terkini.

Tentu, tidak cukup sebatas kajian yang berhenti di ranah kognitif,  pendidikan Lailatur Qadr harus belanjut pada domain psikomotorik dan afektik dengan bobot yang menyamai bobot domain kognitif. Sebagai bagian dari usaha mendapati Malam Keramat itu mislanya, ada praktik shalat  Tahajut, Hajat, Tasbih dan shalat malam lainya, termasuk bagi anak-anak yang dilakukan secara kontinu/istiqamah sehingga menjadi "budaya" positif bagi mereka. Upaya habituasi Qiyam al-Lail bukan langkah yang bersifat mandiri, tetapi hendaknya teintegrasi dengan amaliyah-amaliyah lainnya yang konsisten berada dalam kebenaran dan dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga terbentuk kepribadian Muslim yang utuh.

Lailatul Qadr Pendidikan

Adalah jelas dan tegas bahwa dalam Islam, semua amaliyah-syari'yah/ritus-ritus agama, termasuk  Lailatur Qadr tidak ditempatkan sebagai tujuan akhir. Semuanya adalah bagian dari rangkaian dan jenjang pendidikan yang harus dilalui oleh setiap Muslim untuk membentuk insan kamil atau manusia paripurna. Oleh karena itu, sangat tidak berdasar atau menyesatkan adanya pandangan atau pemahaman bahwa orang yang berhasil beribadah di Malam Agung tersebut terbebaskan dari beban melakukan kebaikan karena dirinya telah melakukannya untuk kurun waktu 83 tahun, sehingga tidak perlu lagi beramal shalih dan memburu kebaikan lainnya.

Lailatul Qadr tidak seperti pendidikan pada umumnya. Ia termasuk pendidikan tingkat tinggi dalam pengertian spritual. Meskipun dengan perencanaan yang matang, tidak setiap Muslim yang berhajat 'mengikuti'nya mimiliki kesempatan bersua dengannya. Hanya orang-orang yang lulus dalam uji spritual-lah yang berkesempatan mengikuti pendidikan ini. Artinya, ia hanya diikuti oleh individu-individu shalih terpilih dan beruntung.

Setiap Muslim yang mengikuti pendidikan Lailatur Qadr diyakini dapat mengalami penyucian jiwa berawal dari perasaan yang berdosa yang diikuti penyesalan yang penuh kesungguhan. Pengalaman spritual-personal ini juga dapat meningkatkan kualitas keimanan yang berujung pada maksimalisasi kecerdasan spritualnya, sehingga dirinya mampu menyingkap tabir dunia metefisika yang selama ini tertutup. Mata hatinya yang terbuka membuat dirinya mampu melihat kebenaran hakiki dan menyelami makna kehidupan yang sebenarnya. Implikasi berikutnya, ia tata ulang konsep hidupnya dan langkah-langkah menjalani 

Pasca Pendidikan, para "Alumni" Malam Impian tersebut tak menampakkan dirinya sebagai alumni layaknya lulusan pendidikan formal. Mereka tampil sederhana dalam lautan manusia dengan hati yang dibalut rasa rindu pada pengalaman spritualnya yang telah berlalu. Tak ingin jiwa terkotori lagi, mereka terus melakukan kebaikan demi kebaikan dalam ranah sosial dan ritual dengan hati yang penuh rasa tawadlu'dan memandang orang tetap lebih baik dari dirinya. Tutur katanya penuh makna dan sikapnya selalu bijaksana sehingga jadi pesona di lingkungannya.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun