Ketidakmauan sebagian sejarawan untuk mengakui kesejarawanan Pramoedya Ananta Toer adalah salah-satu gejala adanya tembok yang sengaja dibangun untuk membedakan sejarawan dengan sastrawan. Padahal, sebenarnya sulit untuk mengatakan jika karya sejarah terbebas dari unsur fiksi, khususnya ketika dalam metode sejarah terdapat aspek interpretasi.
Sebaliknya, katakanlah Tetralogi Pulau Buru karangan Pramoedya Ananta Toer sebagai karya fiksi, adakah dari kita yang menolak fakta jika proses penulisan karya-karya itu didahului dengan penelitian sejarah yang mengikuti prinsip-prinsip pokok metode sejarah? Artinya, dalam karya "fiksi" sekalipun, pasti ada penelitian sosial dan sejarah. Jika tidak, karya itu tidak akan "hidup" dan "menjejak di bumi".
Pendekatan Multidimensi
Dalam tradisi penulisan sejarah modern dikenal istilah "pendekatan multidimensi". Istilah ini merupakan salah-satu kontribusi Prof. DR. Sartono Kartodirdjo. Inti dari istilah ini adalah saran bagi sejarawan untuk merekonstruksi sejarah dengan secara aktif mengoptimalkan kekayaan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, baik ilmu-ilmu sosial maupun ilmu-ilmu alam.
Hal ini dimaksudkan agar karya sejarah tidak hanya berisi deskripsi naratif prosesual semata, melainkan masuk lebih dalam dengan mengorek dimensi-dimensi struktural dalam setiap peristiwa sejarah. Dengan begitu, karya sejarah akan lebih kaya dan lebih bermanfaat.
Bagi saya, film, seperti Sang Pencerah, adalah sebuah karya yang paling multidimensi. Dalam eksposisi yang tertuang dalam film tersebut, tidak hanya terdapat pendekatan-pendekatan ilmu sosial, melainkan juga terdapat pendekatan ilmu-ilmu lain, seperti fisika, arsitektur, fashion, dan lain-lain. Dengan kekayaan pendekatan yang tertuang dalam film tersebut, pesan-pesan sejarah yang terkandung dalam tokoh KH Ahmad Dahlan, bisa dicerna lebih baik.
Kalau tidak percaya, silakan bandingkan dengan karya apapun tentang KH Ahmad Dahlan yang tersaji dalam bentuk tulisan? Mana yang lebih efektif?
Penutup
Sewaktu berada di kereta menuju Yogyakarta, saya bersama dengan seseorang yang tengah asik membaca "Kartun Riwayat Peradaban" yang diterbitkan Gramedia.
Saya tanya sama dia, apa yang membuat kamu tertarik membaca buku itu?
Dia bilang, "saya penggemar komik dan komik itu menarik, karena menceritakan sejarah dalam bentuk yang asyik."