Politisi itu sama saja di mana-mana. Mereka berjanji membangun jembatan bahkan di tempat yang tidak ada sungai.
~Nikita Khrushchev, Mantan Perdana Menteri Uni Soviet~
Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar baru saja selesai (20/12). Airlangga Hartarto (AH) terpilih secara aklamasi walaupun beberapa kader sebelumnya menyatakan siap maju bertarung dalam forum munaslub. Penetapan AH sebagai ketua umum menggantikan Setya Novanto dalam rapat pleno DPP Partai Golkar pada Rabu (13/11) akhirnya mengubur niat calon lainnya.
Dalam sambutan pembukaan munaslub, Presiden Jokowi menjelaskan kedatangan rombongan DPD I Partai Golkar ke Istana Bogor (30/11) dan menyatakan dukungan ke AH sekaligus meminta izin agar diperkenankan maju sebagai calon ketua umum. Penjelasan Presiden Jokowi tersebut, jelas menyiratkan dukungan ke AH yang juga sebagai Menteri Perindustrian dalam kabinet kerja yang sedang dipimpinnya.
Dukungan DPD, sinyal kuat Istana serta penetapan sebagai ketua umum sudah dapat dipastikan bahwa AH akan mulus menjadi ketua umum DPP Partai Golkar yang baru. Selain itu ketiadaan calon lain yang mencukupi persentasi sebesar 30 persen pemilik suara karena AH telah memborong semuanya.
Ditengah prahara Partai Golkar akibat perilaku mantan ketua umum, Setya Novanto, yang terlibat dalam beberapa kasus pidana, kasus papa minta saham hingga puncaknya, penahanan Novanto dalam kasus korupsi KTP elektronik membuat Partai Golkar dicitrakan sebagai partai korup.
Sebelumnya, beberapa kader Golkar telah diciduk lembaga antirasuah seperti Ridwan Mukti (Gubernur Bengkulu), Siti Mashita Soeparno (Wali Kota Tegal), Iwan Rusmali (Ketua DPRD Banjarmasin), Tubagus Iman Ariyadi (Wali Kota Cilegon), Rita Widyasari (Bupati Kutai Kartanegara), Adtya Moha (Anggota DPR) dan Markus Nari (Anggota DPR) yang terlibat dalam kasus yang sama dengan Novanto.
Serangkaian peristiwa diatas telah menyeret Partai Golkar dalam pusaran korupsi ditengah pemerintahan Jokowi-JK bertekad memberantas segala tindak pidana korupsi. Dengan sifat yang sama, berkategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dalam kasus narkoba, Jokowi bahkan lebih garang memerintahkan tembak mati terhadap pengedar narkoba. Sementara kasus korupsi hukumannya makin ringan.
Korupsi sudah menjadi musuh bersama bangsa Indonesia dan amanat reformasi 1998 yang belum tuntas. Menjadi tugas bersama khsusnya partai politik sebagai pilar negara demokrasi menyatakan dengan gamblang, perang terhadap korupsi yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat.
Jargon Baru