Mohon tunggu...
Syamsuddin
Syamsuddin Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Serba-serbi Rumah Tangga Bahagia (2): Menyikapi Hak dan Kewajiban Secara Adil

30 Mei 2023   13:10 Diperbarui: 30 Mei 2023   15:45 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Hak dan Kewajiban

Hak dan kewajiban merupakn aspek seyogyanya diperhatikan dan diketahui oleh masing-masing pasangan suami-istri (pasutri). Masing-masing pihak hendaknya memenuhi kewajibanya dengan baik dan mengambil haknya secara proposional, agar kehidupan rumah tangga berjalan dengan tentram dan saling memahami.

Sebab seringkali probelmatika rumah tangga berimbas pada konflik bahkan perceraian disebabkan oleh ketidaktahuan terhadap hak dan kewajiban masing-masing. Atau karena  masing-masing pihak menuntut hak secara tidak tepat dan mengabaikan kewajiab.

Hal ini hanya dapat diselesaikan dengan cara masing-masing menempatkan diri secara bijak. Dengan cara menunaikan kebawajiban dan tidak hanya menuntut hak saja.

Baca Juga: Serba Serbi Rumah Tangga Bahagia #1# Tujuan Menikah

Berkenaan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak antara suami dan istri Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 228.

wa lahunna milulla 'alaihinna bil-ma'rfi

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.

Makna ayat ini adalaah, " istri-istri itu mempunyai hak yang sama dengan kewajiban mereka atas suami mereka", kata Syekh Wahbah Az-Zuahili dalam Tafsirnya.

Menurut Syekh As-Sa'di hak dan kewajiban suami istri mengacu pada aspek ke-ma'ruf-an (dikenal baik) menurut adat istiadat di suatu tempat pada masa tertentu. 

Beliau mengatakan (tentang makna ayat tersebut), "para wanita memiliki hak yang wajib atas suami-suami mereka sebagaimana para suami memiliki hak yang wajib maupun yang sunnah atas mereka, dan patokan bagi hak-hak di antara suami-istri adalah pada yang Ma'ruf yaitu menurut adat yang berlaku pada negeri tersebut dan pada masa itu dari wanita yang setara untuk laki-laki yang setara, dan hal itu berbeda sesuai dengan perbedaan waktu, tempat, kondisi, orang dan kebiasaan".

Senada dengan ayat di atas, dalam Sunnah Nabawiyah terdapat satu hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyatakan;

"Ketahuilah bahwa kalian memiliki hak pada istri-istri kalian dan (sebaliknya) istri-sitri kalian memiliki hak pada kalian. Adapun hak kalian pada istri-istri kalian adalah mereka tidak boleh mengizinkan tempat tidur kalian dimasuki oleh orang yang benci dan tidak memasukkan ke dalam rumah kalian orang yang kalian benci. Sedangkan hak mereka pada kalian adalah kalian berlaku baik pada mereka dalam hal pakaian dan makanan". (HR. Tirmidzi).

Penjelasan serupa juga disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menjawab pertanyaan sahabat Mu'awiyah bin Haidah radhiyallahu 'anhu, "Apa hak istri-istrikami kepada kami?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab;

"Beri makan saat engkau makan, beri dia pakaian, jangan memukul wajah (nya), jangan menjelek-jelekkan, dan jangan memboikotnya kecuali di rumah". (HR. Abu Daud). Larangan menjelek-jelakkan atau memburuk-burukkan maksudnya larangan mengatakan qabbahakiLlahu (semoga Allah memburukkan/menjelekkanmu.

Sangat disayangkan masing-masing pasangan suami istri hanya memperhatikan hak dan kewajiban yang sifatnya fisik dan lahiriah. Sebagian suami hanya menunaikan kewajiban yang sifatnya lahir. Bahkan sangat sempurna, tapi mengabaikan kewajiban yang sifatnya batin seperti curahan perhatian dan kasih sayang. Seringkali kesibukan dan beban kerja menjadi dalih dan alasan mengabaikan hak istri yang sifatnya batin seperti perhatian dan kasih sayang.

Demikian pula sebaliknya, istri sangat telaten menuanikan kewajiban yang sifatnya fisik lahiriah. Seperti memasak, menyiapkan makanan, mengurus rumah, dan sebagainya. Tapi mengabiakan kewajiban yang sifatnya batin seperti perhatian kepada pasanga. Dengan alasan kesibukan mengurus rumah dan anak-anak serta umur yang makin bertambah menua.

Kelalaian dan sikap abai dari kedua belah pihak ini tidak dapat diterima sama sekali. Karena hak kewajiban mencakup aspek fisik lahiriah dan batiniah atau non fisik. Justru pengabaikan terhadap hak dan kewajiban yang sifatnya non fisik dan hak batin memicu problem rumah tangga. Bahkan kadang berujung pada perceraian, wal 'iyadzu billah.

Sumber: 99 Fikrah Li Hayat Zaujiyah Sa'idah, Dr. Musyabbab bin Fahd al-Ashimi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun