Dunia pendidikan kita kembali berduka. 11 siswa meninggal dunia akibat kecelakaan study tour dalam rangka perpisahan sekolah. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un.
Peristiwa naas ini meninggalkan duka cita mendalam bagi orangtua siswa dan keluarga korban.  Selain perasaan duka akibat kehilangan buah hati dan anggota keluarga, kecelakaan study tour  ini mengundang reaksi empati dari publik.
Pro kontra tentang penting tidak nya acara study tour bagi siswa sekolah di akhir masa studi tak dapat dielakkan. Â Linimasa media sosial kembali diramaikan dengan obrolan tentang kecelakaan study tour sekolah.
Mulai dari cuitan di twitter, status Whatsaap, status FB, status IB, video tiktok, sampai vlog youtube dan sebagainya  turut meramaikan polemik tentang study tour yang disebut-sebut jadi biang hilangnya nawa siswa/i peserta study tour tersebut.
Study Tour, Perlukah DiLarang?
Sebagai suatu kegiatan dan program yang memiliki nilai positif dan negatif, acara study tour nampaknya perlu menjadi perhatian para stakeholder pendidikan. Perhatian di sini maksudnya memikirkan dan merumuskan bersama, bagaimana menghindari dampak negatif, risiko, dan konsekuensi buruk dari kegiatan tersebut.
Diantara efek negatif, risiko dan konsekuensi buruk dari kegiatan study tour sekolah seperti alasan keamanan perjalanan, biaya yang memberatkan orangtua siswa, (kecurigaan) menjadi lahan bisnis sampingan pihak sekolah dan atau oknum guru, dan sebagainya. Yang disebut terakhir dah jadi rahasia umum. Di negeri +62 perjalanan ibadah juga jadi lahan bisnis sampingan oknum-oknum tertentu.
Kembali ke polemik dan pro kontra  perlu tidak nya study tour dihentikan. Menurut penulis perlu disikapi dengan bijak dan tidak emosional. Prinsip nya segala sesuatu yang ada plus-minus nya, dampak positif-negatifnya butuh penyikapan dan pelaksanaan secara bijak.
Â
Pengaturan dan Pengawasan Ketat
Mungkin tidak perlu sampai pada tingkap pelarangan dan atau penghentian. Tetapi pengaturan dan pengawasan yang ketat oleh pihak terkait, seperti  dinas terkait di tingkat kabupaten/kota dan atau di atasnya (provinsi). Misalnya berupa surat edaran terkait pelaksaan study tour disertai syarat dan ketentuan berlaku. Yang paling utama aspek kemanan perjalanan dan kemampuan serta kenyamanan peserta didik dan orangtua/wali pserta didik.
Jika terbukti ditemukan ada pelanggaran dan kelalaian seperti penggunaan moda transportasi yang tidak layak, penginapan yang tidak representatif, dan atau pemaksaan kepada siswa dan atau orangtua/wali siswa yang tidak mau/mampu maka pihak terkait harus menyampaikan teguran keras dan atau sangsi kepada pihak sekolah.
Tidak Boleh ada Paksaan
Study tour umumnya hanya program dan kegiatan tambahan di akhir tahun ajaran atau akhir masa studi siswa. Sehingga  seharusnya tidak menjadi kegiatan wajib bagi seluruh siswa. Tidak boleh ada paksaan kepada siswa yang tidak mau dan atau tidak mampu. Sebab sebagian orangtua mengeluh dan mengaku, ada pemaksaan terselubung untuk ikut kegiatan study tour. Sementara orang tua merasa keberatan dengan biaya yang dibebnakan. Ada pula yang mengaku ''dipaksa bayar" walaupun tidak ikut serta. Pemaksaan yang seperti ini seharusnya tidak boleh terjadi.
Oleh sebab itu hal ini bisa diselesaikan melalui musyawarah yang terbuka yang jujur antara pihak sekolah dan orangtua siswa. Study tour hanya berlaku bagi yang mau dan mampu. Yang tidak mau dan tidak mampu tidak perlu dipaksa. Jika keikutsertaan dalam study tour tersebut dipandang penting oleh pihak sekolah karena terdapat sisi-sisi positif bagi para siswa, maka seharusnya pihak sekolah menyiapkan alternatif solusi bagi siswa yang tidak mampu. Sehingga orangtua tidak merasa terbebani.
Perhatikan Aspek Keamanan dan Keselamatan
Ketika pihak sekolah tetap mengadakan study tour dengan memperhatikan kondisi siswa yang tidak mampu (tidak dipaksa ikut atau diberi subsidi biaya), maka yang tidak boleh diabaikan adalah aspek keamanan dan keselamatan selama perjalanan. Pihak sekolah harus memastikan bahwa moda transpotrasi yang digunakan layak jalan yang dibuktikan dengan surat lolos uji KIR.
Jika terbukti kendaraan yang digunakan tidak layak jalan, maka pihak penyedia armada kendaraan harus bertanggung jawab sesuai hukum yang berlaku saat terjadi kecelakaan. Demikian juga pihak sekolah, jika terjadi ada ''main mata" dengan vendor armada transportasi, maka pihak sekolah jjga harus bertanggung jawab ketika terjadi masalah dan atau kecelakaan.
Memang kecelakaan lalu lintas itu musibah, dan musibah itu terjadi atas izin dan takdir Allah. Tetapi jika ada kelalaian maka pihak yang lalai harus bertanggung jawab. Pertanggung jawaban atas kelalaian juga merupakan takdir Allah. Sebagaimana jawaban Khalifah Umar bin Khatab kepada pencuri yang menolak dihukum potong tangan karena berdalih dengan takdir. "Saya mencuri atas izin dan takdir Allah". "Kamu dihukum potong tangan juga takdir Allah", kata Umar.
Semoga tidak ada lagi nyawa melayang sia-sia karena kelalaian pihak yang tidak bertanggung jawab. Semoga tidak ada lagi orangtua siswa  yang merasa dipaksa bayar biaya study tour, semoga pendidikan dan persekolahan negeri ini terus maju tanpa ''drama'', tanpa pungli, tanpa pelanggaran hukum  dan etika. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H