Kalau memposisikan mertua sebagai  orangtua insya  Allah membangun chemistry mertua dan menantu tidak jadi masalah. Kalaupun perlu adaptasi dan penyesuaian tidak masalah. Hal ini manusiawi. Toh dengan pasangan juga butuh waktu untuk adaptasi dan saling kenal karakter secara mendalam. Jadi membangun relasi mertua menantu juga butuh waktu dan proses.Â
Jadi terjawab sudah. Dari mana memulai membangun chemistri mertua dan menantu. Jawabannya dari mindset. Dari Pikiran. Masih soal mindset tentang mertua. Sebagai mantu kita perlu sadar pula, bahwa suatu saat kita juga akan jadi mertua. Hanya soal waktu saja. Kalau sebagi mantu kita dapat membangun chemistri dan menjaga hubungan baik dengan mertua, insya Allah suatu hari kelak kita juga akan diperlakukan sama oleh menantu kita.
Mindset  dan cara pikir yang sama juga berlaku untuk para mertua dalam membangun relasi mertua menantu. Mantu kita adalah anak kita. Hanya saja mereka tidak terlahir dari rahim kita dan tidak menjadi darah daging kita secara langsung. Tapi yang pasti, menantu kita adalah orangtua (ayah dan atau ibu) dari cucu kita.Â
Tanpa menantu kita tak mungkin menyandang status sebagai kakek dan atau nenek. Karena itu saya suka heran sama mertua yang sayang cucu tapi benci menantu. Lhah, itu cucu dari mana? Lucu kan?Â
Alhamdulillah saya ditakdirkan jadi mantu yang tak pernah bermasalah dengan mertua. Alhamdulillah juga, istri saya tidak bermasalah dengan mertunya. Alhamdulillah lagi, orangtua saya sangat sayang kepada semua menantunya. Bahkan rasanya lebih sayang ke mantu dari anak kandung.Â
Semua bermula dari mindset bahwa; menantu adalah anak yang tidak terlahir dari rahim kita, menantu adalah pendamping hidup anak kita, menantu adalah ayah/ibu dari cucu yang nota bene merupakan turunan dan darah daging kita.Â
Wallahu a'lam. Â
Bogor, 21/05/2024
Anak/menantu dan calon mertuaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H