Politik Identitas itu Apa?
Salah satu frasa paling popular sekaligus menyeramkan bagai hantu menjelang tahun politik 2024 adalah frasa politik identitas. Berbagai imbauan dan ajakan baik dari penyelenggara dan pengawas pemilu, politisi dan publik figur maupun peserta pemilmu untuk mewaspadai politik identitas makin ramai.
Namun kadang ajakan dan seruan untuk mewaspadai politik identitas justeru dimaskudkan untuk menjatuhkan dan menyerang lawan politik dan atau pihak lain yang berbeda pilihan. Padahal belum tentu yang teriak-teriak waspadai politik identitas bersih dari praktik politik identitas. Ibarat kata  maling teriak maling".
Oleh karena itu agar tidak gegabah mencap pihak lain sebagai pelaku politik identitas baiknya ditelaah terlebih dahulu, apa itu politik identitas.
Secara sederhana politik identitas dapat dimaknai sebagai sikap, kecenderungan, dan atau pilihan politik atas dasar kesamaan identitas. Ini makna yang paling mudah dihami. Tapi untuk lebih jelasnya saya kutipkan beberpa definisi dari berbagai tinjauan dan menurut ahli.
Menurut Wikipedia yang mengutip dari lfaqi, M. Z. (2016). Memahami Indonesia Melalui Prespektif Nasionalisme, Politik Identitas, Serta Solidaritas. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut.
Politik identitas juga bisa dimaknai sebagai strategi politik yang memfokuskan pada pembedaan dan pemanfaatan ikatan primordial sebagai kategori utamanya. (http://lipi.go.id/publikasi/politik-identitas/32563).
Definisi lain dikemukakan oleh Abdillah dalam buku Politik Identitas Etnis, Â politik identitas adalah politik yang dasar utama kajiannya dilakukan untuk merangkul kesamaan atas dasar persamaan-persamaan tertentu, mulai dari etnis, agama, hingga jenis kelamin.
Dan masih banyak  lagi definisi lain yang semuanya berimplikasi pada kesimpulan bahwa politik identitas itu secara sederhana dipahami sebagai sikap, pandangan, pilihan, dan afiliasi politik atas dasar kesamaan identitas tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Diantara identitas yang disebut-sebut masuk kategori praktik politik identitas jika  dijadikan sebagai alasan dan motivasi kecenderungan politik adalah suku atau etnis, agama, budaya, dan lainnya.
Kata dan lainnya sengaja saya cetak tebal karena dia ibarat laut tak bertepi. Sangat luas. Bisa mencakup identitas karena persamaan hobi, persamaan profesi, yang di akhir zaman ini hampir semua kesamaan ada komunitas dan paguyubannya. Â Mulai dari yang resmi (terdaftar sebagai suatu organisasi dan perkumpulan) sampai yang sekadar komunitas tertentu, seperti komunitas penyuka merek tertentu.
Nah, apakah orang yang menjadikan kesamaan hobi, kesamaan profesi, kelamin, sebagai pertimbangan politik termasuk politik identitas juga? Kecenderungan atas kesaman-kesamaan primordial sesungguhnya sesuatu yang manusiawi dan fitrawi yang tak mungkin diintervensi. Ini mungkin dianggap salah paham terhadap makna politik identitas. Tapi fakta di lapangan tak bisa dielakkan orang menjatuhkan pilihan politik bukan hanya atas pertimbangan rasional, tapi juga pertimbangan emosional/perasaan.
Demikian pula para pengamat, biasanya ketika memprediksi peluang menang suatu pasangan calon menjadikan faktor etnis sebagai instrumen. Calon yang berasal dari Pulau besar dan suku tertentu dengan jumlah penduduk dan pemilih terbanyak biasanya diunggulkan dan atau diprediksi akan  unggul. Berarti para pengamat itu menganggap masyarakat pemilih dari daerah tersebut akan memilih calon yang satu suku atau sedaerah dengan mereka. Artinya mengakui bahwa orang-orang itu akan memilih atas persamaan etnis dan suku.
Jadi, sebetulnya hampir tidak ada kontestan pemilu yang tidak memasuki wilayah kesamaan dan persamaan menduga kuat frasa politik identitas hanya akan jadi slogan dan jajanan untuk membersihkan diri dan menyerang pihak lain yang berbeda.
Oleh karena itu sebaiknya stop saling tuding memainkan praktik politik identitas. Karena jangan sampai seperti maling  teriak maling. Nunjuk orang lain sebagai pelaku politik identitas, sementara dia sendiri juga mempolitisir identitas lainnya untuk kepentingan elektoral. Atau serahkan sepenuhnya kepada penyelenggara dan pengawas. Kalau saling tuding, nantinya seperti sepakbola tarkam yang berlangsung tanpa wasit. Setiap ada yang handsball, offside, dan atau pelanngaran lainnya saling sorak.
Atau hilangakan istilah politik identitas, atau hilangkan citra negatif politik identitas. Kalau ada hal-hal melanggar aturan karena sebab identitas tertentu biaralah diatur oleh pasal lain dalam Pemilu. Atau jangan sampai ini masuk kategori, Peraturan dibuat untuk dilanggar?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H