Mohon tunggu...
Syamsuddin Sahdan
Syamsuddin Sahdan Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam

Pemerhati Masalah Keislaman, Sosial, dan Kebudayaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anak Kecil dengan Narasi Besar

21 September 2023   09:14 Diperbarui: 21 September 2023   09:17 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia yang penuh dengan suara dan cerita. Terdapat keajaiban dalam kemampuan seorang anak kecil, yang menghadirkan narasi dengan begitu terukur. Narasi itu keluar dari lisan seorang anak, bernama Kate Victoria Lim yang berusia 16 tahun. Kate menyuarakan isi hatinya melalui laman media sosial, dengan begitu memesona. Dengan kecerdasan, ketegasan, serta keberaniannya dalam berbicara, mengundang perhatian masyarakat maya.

Diketahui, Kate adalah anak dari seorang pengacara sekaligus pendiri LQ Indonesia Lawfirm,  Alvin Lim, yang kini sedang terseret kasus pencemaran nama baik. Dari kasus itulah, cerita seorang anak kecil ini bermula. 

Kate mengungkapkan, apa yang menimpa Ayahnya merupakan bentuk ketidak-lurusan penegak hukum, dalam menegakkan keadilan. Sebab, menurutnya yang dilakukan sang Ayah, sudah sesuai dengan UU Advokat, bahwa seorang pengacara memiliki hak imunitas saat menjalankan tugasnya membela klien, sehingga tidak bisa dipidanakan. 

Kate, dalam tayangan video yang beredar, mempertanyakan:

"Apakah yang dilakukan kepolisian? Mempidanakan advokat, yang sedang menjalankan tugasnya, dan menceritakan kejadian yang dialami oleh kliennya. Apakah yang dilakukan kepolisian itu menegakkan hukum, ataukah justru melawan hukum?"

Tidak berhenti disitu, ia bahkan berani melayangkan undangan kepada Kapolri untuk berdebat secara terbuka, terkait dengan kasus yang menjerat ayahnya. Sayang, undangan tersebut tidak memperoleh sambutan.

Meski tidak mendapatkan respon yang baik, ia tetap melakukan berbagai upaya. Dengan memanfaatkan media sosial sebagai platform perjuangannya. Perjuangan yang dilakukan oleh Kate pun mendapatkan banyak respon positif dari masyarakat.

Masa Depan Indonesia

Kisah tentang seorang anak kecil, yang mencari keadilan untuk ayahnya ini, menurut saya patut dijadikan sebagai contoh keteladanan bagi generasi muda. 

Saya melihat ada secercah harapan bagi bangsa ini. Melalui keberanian seorang anak kecil, sepertinya kita bisa mewujudkan narasi-narasi besar yang kita cita-citakan bersama. Narasi tentang keadilan, kesejahteraan, dan kemanusiaan yang sampai hari ini masih menjadi persoalan besar di negara kita.

Kate, seorang anak kecil mampu membuka mata kita, bahkan bukan hanya mata dalam pengertian fisik, melainkan mata dalam pengertian batiniyah yaitu hati nurani, untuk melihat bahwa akan ada masa depan yang lebih baik bagi bangsa ini.

Kate juga menunjukkan bahwa, selain keberanian, kecerdasan juga dibutuhkan sebagai penunjangnya. Kita mesti bersepakat, bahwa anak kecil ini adalah anak yang cerdas. Dalam tutur kalimatnya, susunan kata-katanya, pemilihan diksinya, serta kelurusan logikanya, menunjukkan bahwa ia menyampaikan segala sesuatu dengan penuh pertimbangan, dengan narasi yang terukur.

Kecerdasan itu pula yang terlihat dalam kejeliannya memilih platform, untuk dijadikan sebagai media perlawanan, yaitu media sosial. Kecerdasannya dalam menentukan media sosial, sebagai corong untuk menyampaikan aspirasinya, patut mendapatkan apresiasi. 

Kekuatan Media Sosial 

Apa yang dilakukan Kate, mengingatkan saya pada sebuah teori media, yang dikemukakan oleh Dennis McQuail (1987), bahwa: media berperan sebagai sumber kekuatan, yaitu alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat. Komunikator menjadikan media sebagai pengganti kekuatan, tameng, atau sumber daya lainnya, dalam kehidupan nyata.

Bahkan lebih jauh Thomas Jefferson mengatakan "Saya memilih memiliki pers tanpa negara, daripada negara tanpa pers." kiranya Jefferson masih hidup hingga hari ini, saya membayangkan ungkapannya mungkin akan sedikit berbeda, bahwa: "Saya memilih untuk memiliki media sosial, tanpa negara. Daripada memiliki negara, tanpa media sosial. Sebab media sosial bisa menjadi kekuatan, tameng, sekaligus alat untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan"  

Sekali lagi, dalam dunia yang penuh dengan suara dan cerita ini. Kita mempunyai kesempatan untuk menyuarakan cerita-cerita kita masing-masing. Cerita tentang keadilan, cerita tentang kesejahteraan, cerita tentang kemanusiaan, dan berbagai cerita lainnya. Jika dilakukan dengan serius, konsisten, dan tentunya dengan niat baik, maka cerita-cerita kecil itu, akan menjadi satu kesatuan, yang membentuk dan menghasilkan narasi besar.  Yang nantinya, akan menghasilkan perubahan besar bagi bangsa ini.

*) Syamsuddin, S.Sos; Demisioner Ketua PMII Rayon Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, Mahasiswa Magister Komunikasi Penyiaran Islam UIN Alauddin Makassar, Pemerhati Masalah Keislaman, Sosial, dan Kebudayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun