Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar sedang berlangsung di Jakarta Covention Center (JCC), Jakarta, didahului dengan rapat pleno dan rapimnas yang diselenggarakan oleh DPP Partai Golkar. Tiga agenda penting partai itu dilangsungkan secara cepat kilat karena situasi genting dan dalam kondisi hal ihwal yang memaksa.
Kegentingan yang memaksa dapat dilihat dari; pertama, lowongnya posisi ketua umum yang dijabat Setya Novanto karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan korupsi megaskandal kasus KTP elektronik senilai Rp 2,3 triliun yang sedang bergulir di KPK; kedua, penangkapan Novanto berakibat tidak dapat menjalankan tugasnya secara tetap sehingga perlu penggantian; dan ketiga, penandatanganan surat keputusan terhadap pengajuan calon bupati dan gubernur harus ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal partai atau sebutan lain sesuai ketentuan UU Pilkada.
Ditengah perhelatan munaslub, isu penting yang mengemuka dikalangan peserta dan perdebatan dikalangan internal pengurus adalah soal periodisasi kepengurusan yang akan diemban oleh Airlangga Hartarto (AH) yang kemungkinan besar terpilih dalam munaslub kali ini.
Mengamati pemberitaan dan dinamika pemikiran di kalangan pengurus elit DPP Partai Golkar, dilingkar inti kepengurusan Novanto lebih memilih periodisasi kepengurusan AH kedepan hanya melanjutkan masa periode Novanto tahun 2014-2019 setelah memenangkan secara aklamasi pemilihan ketua umum dalam munaslub di Bali pada Mei 2016.
Periode Novanto hanya melanjutkan masa kepengurusan sebelumnya setelah terjadi dualisme kepengurusan 2014 antara kubu Aburizal Bakti dan Agung Laksono yang kemudian bersepakat melaksanakan munaslub bersama. Jika berjalan normal, seharusnya kepengurusan Novanto akan berakhir pada bulan november atau desember 2019 yang akan datang.
Telaah AD/ART
 Dalam Pasal 30 ayat (3) huruf c AD Partai Golkar dinyatakan bahwa munaslub mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan munas. Munas dalam ketentuan sebelumnya, Pasal 30 ayat (2) dinyatakan bahwa munas pemegang kekuasaan tertinggi partai yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun dengan kewenangan: Menetapkan dan atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai; Menetapkan Program Umum Partai; Menilai Pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Pusat; Memilih dan menetapkan Ketua Umum; dan lain-lain.
Jika dibandungkan dengan ketentuan Pasal 19 ART yang menyatakan pada prinsipnya bahwa Pengurus antar waktu, termasuk Pengurus hasil Musyawarah Luar Biasa pada semua tingkatan hanya melanjutkan sisa masa jabatan Pengurus yang digantikan berlawan dengan ketentuan Pasal 30 ayat (3) huruf c AD diatas.
Pasal 19 ART tersebut yang dimaksudkan adalah pejabat ketua umum dan bukan ketua umum hasil munas/munaslub. Sementara penambahan kalimat, "termasuk Pengurus hasil Musyawarah Luar Biasa pada semua tingkatan..." tidak berdasar karena hasil munaslub sama dengan munas terkait periodisasi, kekuasaan dan wewenangnya.
Secara praktik, kepemimpinan Novanto telah menjalankan ketentuan ini dan menjadi keputusan hasil munaslub Bali. Persolannya adalah apakah praktik dalam kepengurusan Novanto sesuai dengan ketentuan AD/ART Partai Golkar?.
Beberapa telaah atas konflik norma aturan dimaksud dapat dipertimbangkan oleh peserta munaslub adalah: