Mohon tunggu...
Syamsuddin
Syamsuddin Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Inspirasi Kepemimpinan Nabi Muhammad Pada Perang Badar

10 April 2023   11:57 Diperbarui: 10 April 2023   12:40 1975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nabi Muhamamd shallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia terbaik dan teladan sempurna bagi ummat Muslim, bahkan bagi seluruh manusia. Karena beliau diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi alam semesta. Keteladanan beliau yang sempurna meliputi seluruh sisi dan aspek kehidupan. Seluruh sisi dan aspek kehidupan Nabi Muhammad merupakan contoh teladan yang patut diikuti, selama bukan merupakan kekhususan beliau sebagai Nabi dan Rasul.

Diantara penggalan kehidupan nabi Muhammad shallahu 'alaihi wa sallam yang patut dijadikan inspirasi adalah peristiwa perang Badar yang terjadi bulan Ramadan tahun 2 H. Pada peristiwa perang yang terjadi pada tanggal 17 Ramadan tahun 2 H terdapat banyak pelajaran dan inspirasi. Tulisan ini akan mengungkap inspirasi kepemimpinan beliau shallahu 'alaihi wasallam khususnya yang diambil dari kisah perang Badar.

Pemimpin yang Gemar Bermusyawarah

Keteladanan dan inspirasi kepemimpinan Rasulullah yang pertama dan utama dari peristiwa perang Badar adalah tentang musyawarah. Dalam mengambil keputusan pada perang Badar ini nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil keputusan melalui mekanisme musyawarah. Seperti ketika perang telah usai, pasukan Muslimin berhasil menawan 70 personil dari pasukan musyrikin Quraisy.

Beliau lantas meminta pendapat para sahabat terkait apa yang harus dilakukan terhadap 70 tawanan tersebut. Abu Bakar  mengusulkan agar tawanan menebus diri  atau kelurganya menebus mereka dengan fidyah atau kompensasi harta. Sedangkan Umar bin Khatab mengusulkan agar para tawanan semuanya dieksukusi mati. Umar memandang hal itu sebagai upaya ''unjuk kekuatan" di hadapan musuh. Ada pula usulan agar tawanan yang memiliki kemampuan membaca dan menulis menebus dirinya dengan mengajarkan baca tulis kepada anak-anak kaum Muslimin.

Singkatnya bahwa Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam sebagai pemimpin mengambil keputusan melalui musyawarah. Padahal sebagai Nabi beliau memiliki ilmu dan pengetahun yang luas, serta dimbimbing langsung oleh Allah melalui wahyu-Nya. Namun beliau seacara manusiwai tetap menempuh mekanisme musyawarah. Hal ini dilakukan oleh beliau dalam seluruh aspek. Abu Hurairah menuturkan;

 "Aku tidak pernah melihat orang yang paling sering bermusyawarah dengan para sahabatnya sebanyak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam".

Kalaupun beliau harus menyampaikan kebijakan tanpa musyawarah terlebih dahulu beliau tetap membicarakannya dengan para sahabatnya. Sebagaimana para perang Badar yang awalnya beliau mengutus dan atau mengajak para sahabat keluar dari kota Madinah bukan untuk berhadapan dengan pasukan perang. Melainkan untuk menghadang kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan. Kafilah dagang ini membawa logistik milik Musyrikin Makkah. Beliau menghadang tentu bukan untuk merampok. Tapi memang situasnya adalah situasi konflik dan perang. Sejak Nabi Muhammad memuulai dakwah di Mekkah, beliau menghadapi gangguan dari musyrikin Quraisy.

Gangguan yang beliau alami bukan sebatas penolakan dakwah, tapi gangguan fisik. Beliau diintimidasi dan dipersekusi. Para sahabat diteror dan ditindas. Bahkan ada yang tewas sebagai syahid seperti keluarga Ammar bin Yasir, dimana ayah dan ibunda beliau menjadi korban kebiadaban orang musyrik Quraisy. Sahabat yang lain mengalami penyiksaan seperti Bilal dan Khabbab bin Art. Singkatnya, Nabi dan kaum Muslimin secara umum telah diperangi oleh musyrikin Quraisy sejak beliau menyampaikan dakwah secara terang-terangan. Sehingga hubungan Nabi dan kaum Muslimin dengan Musyrikin Makkah adalah dalam konteks perang. Yang dilakukan oleh Nabi ketika menghadang kafilah dagang Quraisy dalam konteks perang, yakni dalam rangka melemahkan ekonomi pasukan lawan. Dan bukan perampokan.

Ketika Rasul menghadang kafilah dangan Quraisy yang kemudian lolos, bahkan Mekkah malah mengirimkan pasukan perang dengan kekuatan 1000 perssonel. Rasul kemudian harus memobilisasi para sahabat untuk berhadapan dengan pasukan perang. Saat akan mengarahkan para sahabat berhadapan dengan pasukan perang, nabi tidak menggunakan pendekatan instruksi. Tapi beliau bermusyawarah dengan para sahabatnya.

Tulus Mendengarkan dan Menerima Masukan

Dari peristiwa perang Badar ini juga kita dapat belajar satu etika kepemimpinan yang diteladankan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kecerdasaran (fathonah) yang beliau miliki plus bimbingan wahyu dari Allah tidak menghalangi beliau untuk mendengarkan masukan dari orang yang dipimpinnya, dalam hal ini para sahabat. Selama kebijakan yang beliau putuskan bukan wahyu dari Allah atau murni pendapat pribadi beliau terbuka terhadap masukan. Seperti kebijakan tentang posisi pasukan atau kemah kaum Muslimin. Beliau menerima usulan dan masukan dari sahabat Habbab karena menurut Habbab lokasi yang dipilih oleh Rasulullah kurang strategis. Habbab mengusulkan agar pasukan Muslimin berpindah di lokasi yang lebih strategis. Dimana di lokasi tersebut pasukan Muslimin lebih mudah mengakses sumber air. Dan mereka juga dapat menutup akses air bagi pasukan musyrikin Qura'isy.

Mengenali Potensi

Pelajaran berikutnya yang dapat diambil dari inspirasi kepemimpinan nabi Muhammad pada perang Badar adalah, seorang pemimpin perlu mengenali dengan baik dan detail kemampuan serta potensi orang yang dipimpinnya. Hal ini nampak dari keputusan beliau shallahu 'alaihi wa sallam ketika membagi tugas (jobdes) pada perang Badar ini. Mush'ab bin Umair misalnnya didaulat sebagai pengusung panji utama pasukan Muslimin. Mush'ab merupakan pemuda tangguh yang telah dikenali kompetensi dan loyalitasnya oleh nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sejak muda beliau rela meninggalkan kemewahan duniawi demi Islam.Terbukti beliaulah yang ditunjuk oleh Nabi menjadi duta dakwah Islam pertama ke kota Yatsrib.

Demikian pula dengan sahabat lain yang mendapat amanah dan tugas lain seperti ketika beliau menunjuk Ali bin Abi Thalib, Hamzah bin Abdil Muthalib, dan Ubaidah bin Jarrah  sebagai juru tarung pasukan Muslimin pada duel perang tanding "pembuka perang". Padahal sebelumnya ada beberpa pemuda Ansar yang unjuk diri untuk meladeni tantangan duel perang tanding yang diajukan Utbah bersama saudara dan putranya. Tapi karena Utbah ingin duel dengan sesama orang Quraisy, maka Rasul menunjuk Ali, Hamzah, dan Ubaidah. Dan hasilnya ketiga juru tarung Quraisy dapat dilumpuhkan dan dihabisi oleh jawara dan juru tarung pasukan Muslimin.

Bukti lain yang menujukan bahwa Rasulullah benar-benar mengenali secara detail potensi rakyat dan masyarakatnya adalah penolakan beliau terhadap bebera remaja ansar dan muhajirin untuk ikut serta dalam perang badar. Seperti Barra bin 'Azib dan Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma.keduanya ditolak oleh Nabi karena usianya yang beliau. Tapi pada saat yang sama ada remaja sepantaran ibnu Umar dan Barra yang diterima oleh Nabi dan diikutsertakan dalam perang Badar. Yakni Muadz bin Jamuh dan Muadz bin Afra. Walau keduanya masih tergolong belia. Usia keduanya tidak jauh berbeda dengan ibnu Umar dan Barra, namun Rasul tidak salah ketika menyetujui keikutsertaan dua Muadz tersebut. Karena potensi dan kompetensi perang keduanya sudah mumpuni. Terbukti, beliau berdualah yang berhasil melumpuhkan dedengkot Quraisy Abu Jahal. Keduanya berhasil membuat Abu Jahal kewalahan yang kemudian dieksekui mati oleh Ibnu Mas'ud.

Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani

Ini bukan cocoklogi, tapi memang faktanya pola komunikasi dan gaya  kepemimpinan Rasulullah sahallahu 'alaihi wa sallam seperti nampak pada peristiwa perang Badar ini sama dan serupa dengan konsep Ing Ngarsa Sung Tulada, ing Madya mangun karsa, tut wuri handayani yang digagas oleh Bapak Pendidikan Nasional Kihajar Dewantara.

Pemimpin itu dari depan menjadi teladan, di tengah menciptakan karasa/ide untuk membangkitkan semangat dan membentuk niat, dan di belakang memberi arahan dan dorongan untuk terus semangat.

Keteladanan Rasulullah jelas, beliau adalah qudwah dan uswah hasanah. Keteladanan beliau meliputi seluruh aspek dan lintas peran. Satu contoh keteladanan beliau yang luhur pada perang Badar ini adalah ketika beliau membuat kebjikan, satu Unta ditunggangi oleh tiga orang secara bergantian. Beliau sekelompok dengan Ali bin Abi Thalib dan Abu Lubabah. Ketika sampai giliran Rasulullah untuk berjalan Ali dan Abu Lubabah menawarkan agar beliau berdua saja yang berjalan. Tapi Rasul menolak. Beliau mengatakan, "kalian berdua tidak lebih kuat dari aku dan aku juga membutuhkan pahala yang kalian inginkan". Hal ini jelas teladan sekaligus motivasi yang menyemangati pasukan.

Sementara aspek ing Madya mangun karsa dapat ditemukan pada motivasi-motivasi beliau  kepada para sahabat jelang perang.  Seperti kata-kata beliau,"Demi Allah, siapapun yang bertempur melawan mereka llau gugur dalam keadaan bersabar dan mengharap ridha Allah niscaya Allah akan memasukannya ke dalam surga".

Sementara dari belakang beliau juga mendorong dam memotivasi mereka dengan kata-kata inspiratif yang menggerakkan, "Bergeraklah dan bergembiralah karena sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku satu dari dua kelompok ini (rombongan dangan Abu Sufyan-pasukan perang Abu Jahal), demi Allah saat ini saya sudah mengetahui di mana tempat kematian mereka masing-masing". (terj. HR. Ibnu Abi Syaibah dan Ahmad).

Kalimat di atas tentu saja menjadi motivasi yang menggerakan para sahabat.

Demikian beberapa inspirasi kepemimpinan nabi Muhammad dalam perang Badar. Tentu saja inspirasi dan teladan kepemimpinan ini dapat diaplikasikan di seluh medan kehidupan. Karena inti dari kepemimpinan adalah melayani dan mengurusi kepentingan rakayat dan atau orang yang dipimpin. Untuk menyukseskan fungsi dan peran tersebut diperlukan sikap dan kompetensi yang mumpuni sebagaimana dicontohkan oleh Rasullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti disebutkan pada inspirasi kepemimpinan nabi Muhammad pada perang Badar. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun