Keterpilihan AH sebagai ketua umum bukan jalan mulus penuh bunga, justeru akan menghadapi tekanan dari pelbagai pihak. Dari kiri-kanan, atas-bawah bahkan yang tidak bersangkut paut dengan Partai Golkar sekalipun akan berupaya mempengaruhinya untuk kepentingan politik tertentu.
Dalam munaslub, ada perubahan tagline atau jargon dari "Suara Golkar, Suara Rakyat", berubah menjadi "Golkar Bersih, Golkar Bangkit, Indonesia Sejahtera". Perubahan jargon tersebut secara paradigmatik-ontologis memiliki kelalaian akut dari kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan partai.
Seyogyanya, suara, aspirasi dan cita-cita rakyat menjadi sumber perjuangan partai politik di parlemen dan bukan mendahulukan kepentingan partai dan individu. Akibatnya, perilaku elit partai tega melakukan perbuatan yang melanggar hukum, moral dan etika berbangsa.
Jargon baru Partai Golkar dibawah kepemimpinan AH merupakan anti tesis dari realitas politik internal partai, turunnya elektabilitas publik serta kondisi perekonomian yang melambat hanya 4,93 persen pada kuartal-III 2017 ditandai dengan turunnya daya beli masyarakat.
Rumusan jargon baru tersebut realistis, empiris dan tak terbantahkan. Turbulensi politik yang sangat terasa terkait dengan kasus korupsi KTP elektronik yang mendudukkan Novanto sebagai pesakitan. Sub sistem partai bergejolak sejak pemecatan beberapa kader muda potensial berubah menjadi gerakan politik menumbangkan Novanto sebagai ketua umum.
Parpol Responsif
Neumann (1963:352) menegaskan bahwa Partai Politik adalah organisasi yang berebut dukungan rakyat melalui persaingan (pemilu) dengan suatu golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan berbeda. Untuk mengatur persaingan itu, di Indonesia kemudian diatur dalam norma hukum perundangan, UU No. 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 2 tahun 2008 tentang Partai Politik.
Sebagai wadah perjuangan yang berkesinambungan, maka kaderisasi menjadi jantung keberlanjutan Partai Politik dengan tetap mendidik, membina, mengkader  guna menghasilkan calon pemimpin yang memiliki kemampuan dibidang politik untuk mengelola kekuasaan pemerintahan.
Partai yang tidak memberi ruang bagi generasi muda, yang memiliki sikap kepemimpinan dan kapasitas, berintegritas serta visioner akan ditinggal tua dan lambat laun akan layu sebelum berkembang. Seperti kata pepatah, partai tersebut akan menjadi  hidup susah, mati pun tak mau.
Sebagai partai yang sudah berusia 53 tahun, Golkar pernah berkuasa selama 32 tahun dibawah rezim otoriter Soeharto. Berkat kepiawaian Akbar Tanjung lah, sehingga Golkar selamat dari amarah amukan rakyat yang menuntut pembubarannya. Bahkan, ketika pemerintahan Gusdur, partai ini sempat dibubarkan tetapi justeru pemerintahan Gusdur lah yang bubar.
Para pemimpin elit Golkar di era reformasi sadar betul bahwa diperlukan perubahan paradigmatik menata partai agar survive kedepan. Tahun 2000 dirumuskan paradigm baru dari sekedar kelompok kekaryaan menjadi Partai Politik sesungguhnya. Sistem rekrutmen diubah dari sistem married (hubugan famili) ke sistem merit yang lebih mengedepankan kompetensi, prestasi dan kinerja.